Petikan dari ucapan para ulama salafiyin
Beberapa Syubuhat dan Jawabannya (Kerjasama dengan Ihya’ut Turats)
اعداد :
أبو سلمى الأثري
Beberapa Syubuhat dan Jawabannya
Ada beberapa Syubuhat yang sering dilontarkan oleh sebagian kalangan untuk melegalisasikan tindakan hajr bahkan tabdi’-nya ke saudaranya sesama ahlus sunnah. Berikut ini adalah syubuhat mereka beserta tanggapan dan jawabannya.
1. Berta’awun dengan Yayasan Ihya’ut Turats
Dalam masalah ini, buku al-Akh al-Ustadz Firanda tampaknya telah memadai. Namun berikut ini sedikit tambahan dari kami.
Mereka mengatakan bahwa Yayasan Ihya’ut Turats adalah yayasan hizbiyah, para ulama sepakat mentahdzirnya[1], berta’awun dengannya sama dengan berta’awun dengan hizbiyah. Barang siapa yang berta’awun dengan hizbiyah maka mereka adalah hizbiyun. Seakan-akan mereka menyatakan, barangsiapa bekerja sama dengan ahlul bid’ah maka mereka sama dengan ahlul bid’ah. Hal ini mirip dengan kaidah yang dilontarkan oleh pembesar Neo Haddadiyun zaman ini, Syaikh Falih al-Harbi yang mengatakan :
من دفع ساقط فهو ساقط ومن دفع مبتدعا فهو مبتدع
“Barangsiapa membela orang yang keliru maka dia keliru dan barangsiapa membela mubtadi’ maka dia adalah mubtadi’.”[2]
Diantara mereka adalah, seorang fanatikus yang bernama Abu Dzulqornain Abdul Ghofur al-Malanji[3], menyusun sebuah artikel yang berjudul “Ulama berbaris tolak Jum’iyah Ihya’ut Turots” yang mana dia menukil dari buku Malhudlot wa Tanbihat ‘ala Fatawa Fadhilatus Syaikh Abdullah al-Jibrin karya Tsaqil bin Shalfiq azh-Zhufairi. Padahal nukilan itu menyebutkan deretan ulama yang mengkritik Abdurrahman Abdul Khaliq hadahullahu.
Komentar saya : Abdul Ghafur al-Malanji telah melakukan talbis dan licik di dalam menggiring opini publik umat, dimana ia mengopinikan ulama yang mengkritik Abdurrahman Abdul Khaliq otomatis juga turut mentahdzir Jum’iyah Ihya’ut Turots. Liciknya lagi, setelah itu dia menyandarkan secara serampangan dan penuh kedustaan bahwa Abdurrahman Abdul Khaliq sebagai “big-boss” para du’at salafiyin yang bekerja sama dengan Ihya’ut Turots Kuwait.
Demikianlah karakter dan sikap Abdul Ghafur ini, dia berani melakukan suatu kedustaan dan kelicikan untuk memenuhi ambisinya agar dapat menembakkan tuduhan-tuduhan dan celaan-celaan kejinya.
Saya katakan kepada Abdul Ghafur : Ya Abdal Ghafur, dari ke-23 nama ulama yang antum sebutkan, apakah mereka semua turut mentahdzir IT (Ihya’ut Turats), mengharamkan bekerja sama dengan IT dan mengharuskan untuk mentahdzir siapa saja yang berta’awun dengan IT?!! Jika antum katakan iya, maka ini jelas menunjukkan antum ini jahil dan telah melakukan kedustaan atas nama mereka. Jika antum katakan tidak, maka antum juga telah berdusta atas nama mereka dan melakukan suatu tindakan talbis kepada umat. Dan jika antum katakan tidak tahu, maka sungguh ini adalah musibah, bagaimana bisa seorang ahlus sunnah berkata tanpa ilmu?!! Haihata haihata…!!!
Saya katakan : diantara ke-23 orang yang disebutkan oleh Abdul Ghafur, beberapa di antaranya tidak mentahdzir IT, bahkan sebagiannya memujinya dan memperbolehkan bekerja sama dengan yayasan ini. Di antara mereka adalah :
- Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz[4]
- Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin[5]
- Syaikh DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan[6]
- Syaikh Prof. DR. Ali bin Nashir al-Faqihi[7]
- Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr[8]
- Syaikh DR. Abdullah al-Farsi[9]
Hal ini menunjukkan kejahilan Abdul Ghafur dan sikap tadlis-nya untuk memenuhi obsesinya di dalam melancarkan makian dan celaan. Saya juga meminta bukti kepada Abdul Ghafur bahwa ulama berikut ini, yaitu : Syaikh Abdullah al-Ghudayyan, Syaikh Shalih Ghusun, Muhammad al-Maghrawi dan Abdullah as-Sabt juga turut mentahdzir IT dan mengharamkan berta’awun dengan yayasan ini.
Sebagai tambahan, sebenarnya masih banyak lagi ulama yang mentazkiyah yayasan ini dan memperbolehkan berta’awun dengan yayasan Ihya’ut Turots al-Kuwaitiyah, diantaranya adalah :
- Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-‘Abbad.[10]
- Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, Mufti kerajaan Arab Saudi saat ini.[11]
- Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Menteri Agama Kerajaan Arab Saudi.[12]
- Syaikh Abdullah bin Mani’, Anggota Lajnah Da`imah.[13]
- Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid, anggota Lajnah Da`imah.[14]
- Syaikh Shalih bin Ghanim as-Sadlan.[15]
- Syaikh Shalih al-‘Abud
- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Aqil
Dan selain mereka hafizhahumullahu jami’an.
Selain itu, juga ada sederetan ulama yang mentahdzir yayasan ini, namun mereka tidak mentahdzir secara mutlak salafiyun yang berta’awun dengan yayasan ini, apalagi sampai menghajr dan mentabdi’ mereka. Bahkan mereka menasehatkan supaya berlemah lembut dengan mereka, memberikan nasehat yang baik dan meluruskan mereka dengan cara yang terbaik apabila mereka salah. Di antara barisan para ulama ini adalah :
- Syaikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari
- Syaikh Salim bin Ied al-Hilali.
- Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr.
- Syaikh Masyhur bin Hasan Salman.
- Syaikh Abdul Malik Ramadhani al-Jaza`iri.
- Syaikh Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili.
- Syaikh Sulaiman bin Salimullah ar-Ruhaili.
- Syaikh Tarhib ad-Dausari.
- Syaikh Shalih bin Sa’ad as-Suhaimi.
- Syaikh Washiyullah ‘Abbas.
- Syaikh Khalid al-Anbari.
- Syaikh Husain al-Awaisyah.
- Syaikh Usamah bin Abdul Lathif al-Qushi.
- Syaikh Muhammad bin Sa’id Ruslan al-Mishri.
- Syaikh Bashim Faishal al-Jawabirah.
Dan masih banyak lagi selain mereka. Namun kami juga tidak menafikan juga pendapat ulama yang mentahdzir keras akan yayasan ini dan melarang mengambil bantuan dari mereka secara mutlak. Diantara mereka adalah :
- Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullahu dan murid-murid beliau.
- Syaikh Ahmad Yahya an-Najmi.
- Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi.
- Syaikh ‘Ubaid al-Jabiri.
- Syaikh Falah Isma’il.
Dan selain mereka. Al-Ustadz Abu Karimah telah mengumpulkan ucapan mereka ini, menukil dari website semisal sahab dan selainnya.
Dari paparan di atas, apakah masalah ini[16] adalah masalah manhajiyah yang tidak boleh berselisih di dalamnya, yang apabila terjadi perselisihan di dalamnya, maka salah satunya menyimpang dan menyempal dari manhaj Ahlus Sunnah atau ini adalah masalah khilafiyah ijtihadiyah yang tidak boleh ada tabdi’ dan hajr di dalamnya, dan seluruhnya adalah ahlus sunnah dan wajib berkasih sayang di antara sesama mereka?!!
Dari paparan di atas, yakni banyaknya ucapan dan pendapat di dalam masalah ini, yang semuanya berasal dari para ulama ahlus sunnah, maka adalah suatu hal yang jauh dari kebenaran apabila dikatakan bahwa perselisihan ini adalah perkara manhajiyah yang apabila berselisih di dalamnya, maka ada salah satu fihak yang keluar dari lingkaran Ahlus Sunnah. Jika demikian keadaannya, maka sungguh betapa banyak para ulama kita yang telah keluar dan menyimpang manhajnya dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Wal’iyadzubillah.
Jika demikian, maka pendapat yang paling tepat dan wasath di dalam hal ini adalah, bahwa perkara ini adalah perkara khilafiyah ijtihadiyah yang tidak boleh ada hajr dan tabdi’ di dalamnya. Yang boleh dalam hal ini adalah pengingkaran dan munadhoroh (saling berdiskusi) serta munashohah (saling menasehati). Kami katakan dengan tegas, bahwa pendapat yang menyatakan tidak ada pengingkaran di dalam masalah khilafiyah adalah tidak benar. Berikut ini adalah penjelasannya :
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata :
(( وقولهم مسائل الخلاف لا إنكار فيها ليس بصحيح فإن الإنكار إما أن يتوجه إلى القول بالحكم أو العمل. أمّا الأول فإذا كان القول يخالف سنة أو إجماعاً قديماً وجب إنكاره وفاقاً. وإن لم يكن كذلك فإنه يُنكر بمعنى بيان ضعفه عند من يقول المصيب واحد وهم عامة السلف والفقهاء. وأما العمل فإذا كان على خلاف سنة أو إجماع وجب إنكاره أيضاً بحسب درجات الإنكار. أما إذا لم يكن في المسألة سنة ولا إجماع وللاجتهاد فيها مساغ لم ينكر على من عمل بها مجتهداً أو مقلداً.))
“Ucapan mereka bahwa di dalam masalah khilaf tidak ada pengingkaran adalah tidak benar, karena pengingkaran bisa jadi ditujukan kepada ucapan dengan penghukuman/vonis ataupun amalan. Adapun yang pertama, apabila ada ucapan yang menyelisihi sunnah ataupun ijma’ yang terdahulu maka wajib mengingkarinya dengan sepakat. Apabila tidak demikian, maka diingkari dengan artian menjelaskan kelemahannya terhadap orang yang mengatakan bahwa yang benar itu satu dan mereka adalah kaum salaf pada umumnya dan fuqoha’. Adapun amalan, apabila menyelisihi sunnah maka wajib pula diingkari sesuai dengan tingkat pengingkarannya. Adapun jika tidak ada di dalam sunnah dan tidak pula ijma’, maka ijtihad di dalamnya diperbolehkan dan tidaklah diingkari orang yang mengamalkannya karena berijtihad ataupun bertaklid.”[17]
Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata :
((وقولهم "إن مسائل الخلاف لا إنكار فيها" ليس بصحيح؛ ...، وكيف يقول فقيه لا إنكار في المسائل المختلف فيها والفقهاء من سائر الطوائف قد صرحوا بنقض حكم الحاكم إذا خالف كتاباً أو سنة وإن كان قد وافق فيه بعض العلماء؟ وأما إذا لم يكن في المسألة سنة ولا إجماع وللاجتهاد فيها مَسَاغ لم تنكر على مَنْ عمل بها مجتهداً أو مقلداً))
“Ucapan mereka ‘sesungguhnya di dalam permasalahan khilaf tidak ada pengingkaran’ tidaklah benar… bagaimana bisa seorang faqih (ahli fikih) berkata tidak ada pengingkaran di dalam masalah yang banyak perselisihan di dalamnya sedangkan para ahli fikih dari seluruh kelompok telah menunjukkan dengan jelas kritikan terhadap keputusan seorang hakim apabila menyelisihi Kitabullah dan Sunnah walaupun keputusan tersebut selaras dengan pendapat beberapa ulama? Adapun di dalam permasalahan itu tidak ada sunnah dan ijma’ (yang menjelaskannya), maka diperbolehkan berijtihad di dalamnya dan tidak diingkari orang yang mengamalkannya karena berijtihad ataupun bertaklid.”[18]
Oleh karena itu di dalam mensikapi masalah khilafiyah adalah dengan pengingkaran dengan cara yang baik, bukannya malah menerapkan hajr dan tabdi’ secara serampangan dan gegabah, yang ujung-ujungnya malah menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Dan inilah pendapat yang kami pegang, yaitu masalah ini adalah masalah khilafiyah, tidak boleh ada hajr apalagi tabdi’ di dalamnya, namun boleh ada nasehat, diskusi dan pengingkaran di dalamnya.
Adapun pendapat kami adalah : Kami meyakini bahwa Ihya’ut Turats memiliki penyimpangan-penyimpangan di dalam manhajnya, kami lebih menguatkan pendapat bahwa Ihya’ut Turats lebih cenderung kepada hizbiyah oleh karena itu kami pribadi tidak mau bekerja sama dengan Ihya’ut Turats, namun kami tidak bersikap keras terhadap saudara-saudara kami salafiyin yang bekerja sama dengan mereka. Kami tidak mentahdzir mereka, menghajr apalagi sampai membid’ahkan mereka, selama tidak tampak tanda-tanda penyimpangan manhaj yang nyata pada mereka, dan syarat-syarat berupa iqamatul hujjah dan izalatul mawani’ belum ditegakkan atas mereka. Kami bersikap lemah lembut dengan mereka, kami bekerja sama dengan mereka di dalam kebajikan dan ketakwaan dan kami saling menasehati di dalam kebenaran dan kesabaran. Inilah pendapat yang kami berjalan di atasnya. Kami tidak condong kepada sikap ghuluw dan tidak pula tasaahul. Alhamdulillah.[19]
[1] Klaim para ulama bersepakat adalah klaim dusta semata. Lihat bantahan al-Ustadz Firanda dalam masalah ini di dalam bukunya, “Lerai Pertikaian Sudahi Permusuhan”, cet. I, 2005, Pustaka Cahaya Islam, hal. 251.
[2] Ucapan Syaikh Falih al-Harbi di dalam kaset ceramah yang berjudul al-As`ilah wal Ajwibah al-Manhajiyah minal Jaza`ir. Transkrip ini pernah masuk di website www.sahab.net. Namun setelah Syaikh Falih ditahdzir, transkrip ini sudah tidak ada lagi di website tersebut. Kaset rekaman inilah yang dikritik secara pedas oleh al-‘Allamah Abdul Muhsin al-‘Abbad dalam risalah beliau al-Hatstsu yang mengatakan :
ولا ينتهى العجب إذا سمع عاقل شريطا له يحوي تسجيلا لكالمة هاتفية طويلة بين المدينة والجزائر, أكل فيها المسئول لحوم كثير من أهل السنة, وأضاع فيها السائل ماله بغير حقّ, وقد زاد عدد مسئول عنهم في هذا الشريط على ثلاثين شخصا, فيهم الوزير والكبير والصغير, وفيهم فئة قليلة غير مأسوف عليهم, وقد نجى من هذا الشريط من لم يسأل عنه فيه, وبعض الذين نجوا منه لم ينجوا من أشرطة أخرى له, حوتها شبكة المعلومات الإنترنت...
“Keanehan ini tidak hanya berakhir sampai di situ jika seorang yang berakal mendengarkan sebuah kasetnya (Falih al-Harbi, pent.) yang berisi rekaman percakapan telepon yang panjang antara Madinah dan Aljazair. Di dalam kaset ini, fihak yang ditanya (Falih al-Harbi, pent.) memakan daging mayoritas ahlus sunnah, dan di dalamnya pula si penanya membuang-buang hartanya tanpa haq. Orang-orang yang ditanyainya mencapai hampir 30-an orang di dalam kaset ini, di antara mereka (yang ditanyakan) adalah wazir (menteri), pembesar dan penuntut ilmu pemula. Juga di dalamnya ada sekelompok kecil yang tidak merasa disusahkan (yang tidak turut dicela, pent.). yang selamat (dari celaan) adalah orang-orang yang tidak disebutkan di dalam pertanyaan, namun sebagian mereka yang selamat di dalam kaset ini tidak selamat dari kaset-kasetnya yang lain. Penyebaran utamanya adalah situs-situs informasi internet…” (al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah karya al-‘Allamah Abdul Muhsin al-‘Abbad, cet. I, 1425 H., tanpa penerbit (dibagikan gratis), hal. 64-65).
[3] Bagi yang pernah membuka website “Jarh wa Ta’dil” (baca : “Jarh wa Tanfir”) terbesar di Indonesia (sebagaimana klaim mereka dulu), yaitu www.salafy.or.id (sekarang sudah tidak begitu aktif lagi semenjak administrasi wesbite ini dihandle langsung oleh seorang ustadz di Malang, sehingga adminnya sudah tidak bisa bebas lagi melepaskan kekang ‘lisan’ dan ‘hasutan’ mereka), tentulah tidak asing dengan nama Abu Dzulqornain Abdul Ghafur al-Malanji. Orang ini dilihat dari tulisan-tulisannya menunjukkan sifat dan karakter ke’kanak-kanak’an sekali. Orang ini juga bukanlah seorang tholibul ilmi yang multazim, apalagi dikatakan ustadz. Pribadinya bagaikan bocah kecil yang masih ingusan, namun apabila mencela bagaikan tokoh ahli jarh wa ta’dil yang paling alim di seantero dunia.
Kegemarannya adalah memakan daging saudaranya sesama ahlus sunnah, (kecuali apabila orang ini sudah mentabdi’ semua orang yang dia cela secara sporadis maka lain ceritanya) hingga telah merasuk hingga ke sanubarinya. Oleh karena itu ‘bau mulut’ orang ini sudah menyebar ke mana-mana, bahkan ‘bau’nya disambut oleh hizbiyun yang bermaksud mengaduk di air keruh untuk menghantam dakwah salafiyah.
Kita bisa lihat, seorang fanatikus Hizbut Tahrir dari Malang yang berkedok dengan nama “Mujaddid” (baca : Mubaddil) yang melemparkan tuduhan-tuduhan kejinya terhadap dakwah salafiyah, tidak lepas dari merujuk kepada tulisan si Abdul Ghafur ini. Demikian pula seorang yang bekedok Abu Rifa’ al-Puari, seorang simpatisan HT yang tidak ketinggalan ikut ambil bagian di dalam menyerang dakwah ini. Semuanya hampir menukil tulisan si Abdul Ghafur yang penuh dengan sumpah serapah, makian, ejekan, celaan, kutukan, dan kata-kata kotor lainnya.
Seharusnya, Abdul Ghafur ini lebih menyibukkan diri dengan ilmu, menuntut ilmu dan berdakwah dengan cara yang hikmah dan hasanah. Jika merasa telah menjadi seorang alim ahli jarh terbesar di dunia, dan selalu terobsesi untuk menjarh serta senantiasa lapar untuk memakan daging para penuntut ilmu ahlus sunnah yang beribu-ribu kali –insya Alloh- jauh lebih baik dari dirinya, maka sebaiknya dia jarh sendiri dirinya dan memakan sendiri dagingnya, karena yang demikian ini lebih utama dan baik baginya.
Jika dia merasa bahwa dirinya adalah ahli jarh dan naqd (kritik) yang bertujuan membela dakwah salafiyah, maka hendaknya dia sibukkan pula dirinya dengan membantah syubuhat dan tuduhan-tuduhan kaum hizbiyun harokiyun kepada dakwah ini. Bukankah banyak di antara kaum hizbiyun yang mencela dakwah ini beserta ulamanya. Apakah Abdul Ghafur tidak pernah tahu tentang celaan syabab HT, kepada Syaikh al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, kepada Syaikh al-Albani, Syaikh Ibnu Baz dan ulama salafiyin. Apakah Abdul Ghafur tidak tahu akan celaan hizbiyun terhadap Syaikh Rabi’ bin Hadi, Syaikh Muhammad Aman al-Jami dls. Apakah Abdul Ghafur tidak tahu celaan Fauzan al-Anshori kepada dakwah salafiyah? Celaan Abu Rifa’ al-Puari, “al-Mujaddid”, Farid Nu’man, Ali Mustofa Ya’qub, Majalah Sunni milik kaum Ba’alawi, Majalah an-Najah milik kaum takfiriyun dan masih banyak lagi selain mereka…
Saya yakin saudara Abdul Ghafur pasti tahu –insya Alloh-. Namun adakah dirinya memberikan andil dan kontribusi di dalam membantah dan mengcounter syubuhat dan tuduhan mereka?!! Ataukah dia malah menyibukkan diri untuk membantah dan mencela saudara sendiri (kecuali apabila Abdul Ghafur sudah tidak lagi menganggap orang yang dia cela sebagai saudaranya lagi, wal’iyadzubillah). Bahkan tulisan-tulisannya dijadikan bumerang oleh para pembenci dakwah untuk menyerang dakwah ini. Subhanalloh.
Wahai Abdul Ghafur, lihatlah!!! Siapakah yang membela dakwah ini, ulamanya dan ahlinya dari makar ahlul bid’ah?!!
- Siapakah yang membantah tuduhan dusta Fauzan al-Anshori terhadap dakwah salafiyah ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah saudara kami, al-Ustadz Abu Abdirrahman Thayib, Lc.
- Siapakah yang membantah syubuhat dan tuduhan Farid Nu’man di dalam bukunya “Al-Ikhwanul Muslimin Anugerah yang terzhalimi”? Tidak lain dan tidak bukan adalah saudara kami, al-Akh Andi Abu Thalib al-Atsari.
- Siapakah yang membantah tuduhan Prof Ali Mustofa Ya’qub terhadap al-Muhaddits Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullahu? Tidak lain dan tidak bukan adalah saudara kami, al-Ustadz Yusuf Abu ‘Ubaidah as-Sidawi.
- Siapakah yang membantah tuduhan simpatisan dan fanatikus Hizbut Tahrir di dalam forum-forum, milis dan website mereka, semisal di Mujaddid dan Abu Rifa’ al-Puari???
- Dan masih banyak lagi lainnya…
Apakah kami berbangga-bangga dengan amal kami ini??? Wallohi tidak!!! Kami menyebutkan hal ini bukan untuk membanggakan diri! Namun untuk menunjukkan bahwa masih banyak tugas kita yang lebih urgen dan penting di dalam memperjuangkan dan membela dakwah mubarokah ini.
Dan kami menyebutkan ini bukannya menafikan bahwa Anda, saudara-saudara Anda atau ustadz-ustadz Anda tidak memiliki upaya yang seperti ini. Kami tidak menafikan apa yang dilakukan oleh al-Ustadz Abu Karimah di dalam membantah Habib Husein al-Habsyi dalam masalah tersihirnya Nabi. Sungguh, ini buku yang bermanfaat. Demikian pula beberapa tulisan al-Ustadz Abu Karimah yang mengoreksi tentang dzikir jama’I dan selainnya.
Sengaja kami hanya menyebutkan nama al-Ustadz Abu Karimah, karena hanya beliaulah yang kami ketahui memiliki buku-buku bantahan ilmiah terhadap ahlul bid’ah. Juga beliau memiliki bahasa yang ilmiah, beradab, sopan dan tegas. Berbeda dengan Anda, tidak memiliki sifat ilmiah, keras, tidak beradab dan tidak sopan.
Anehnya lagi, di tengah bulan ramadhan yang penuh berkah, dimana ketika itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam melarang kaum muslimin dari berkata keji dan kotor, si Abdul Ghafur ini melepaskan lagi ‘taring’ dan ‘bisa’ beracunnya, kali ini yang dizhalimi adalah Ustadzuna Abu ‘Auf bin Abdil Karim at-Tamimi raghmun unufihi. Tidak hanya itu, dia dengan beraninya menyematkan label “al-Kadzdzab’ kepada beliau hafizhahullahu. Celaan dan makiannya ini berangkat dari kebodohan, kegelapan di atas kegelapan, kedengkian, hawa nafsu, kezhaliman dan buruk sangka terhadap saudaranya sesama muslim (apalagi sesama ahlus sunnah).
Tulisan gelapnya ini disambut dengan gegap gempita oleh fanatikus juhala’ dari kalangan mereka, bahkan mereka mengklaim bahwa tuduhan Abdul Ghafur adalah haq, karena tidak ada bantahan dan klarifikasi sedikitpun terhadap risalahnya. Saya sebenarnya bermaksud untuk memberikan bantahan dan klarifikasi, namun Ustadzuna Abu ‘Auf menahan saya dan mengatakan bahwa tidak ada faidahnya membantah tulisan seperti sampah itu. Kemudian saya bersikeras kepada beliau, sembari menyatakan bahwa apabila tidak dijawab maka mereka akan semakin menjadi-jadi dan semakin besar kepala, karena mereka menyatakan diamnya kita adalah pertanda benarnya mereka… Maka al-Ustadz Abu ‘Auf menjawab dengan tegas dan beliau sampaikan pula pada pembukaan Dauroh Ilmiyah ke-3 (tahun 1424 H./2003 M.)…
“Janganlah sekali-kali seseorang menyangka bahwa diamnya ahlul haq dari penjelasan kebenaran yang terdapat pada mereka berarti pengecut. Atau jangan pula menyangka bahwa diamnya ahlul haq untuk menyingkapkan orang-orang yang menyelisihi mereka pertanda kelemahan, atau kesabaran mereka dari kewajiban mereka di dalam menerangkan dan memberi penjelasan pertanda kelesuan… tidak seribu kali tidak!!! Tetapi sikap mereka itu adalah sikap kedewasaan, sikap pengekangan jiwa dan sikap kesabaran atas atas orang yang menyelisihi agar kembali kepada kebenaran dan petunjuk…”
Beliau juga berkata : “Dan burung kecil sekalipun mengaku seperti burung elang tetaplah ia burung kecil, kedudukannya sekali-kali tidaklah akan diperhitungkan…”
Kemudian beliau tutup dengan menukil ucapan al-Imam Ibnul Qoyim al-Jauziyah di dalam Qashidah Nuniyah-nya sebagai berikut :
لا يفزعنك قعاقع وقراقع وجعاجع عريت عن البرهان
فالبهت عندهم رخيص سعره حثوا بلا كيل ولا ميزان
فاحمد إلهك أيها السني إذ عافاك من تحريف ذي البهتان
يا من يشب الحرب جهلا مالكم بقتال حزب الله قط يدان
وجنودكم ما بين كذاب ودجا ل ومحتال و ذي البهتان
أنى تقوم جنودكم لجنودهم وهم الهداة وناصرو الرحمن
Janganlah mengejutkanmu suara guntur, gemeretak
dan deruman yang kosong dari petunjuk
Karena kedustaan bagi mereka adalah sesuatu yang murah harganya
Seperti pemberian sedikit yang tidak ternilai oleh neraca dan timbangan
Maka pujilah Alloh wahai sunni
Karena Dia telah menyelamatkanmu dari penyimpangan si pendusta itu
Wahai orang yang memprovokasi untuk memerangi ahlus sunnah lantaran kebodohan
Kalian tidak mempunyai dua tangan untuk memerangi golongan Alloh sama sekali
Dan tentara-tentara kalian adalah dari golongan para pendusta,
para dajjal dan penipu
Bagaimana mungkin tentara-tentara kalian mampu menghadapi tentara-tentara hizbullah
Yang mana mereka adalah pemberi petunjuk dan penolong-penolong Alloh
[4] Beliau mentazkiyah yayasan ini terakhir kali pada tanggal 6-5-1418 menjelang wafatnya beliau. Barangsiapa yang mengatakan bahwa beliau ruju’ dan menasakh ucapannya ini, maka dia telah berdusta dan haruslah menunjukkan keterangannya. (Lihat Syahadatul Muhimmah dan al-Hatstsu oleh al-‘Allamah al-‘Abbad, melalui perantaraan “lerai Pertikaian”, cet. I, hal. 227.)
[5] Beliau mentazkiyah yayasan ini terakhir kali pada tanggal 25-5-1418 menjelang wafatnya beliau. (lihat “lerai” hal. 227)
[6] Syaikh Fauzan menasehatkan untuk tidak bersikap keras terhadap Jum’iyah ini, tidak mentahdzir-nya dan mencukupkan diri dengan memberikan nasehat dan ucapan yang baik terhadap mereka. Beliau juga memberikan taqdim terhadap kitab al-Mubin li Manhaji Jum’iyah at-Turots al-Kuwaitiyah as-Salafiyah. Beliau hafizhahullahu berkata :
أنا أوصي جميع إخواني وخاصة الشباب والطلبة أن يشتغلوا بطلب العلم الصحيح سواء كانوا في المساجد أو في المدارس أو في المعاهد أو في الكليات أن يشتغلوا بدروسهم وبمصالهم ويتركوا الخوص في هذه الأمور لأنه لا تأتي بخير وليس من المصلحة الدخول فيها...
“Saya wasiatkan kepada seluruh saudara-saudaraku, khususnya kepada para pemuda dan penuntut (ilmu) agar menyibukkan diri dengan menuntut ilmu yang benar, baik di masjid, sekolah, ma’had ataupun di perkuliahan, agar mereka senantiasa menyibukkan diri dengan pelajaran mereka dan kemanfaatan bagi mereka. Juga supaya mereka meninggalkan menyelami pembahasan di dalam perkara ini, karena hal ini tidaklah mendatangkan suatu kebaikan dan tidaklah bermanfaat masuk ke dalam pembahasan ini…” (Muhadhorot fil Aqidah wad Da’wah oleh Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan (III/332); melalui perantaraan Daf’u Zhulm wa Iftiroo`aat Fauzi al-Jadidah oleh DR. Abdullah al-Farsi dalam http://alsaha.fares.net/sahat?128@78.azDzf2mcKjZ.o@.1dd3e122)
[7] Lihat “lerai” hal. 225.
[8] Ibid. hal. 217 dan 225.
[9] Dahulu beliau termasuk orang yang keras mentahdzir Ihya’ut Turots, namun setelah beliau bertemu dengan ulama senior semisal Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan, Syaikh al-Abbad dan Syaikh Shalih bin Ghanim as-Sadlan, beliau akhirnya berubah sikap mau berta’awun dengan yayasan ini. Beliau berkata :
وفضيلة الشيخ الفوزان هو الذي نصحني شخصيا عندما زرته في مكتبة بالإفتاء قبل أكثر من سبعة سنوات و سألته عن سبب تقديمه للكتيب المبين لمنهج جمعية احياء التراث الكويتية السلفية بترك الشدة على الجمعية والتحذير منها والإكتفاء بالنصيحة والقول الحسن معهم. وقد نصحني قبل ذلك أيضا فضيلة الشيخ صالح السدلان وفقه الله ونحن في الطائرة في طريقنا للمشاركة في مؤتمر اسلامي...
“Dan Fadhilatus Syaikh al-Fauzan, beliaulah yang menasehatiku secara pribadi ketika aku mengunjungi beliau di Maktabah (Perpustakaan) al-Ifta’ kurang lebih tujuh tahun yang lalu, dan aku menanyakan kepada beliau sebab beliau memberikan taqdim (kata pengantar) terhadap sebuah kitab kecil yang menjelaskan tentang manhaj Jum’iyah Ihya’ut Turots al-Kuwaitiyah as-Salafiyah, dan beliau menasehatkanku agar meninggalkan kekerasan terhadap jum’iyah dan dari mentahdzirnya serta mencukupkan diri dengan nasehat dan ucapan yang baik terhadap mereka. Aku juga telah dinasehati sebelumnya oleh Fadhilatus Syaikh Sholih as-Sadlan wafaqohullahu dan kami saat itu sedang berada di atas pesawat hendak menuju untuk mengikuti sebuah mu’tamar Islami…” Lihat Daf’u Zhulm (op.cit).
[10] Sebagaimana di dalam risalah beliau Rifqon dan al-Hatstsu.
[11] Rekomendasi terakhir beliau adalah pada tanggal 11-8-1421. lihat “lerai” hal. 224 dan 227.
[12] Rekomendasi terakhir beliau adalah pada tanggal 24-10-1423. (ibid. hal. 224 dan 227).
[13] Ibid. hal. 224
[14] Ibid, hal. 225
[15] Sebagaimana di dalam Daf’u Zhulm (Op.Cit.)
[16] yaitu masalah kondisi yayasan ini yang para ulama berbeda pendapat tentangnya, ada yang menyatakan sebagai yayasan hizbiyah dan haram bekerja sama dengannya secara mutlak, ada yang menvonis hizbi namun tidak mutlak mengharamkan kerja sama dengannya, dan ada pula yang menyatakan kebolehannya secara mutlak dan mentazkiyah-nya
[17] Lihat Bayanud Dalil ‘ala Buthlanit Tahlil karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 210; melalui perantaraan artikel berjudul Qouluhum inna Masa`ilal Khilaf La Inkara Fiha Laysa Bishahih, www.dorar.net.
[18] Lihat I’lamul Muwaqqi’in karya Imam Ibnul Qoyyim, Juz III hal. 300; melalui perantaraan (ibid.)
[19] Inilah pendapat yang dipegang oleh para du’at dan asatidzah munshifin, semisal al-Ustadz Abu ‘Auf at-Tamimi dan staf pengajar Ma’had Ali Al-Irsyad as-Salafi, sikap al-Ustadz ‘Aunur Rafiq Ghufran dan staf pengajar Ma’had Al-Furqon al-Islami, sikap al-Ustadz Muhammad Arifin Baderi dan rekan-rekan beliau di Madinah, dan selain mereka. Sikap mereka ini hafizhahumullahu adalah sikap yang wasath dan adil. Yang mana mereka tidak fanatik terhadap salah satu dari dua pendapat ulama yang bersebarangan, antara yang memuji dan mencela.
Rabu, 25 Februari 2009
Kerjasama dengan Ihya’ut Turats)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Celaan dengan dalil dan penjelasan yang terperinci seharusnya di dahulukan dari pada pendiaman atau pembolehan dengan hanya dengan dalil kebaikan..
BalasHapus