Menggugat Demokrasi - Kami Masuk Ke Dalam Pemilu Karena Darurat!
3 Juni 08 oleh Abu Umar
Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam
Darurat berasal dari kata dharar yang berarti bahaya. Adapun secara istilah, berkata Az Zarkasi : “Darurat adalah sampainya kepada batasan, jika tidak menunaikan yang terlarang niscaya akan binasa atau hampir binasa.”
Istilah ini adalah yang banyak dijumpai dalam kaidah-kaidah ilmu fiqih. Adapun selain Az Zarkasi berpendapat bahwa darurat berarti datangnya satu keadaan pada manusia berupa kesulitan, bahaya, dan kesusahan yang ia takut atau khawatir terjadinya sesuatu yang membahayakan atau menyakiti jiwa dan anggota badan, kehormatan, akal, dan harta serta yang menyertainya.
Sepantasnya pada saat seperti ini diperbolehkan untuk melakukan perbuatan yang haram atau meninggalkan yang wajib atau menunda amalan wajib dari waktu pelaksanaannya. Ini semua dilakukan demi menolak bahaya yang mungkin timbul sesuai dengan sangkaan yang kuat secara syar’i. Ini adalah definisi yang paling mencakup tanpa perlu tambahan lagi.
Saya katakan, dalam hal ini ada perbedaan antara “darurat” dan “maslahat”. Maslahat lebih umum dan darurat lebih khusus. Darurat terjadi pada saat yang genting dan dikhawatirkan muncul bahaya sebagaimana kamu lihat.
Al Quran menjelaskan tentang pengertian “darurat”, Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah : 3)
Makanan yang diharamkan ini boleh dimakan dalam kondisi yang sangat lapar yang dikhawatirkan bisa membinasakan jiwa seseorang.
Allah telah menjadikan syariat-Nya atas dasar kemudahan. Dan Dia telah menghilangkan berbagai kesulitan dalam banyak lapangan hukum. Tentu tidak cukup waktu untuk menyebutkan semuanya.
Kami katakan di sini, kedaruratan apa yang telah menyebabkan para pendukung pemilu menempuh cara ini? Mereka mengatakan :
“Kami terpaksa. Jika kita tidak ikut pemilu maka mereka akan membabat jenggot- jenggot kita, melarang kita menegakkan Islam, melarang kaum Muslimin mengerjakan shalat di masjid-masjid, mengajarkan Al Quran serta tidak mengizinkan khutbah dan ceramah.” Dan lain-lain dari perkataan mereka.
Di sisi lain, disyariatkannya hukum darurat adalah dalam rangka menghilangkan bahaya. Persoalannya apakah bahaya yang menimpa kaum Muslimin akan lenyap dengan berkecimpungnya kalian ke dalam parlemen?
Jika mereka menjawab iya maka ini tidak benar.
Contoh pada masa akhir pemerintahan Presiden Anwar Sadat, puluhan ribu orang Muslim dipenjarakan padahal di parlemen Mesir banyak terdapat wakil rakyat dari kalangan kaum Muslimin. Mereka tidak mampu berbuat sesuatu pun! Begitu juga di Sudan tatkala Numeiri menangkapi para aktivis Islam. Di antara para aktivis Islam yang ditangkap terdapat penasihat-penasihat elit kekuasaan. Namun mereka semua tidak sanggup berbuat sesuatu pun. Jadi kondisi kaum Muslimin ya tetap seperti itu dan masuknya mereka ke parlemen hanyalah memperburuk keadaan di berbagai tempat. Meski kadangkala ada juga yang mengurangi keburukan .
Jadi perkara yang pertama tadi (bertambahnya keburukan) menggugurkan argumentasi mereka karena hukum “darurat” disyariatkan demi melenyapkan bahaya (dan bukannya menambah bahaya). Demikianlah 60 tahun telah berlalu. Dengan ucapan-ucapan ini malah kami dapati keadaan kaum Muslimin kian memburuk dari hari ke hari demikian pula perilaku orang-orang yang mengucapkan itu sendiri.
Tampaknya saudara-saudara kita semoga Allah memaafkan mereka, berdiri di beberapa parit. Jika mereka dikepung dalam satu parit mereka berteriak dari parit yang lain. Pertama-tama dari itu semua adalah syura (musyawarah) kemudian al mashlahat al mursalah lalu “memilih bahaya yang paling ringan” kemudian “darurat dan keterpaksaan”. Manakala semua ini tidak bermanfaat bagi mereka maka mereka pun tersudut dan melontarkan pertanyaan : “Apa yang kalian inginkan untuk kami perbuat? Apakah kamu ingin kita memberi angin kepada musuh-musuh Islam?”
Mereka memaparkan contoh-contoh logika yang tidak tepat padahal akal yang shahih tidak bertentangan dengan wahyu yang shahih. Sebagaimana dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Bukti-bukti barangsiapa yang tidak mengambil manfaat dengan kenyataan sosial yang dialami kaum Muslimin di majlis-majlis perwakilan sejak lebih dari setengah abad yang silam maka ia pun tidak akan peduli dengan dalil-dalil yang tadi disebutkan semuanya kecuali bila Allah Azza wa Jalla menghendaki. Allah-lah tempat mengadu.
Adapun perkataan kalian : “Apabila kami tidak menuruti mereka, mereka akan membabat jenggot-jengot kami.”
Maka jawabannya : “Sudah dimaklumi bahwa Allah Azza wa Jalla menjadikan perseteruan antara al haq dan bathil, terkadang Allah menguasakan pembela kebatilan terhadap pembela al haq dan yang wajib bagi pembela al haq adalah bersabar dan tidak boleh bagi mereka mengupayakan cara-cara yang tidak syar’i untuk melumpuhkan musuh.”
Rabu, 01 April 2009
Menggugat Demokrasi - Kami Masuk Ke Dalam Pemilu Karena Darurat!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar