Menggugat Demokrasi - Sistem Demokrasi Selaras Dengan Islam?
3 Juni 08 oleh Abu Umar
Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam
Orang yang menyelisihi kami tidak menjawab dengan mantap ketika mereka ditanya : “Mengapa kalian menerima demokrasi?”
Kadang mereka menjawab :
“Demokrasi di negeri kami sama artinya dengan ‘syura’. Di dalam Al Quran sendiri ada surat yang bernama Asy Syura dan Allah Ta’ala berfirman :
“Bermusyawarahlah mereka dalam urusan itu.”
Dan Allah juga berfirman :
“Dan perkara mereka dengan musyawarah di antara mereka.”
Kadang mereka mengatakan demokrasi itu ada dua macam, pertama demokrasi yang menyelisihi syariat dan kami mengingkarinya. Sebab demokrasi semacam ini merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan hukum kepada rakyat bukan kepada Allah. Yang kedua demokrasi yang sesuai dengan syariat yaitu hak umat untuk memilih pemimpinnya, mengawasi mereka, mengangkat mereka dan memecat mereka. Yang kedua ini kami beriman padanya dan kami berupaya untuk mengabdi Islam dari sisi ini. ]
Kali lain mereka mengatakan : “Kami semua dalam kondisi terpaksa!”
Atau mereka mengatakan demokrasi diambil dengan mengikut kaidah (mengambil) bahaya yang paling ringan.
Yang tergambarkan dalam berbagai contoh-contoh logis –walaupun dipaksakan– yaitu sampaikanlah dan jangan pernah merasa ragu. Saya hanya ingin menyingkap tabir dari jawaban berikut ini berupa hal-hal yang serba menakjubkan.
Adapun jawaban yang pertama dan dua jawaban yang lainnya telah berlalu penjelasannya. Sedangkan ucapan mereka bahwa demokrasi selaras dengan Islam dari satu segi atau selaras dengan Islam secara global mereka berdalil bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak mengangkat penggantinya sementara Abu Bakar mengangkat penggantinya yakni Umar. Dan Umar mengangkat penggantinya yang terdiri dari enam orang dan sepakat untuk memilih salah satu dari enam orang tersebut.
Saya katakan, kalaulah kita terima bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah mengeluarkan isyarat tentang kekhilafahan Abu Bakar setelahnya tentu orang yang paham akan mengerti dan orang yang bodoh tetap akan bodoh.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Allah dan orang-orang yang beriman menolak semua calon pengganti Nabi kecuali Abu Bakar.”
Dan beliau juga bersabda :
“Berikan kepadaku suatu kitab untuk saya tulis kepada kalian. Kalian tidak akan sesat setelahku dan agar tidak mengangan-angankannya dan seterusnya … .”
Kalaulah benar bahwa Rasulullah tidak mengangkat pengantinya, manakah pendalilan atas celah perselisihan dari apa yang telah kalian sebutkan?
Kami bertanya, apakah umat memiliki hak untuk memilih penguasanya dengan cara apa saja meski menyelisihi Al Quran, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan Sunnah?
Jika kalian mengatakan iya maka jelaslah siapa sesungguhnya kalian dan manusia akhirnya mengetahui pemikiran kalian yang rusak. Maka dalil-dalil ini terarah kepada kalian maka runtuhlah kebatilan ini dan kokohlah pancang-pancang kebenaran.
Jika kalian mengatakan tidak maka umat tidak memiliki hak untuk memilih penguasanya kecuali dengan cara yang syar’i dan benar atau minimal dengan cara yang tidak ada larangannya dalam syariat.
Kami katakan, dari sini usailah perselisihan dengan disebutkannya dalil-dalil yang begitu banyak yang menunjukkan kebatilan sebagian perkara ini. Sesungguhnya sebagian perkara tersebut merupakan cabang dari pohon yang busuk. Bahkan pemilu merupakan akar dari demokrasi dan merupakan tangga yang dipakai untuk memperbudak manusia sebagian atas sebagian yang lain dengan cara mengikuti apa yang dihalalkan oleh para anggota dewan dan meninggalkan yang diharamkan oleh mereka.
Allah telah mencela orang yang menjadikan ulama dan ahli ibadah sebagai pembuat hukum selain Allah. Allah berfirman :
“Mereka telah menjadikan pendeta dan pastur mereka sebagai rabb-rabb selain Allah.”
Lalu bagaimana para pencari kayu bakar pada malam hari (Maksudnya, orang mencari sesuatu namun dia tidak mempunyai pengetahuan tentang yang dicarinya (asal ambil). (Pent.)) membuat hukum dari selain Allah? Maha suci Allah, ini adalah kedustaan yang besar! Adapun kalau dikatakan “terpaksa” sudah dimaklumi hal ini ada syarat-syaratnya maka terpenuhikah syarat-syarat tersebut pada kalian? Begitu pula tentang kaidah “mengambil mudharat yang terkecil” apakah telah kalian jaga batasan-batasan yang telah dijelaskan Ahlul Ilmi dan semuanya ini akan datang jawabannya dengan rinci pada tempatnya, Insya Allah.
Adapun terhadap contoh-contoh yang logis maka jawabannya ialah bahwa akal yang sehat tidak akan menyelisihi penukilan (dalil) yang shahih seperti yang telah dijabarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya yang tidak tertandingi, Dar’u Ta’arudh Al Aql wan Naql dan seandainya dengan akal dikatakan cukup tentulah Allah Azza wa Jalla tidak mengutus Rasul-Nya dan menurunkan Kitab-Kitab-Nya.
(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net
Rabu, 01 April 2009
Menggugat Demokrasi - Sistem Demokrasi Selaras Dengan Islam?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar