Nasehat Dan Fatwa Jihad
Selasa, 5 Desember 2006 01:30:53 WIB
Halaman ke-1 dari 2
NASEHAT DAN FATWA JIHAD
Oleh
Syaikh Shalih bin Sa’ad As-Suhaimi Al-Harby
Segala puji milik Allah, kita memuji, meminta tolong dan mohon ampunan kepadaNya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan amalan kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tiada yang dapat menunjukinya.
Saya bersaksi tiada yang berhak untuk diibadahi semata-mata karena Allah, tiada sekutu bagiNya. Dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Semoga shalawat dan salam serta berkah Allah senantiasa (dilimpahkan) kepadanya, kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kepada orang-orang yang mengikuti langkah serta berjalan di atas manhajnya, mengikuti cara dan sunnah-sunnahnya hingga hari kiamat.
Adapun selanjutnya :
Sesungguhnya saya ingin menasehati saudara-suadara kaum muslimin di Indonesia dengan beberapa nasehat, dan saya berharap semoga saya ikhlas dalam nasehat ini serta semoga tujuan nasehat ini pun adalah wajah Allah dan kampung akhirat.
Dalam nasehat ini saya mengajak diri saya dan kaum muslimin untuk selalu bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan tersembunyi atau terang-terangan, baik atau buruk, senang atau susah. Sebab bertakwa kepada Allah merupakan penyebab segala kebaikan.
Saya juga berwasiat agar berpegang teguh kepada tali Allah yang kokoh, saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan berpegang teguhlah kamu dengan tali Allah dan janganlah berpecah-belah (berfirqah-firqah)” [Ali Imran : 103]
Dan firman Allah
“Artinya : Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” [Al-Maidah : 2]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Seorang muslim dengan muslim lainnya saling mengokohkan sebagian atas yang lainnya” [1]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Perumpamaan kaum muslimin dalam berkasih sayang dan saling mencintai serta lemah lembut sesama mereka, bagaikan satu tubuh, apabila sebagian sakit maka anggota lainnya akan merasakan sakit” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Dan juga saya mewasiatkan kepada kaum muslimin agar mengembalikan setiap sesuatu yang diperselisihkan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Firman Allah
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri (ulama dan umara) diantara kalian. Dan jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir, yang demikian itulah yang paling baik akibat dan akhirnya” [An-Nisa : 59]
Semuanya ini tidak mungkin terjadi, kecuali dengan mengembalikan (perselisihan tersebut, pent) kepada ulama umat ini dan kepada pemahaman Salafus shalih.
Allah berfirman
“Artinya : Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)” [An-Nisa : 83]
Firman Allah
“Artinya : Maka bertanyalah kepada ahli ilmu apabila kalian tidak mengetahui” [An-Nahl : 43, Al-Anbiya : 7]
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka (tentang agama) agar dapat memberikan peringatan kepada kaumnya ketika mereka kembali, agar supaya mereka dapat menjaga dirinya” [At-Taubah : 122]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya ilmu itu adalah dengan belajar dan sifat santun itu adalah dengan belajar untuk sopan santun” [Hadits Hasan Riwayat Ad-Daruquthni dalam Al-Afrad dan Khathib Al-Bagdadi dari Abu Hurairah juga oleh Khathib Al-Bagdhadi dari Abu Darda (Lihat As-Shahihah no. 342)]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Hendaklah ilmu itu dibawa oleh orang-orang yang adil pada setiap generasi, yang akan memberantas penyimpangan pada orang-orang yang ghuluw (berlebihan) dan memberantas jalan orang-orang yang batil serta ta’wil orang-orangyang bodoh” [Hadits Hasan lihat Tasfiyah wa Tarbiyah hal.24 karya Syaikh Ali Hasan]
Maka kewajiban para pemuda adalah untuk kembali kepada ulama Rabbani yang selalu memutuskan sesuatu dengan hak dan senantiasa berbuat adil.
Hendaklah mereka memilih para ulama yang betul-betul berjalan di atas petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mengikuti beliau (dalam) perkataan, amalan atau iti’qad.
Senantiasa berpatokan di atas nash-nash syar’i dalam menerima fatwa yang datang dari mereka. Khususnya dalam masalah-masalah yang penting atau masalah-masalah yang memerlukan ketelitian pandangan atau ijtihad diatas bimbingan cahaya nash-nash syar’i seperti masalah Jihad. Karena kita ini hidup di zaman yang penuh dengan omong kosong dan banyaknya orang yang berani berfatwa tanpa ilmu, banyak yang mengaku sebagai ahli ilmu, serta banyaknya yang berani mentakwil nash-nash syar’i dan mempermainkannya sesuai dengan kehendak dan fikiran-fikiran yang rusak untuk memperkuat bid’ah, mengikuti hawa nafsu mereka atau karena sebuah kepentingan.
Tidak diragukan lagi bahwasanya jihad tetap ada sampai hari Kiamat dan hendaklah kaum muslimin tetap berusaha menegakkannya dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang mati dan tidak pernah berjihad atau tidak pernah berniat dalam hatinya untuk berjihad, maka ia mati di atas cabang kemunafikan” [Hadits Riwayat Muslim kitab Al-Imarah]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Tidak satu pun kaum yang meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali mereka hina”.
Jihad tetap disyariatkan bersama pemimpin kaum muslimin yang baik atau yang jahat sehingga Allah mewariskan bumi dan apa-apa yang di dalamnya (kepada kaum muslimin).
Akan tetapi manusia pada zaman ini terbagi menjadi beberapa (golongan) dalam masalah jihad.
Sebagian mereka mengatakan bahwasanya kewajiban jihad itu sudah tidak ada lagi yang ada hanya jihad melawan hawa nafsu, (mereka) membodoh-bodohi masyarakat dengan hadits-haditspalsu atu dusta seperti.
“kita telah kembali dari jihad yang kecil kepada jihad yang benar”.
Yang mereka maksud dengan jihad yang kecil adalah jihad melawan musuh-musuh Islam dan yang mereka maksud dengan jihad yang besar ialah jihad melawan hawa nafsu, (padahal ,-pent). Jihad yang mana lagi yang lebih besar daripada seorang muslim yang mengorbankan jiwanya di jalannya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk meninggikan kalimat Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Inilah pendapat sebagian orang-orang sufi dan sebagian jama’ah yang muncul pada zaman ini, mereka mengajak manusia melancong mengatas namakan dakwah kepada Allah tanpa ilmu dan pemahaman terhadap agama Allah. Bahkan mereka hanya berjalan-jalan kesana kemari sepanjang tahun tanpa merealisasikan sedikitpun hal-hal yang berarti, khususnya yang berhubungan dengan perbaikan aqidah dan faktor-faktor yang dapat merusaknya berupa syirik, bid’ah atau maksiat.
Dan ada lagi kelompok yang menamakan sesuatu dengan jihad padahal ia bukan jihad. Mereka membunuh kaum muslimin dimana-mana dan menyalakan api peperangan dalam negeri kaum muslimin sendiri dengan mengatas namakan jihad. Bahkan mereka beranggapan bahwasanya negeri kaum muslimin adalah negeri yang pantas untuk diperangi sebab di dalamnya terdapat maksiat-maksiat atau penyelewengan-penyelewengan dan tidak berhukum kepada hukum Allah kecuali negeri yang dirahmati Allah seperti kerajaan Saudi Arabia sekarang ini, yang alhmadulillah masih berhukum syari’at Allah pada seluruh aspek kehidupan.
Kelompok yang menamakan jihad pada sesuatu yang bukan jihad, yang menghalalkan darah kaum muslimin dan harta mereka dan menghancurkan kekuatan dan sumber kehidupan mereka bahkan tempat-tempat penting mereka, apa-apa yang mereka lakukan ini membuat orang ragu terhadap niat kelompok ini yang kemungkinan ditunggangi oleh kelompok-kelompok Zionis atau Freemansonry maupun kelompok yang berbahaya lainnya yang ingin mengadu domba kaum muslimin.
Dan ada lagi kelompok yang dengan beraninya memfatwakan kewajiban jihad dengna hukum fardhu ‘ain terhadap setiap muslim, meskipun jumlah kaum muslimin tidak memadai, tanpa persiapan yang cukup, tanpa kekuatan ataupun Imam yang memimpin jihad tersebut.
Fatwa ini jauh sekali menyimpang dari manhaj yang haq dan nash-nash syar’iyah yang menerangkan batasan-batasan jihad.
Sebagaimana yang telah saya terangkan, bahwasanya jihad tetap ada sampai hari kiamat sehingga Allah mewariskan bumi dan apa yang ada di dalamnya (kepada kaum muslimin).
Jihad menjadi fardhu ‘ain kepada setiap kaum muslimin apabila : “Imam memerintahkannya, khususnya ketika negeri kaum muslimin diserang atau dijajah, dan kaum muslimin memiliki kekuatan serta adanya panji Islam yang berkibar dan jelas adanya maslahat daripada jihad tersebut, seperti ; tidak terjadi perkara yang lebih rusak atau sama (kerusakannya) yang memudharatkan Islam dan kaum muslimin dan kaum muslimin dalam keadaan bersatu padu”
Jika tidak terdapat syarat-syarat ini maka hukum jihad adalah fardu kifayah. Hukum jihad fardhu kifayah atau fardhu ain sesuai dengan keadaan tertentu.
Jihad menjadi fardhu kifayah apabila tujuannya untuk menolong dakwah di luar negeri kaum muslimin yang mana Imam tidak mewajibkan kepada setiap orang tetapi hanya mengajurkan secara umum.
Apabila keadaan seperti ini maka jihad adalah fardhu kifayah yang berarti jika sebagian telah menunaikannya maka gugurlah (kewajiban) yang lainnya.
Adapun jika seorang imam mewajibkan kepada kaum muslimin sedangkan kaum muslimin memiliki kekuatan, jumlah mencukupi, persiapan matang yang besar kemungkinan akan menang dalam peperangan itu, maka jihad seperti ini hukumnya menjadi fardhu ‘ain.
Jumat, 31 Juli 2009
Nasehat Dan Fatwa Jihad
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar