Menggugat Demokrasi - Kami Tidak Ingin Memberi Peluang Kepada Musuh!
3 Juni 08 oleh Abu Umar
Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam
“Kami tidak ingin memberi peluang kepada musuh dari kalangan sekuler, sosialis, dan lain-lain.”
Jawabannya :
Kami juga tidak menginginkan musuh-musuh Allah mempunyai jalan untuk menyerang orang-orang Mukmin namun kami katakan kepada saudara-saudara sekalian apa yang kalian telah persiapkan untuk tindakan ini? Jika kalian mempergunakan sarana yang sama dengan mereka dan kalian tunduk kepada UU mereka maka kalian tidak dapat memperoleh sesuatu pun kecuali dengan banyak mengalah dan mengalah lagi. Kadang mereka mengatakan, kami berambisi untuk mencapai mayoritas suara majlis perwakilan. Anggaplah kalau kalian telah mencapai jumlah mayoritas lantas apakah kalian boleh untuk menerapkan hukum dengan hukum mayoritas? Jawabannya : Tidak boleh!
Sungguh kita telah mendengar paduan suara semacam ini yakni bagaimana mungkin kita memberi peluang kepada musuh? Apakah kalian suka dikuasai oleh orang-orang sekuler atau sosialis atau yang lainnya? Mereka melarang kalian untuk mengajar, berdakwah ilallah dan menghalangi Islam? Kenyataan menegaskan kepada kita bahwa koor mereka ini merupakan bentuk kampanye untuk pemilu kalau tidak maka apa hasil yang telah dicapai selama 60 tahun ini?
Sungguh mereka telah mencapai suara mayoritas di MPR seperti di Pakistan, Turki, Yordania, Kuwait, Yaman dan lainnya. Namun tidak pernah terjadi bahwa mereka mengubah sistem jahili, melawan para musuh dan bahkan sebaliknya mereka berkhidmat terhadap musuh dan berkoalisi dengan mereka di kebanyakan negara. Ini terang sekali laksana terangnya matahari di siang bolong. Adapun kami, sungguh tidak suka dikuasai oleh siapapun kecuali orang-orang shalih. Jika tidak ada orang yang shalih dan sulit terwujud yang demikian ini maka kami bersabar terhadap penguasa yang ada. Kami nasihatkan mereka dengan Al Quran dan As Sunnah, jika mereka memerintahkan dengan kemaksiatan kami tidak memaki mereka. Kami ingatkan mereka tentang balasan-balasan Allah terhadap umat-umat terdahulu. Tatkala mereka mempopulerkan kemaksiatan serta memerangi Allah dengan manhaj dan konsepnya.
Kami ingatkan mereka bagaimana Allah telah merobohkan umat terdahulu, melenyapkan kekuasaan mereka, dan membuat musuh menguasai mereka. Kemudian musuh pun merampas apa yang ada dengan tangan mereka lalu menimpakan kepada mereka bencana yang sangat dahsyat. Kami bukanlah tipe orang yang mengandalkan semangat bukan pula orang yang suka membikin keributan yang suka memunculkan madharat yang lebih besar daripada manfaat. Bukan pula orang yang suka mengetuk pintu-pintu (mengais rizqi di hadapan) penguasa. Dan juga bukan termasuk orang yang suka meminta-minta kepada mereka. Kami tidaklah menganggap sah penyimpangan mereka dari shirathal mustaqim.
Seperti inilah dahulu manhaj Salaful Umat yang sebenarnya. Namun kita pada zaman sekarang ini telah mendapatkan banyak ujian dengan kaum-kaum yang jika diberi sesuatu oleh penguasa berupa dunia dan pekerjaan mereka pun ridha. Lalu mengatakan penguasa tersebut lebih baik daripada yang lainnya. Tatkala mereka tidak diberi oleh penguasa, mereka pun marah, berlindung ke masjid- masjid, naik mimbar untuk mengkafirkan pemerintah, menyerukan dan memprovokasi untuk berjihad melawan mereka. Apabila kami mendakwahi mereka agar bermanhaj Salaf –yang memerintahkan untuk menasihati penguasa dan tidak mengekspos kezaliman mereka– maka komentar mereka : “Itulah para kacung penguasa!”
Saya tidak tahu, demi Allah siapa yang paling pantas menyandang sifat ini? Apakah orang yang menghindar dari majelis mereka (para penguasa) ataukah orang yang berdiri di pintu-pintu mereka pada pagi dan sore hari.
(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: www.assunnah.cjb.net)
Rabu, 01 April 2009
Menggugat Demokrasi - Kami Tidak Ingin Memberi Peluang Kepada Musuh!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar