Wahai Mujahidin !!!
Sebuah Nasehat dan Klarifikasi bagi Mujahidin yang salah langkah
Oleh : Ustadz Abdurrahman bin Thoyib
di Post Abu Usamah Sufyan Al Atsari Al Bykazi
Dari Hudzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda : “Akan muncul sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak menelusuri jejakku (petunjukku) dan tidak mengikuti sunnahku dan akan muncul pula diantara mereka orang-orang yang berhati setan dalam tubuh manusia. Aku berkata : Wahai Rasulullah apa yang harus saya perbuat jika saya menemui hal tersebut ? Beliau menjawab : Engkau wajib mendengar dan taat kepada pemimpin tersebut meskipun dia memukul punggungmu dan merampas hartamu, dengar dan taatilah“. [HR.Muslim no.4762 dengan Syarah Imam Nawawi]
Didalam hadits ini dengan jelas dan gamblangnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada umatnya terutama para Mujahidin, bagaimana menyikapi para penguasa yang tidak berhukum dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ataupun tidak menjalankan syariat Islam dan dia pun menyimpang dari sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan kepada umatnya agar tetap mendengar serta taat kepada sang penguasa dalam hal yang ma’ruf bukan maksiat, meskipun penguasa tersebut berbuat dzalim seperti merampas harta rakyat (korupsi) ataupun berbuat aniaya.
Seorang muslim yang telah mengikrarkan syahadat “Wa anna Muhammadan Rasulullah” tidak selayaknya untuk menyelisihi hadits/ajaran Nabi diatas ini, meski pahit rasanya tapi Insya Allah akibatnya akan baik, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya : “…. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.An-Nisa’ : 59)
Wahai Mujahidin yang ingin menegakkan kalimatullahi (agama Allah), dengarkan nasehat dari Rasulullah ini ! Pahamilah dengan baik sabda beliau ini ! Janganlah kalian mengikuti hawa nafsu atau semangat yang membara untuk berjihad tapi buta dari petunjuk Al-Qur’an dan sunnah ! Wahai saudaraku Mujahidin, pejuang Islam, ingat dan ketahuilah bahwa niat dan tujuan yang baik haruslah dijalankan dengan cara yang baik pula yaitu mengikuti sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan jalannya para sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
Artinya : “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan (ibadah) yang tidak sesuai dengan sunnahku maka amal tersebut tertolak”. (HR.Muslim)
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ
Artinya : “Wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa’ Ar-rosyidin yang mendapatkan petunjuk dan gigit eratlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian”. (HSR.Abu Dawud)
Wahai Mujahidin, janganlah engkau memberontak kepada penguasa yang dzalim karena hal itu telah dilarang oleh Nabi kalian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dari Ubadah bin Shomit Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah menyeru kami untuk membaiat beliau, diantara isi baiat tersebut adalah kami selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin kaum muslimin) baik kami dalam keadaan suka maupun benci, dalam keadaan susah maupun senang dan agar kami mendahulukan hak mereka serta tidak memberontak kepada mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah tentangnya”.[ HR.Muslim no.4748 dengan Syarah Imam Nawawi]
Perlu kalian ketahui bahwa masalah takfir/pengkafiran tidak semudah membalikkan telapak tangan. Imam Al-Qurthubi Rahimahullahu mengatakan :
“Pemikiran takfir itu sangat berbahaya sekali, banyak manusia yang terjerumus kedalamnya hingga mereka jatuh berguguran. Adapun para ulama mereka berhati-hati sekali dalam masalah ini hingga mereka itu selamat, dan tidak ada yang sebanding dengan keselamatan dalam perkara ini”. [Al-Mufhim 3/111 oleh Imam Qurthubi]
Dan seandainya kita dapati seorang pemimpin mengucapkan suatu ucapan kufur atau melakukan perbuatan kufur, tidaklah boleh kita langsung menvonisnya kafir dan menyeru manusia untuk memberontak hingga terpenuhi syarat-syarat takfir dan hilang darinya pencegah-pencegah takfir. Lihat dan ambillah pelajaran dari sejarah ulama salaf seperti Imam Ahmad Rahimahullahu yang tidak mudah mengkafirkan maupun memberontak kepada penguasa dizamannya yang dengan jelas-jelas mengucapkan ucapan kufur bahkan memaksa para ulama untuk mengikuti kekufurannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata :
“Yang benar dari Imam Ahmad dan para Imam Ahlus Sunnah yang lain adalah pengkafiran kelompok Jahmiyah* dan yang semisalnya…meskipun Imam Ahmad tidak mengkafirkan individu-individunya atau tidak pula mengkafirkan orang-orang yang divonis sebagai Jahmiyah atau beliau tidak mengkafirkan orang-orang yang menyepakati Jahmiyah dalam sebagian bid’ahnya, bahkan beliau sholat dibelakang orang-orang Jahmiyah yang menyeru manusia kepada ucapan mereka serta menguji dan menyiksa manusia yang tidak sesuai dengan aqidah mereka dengan penyiksaaan yang amat pedih. Imam Ahmad dan para Imam-imam (Ahlu Sunnah wal jama’ah) yang lain tidak mengkafirkan mereka bahkan meyakini akan keimanan dan kepemimpinan mereka serta mendoakan mereka dengan kebaikan. Beliau berpendapat bolehnya sholat dibelakang mereka, haji dan berperangbersama mereka.Dan beliau beserta para imam-imam amat melarang dari memberontak terhadap penguasa. Meskipun demikian beliau tetap mengingkari ucapan batil yang merupakan suatu kekufuran tersebut walaupun mereka sendiri terkadang tidak mengetahui akan kekufuran itu. Beliau senantiasa mengingkari dan berusaha untuk membantah ucapan tersebut sesuai dengan kemampuan. Maka dengan inilah beliau telah menyatukan antara ketataatan kepada Allah dan Rasul-Nya dalam menegakkan sunnah serta agama ini dan pengingkaran terhadap bid’ahnya Jahmiyah dengan memperhatikan hak-hak kaum mukminin baik para penguasa maupun umat secara umum meskipun mereka itu jahil, pelaku bid’ah, dzolim dan fasik”. [Majmu' Fatawa 7/507-508 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah]
Catatan : * Kelompok Jahmiyah dipelopori oleh Ja’ad bin Dirham yang dihukum (sembelih) oleh seorang gubernur yang bernama Kholid bin Abdillah Al-Qosri atas perintah Kholifah Hisyam bin Abdil Malik dengan persetujuan para ulama tabi’in pada zaman itu. Dan kesesatannya diwarisi serta disebarkan oleh Jahm bin Sofwan. Diantara kesesatannya adalah meniadakan semua nama dan sifat Allah, tidak mengakui bahwa Nabi Ibrahim adalah kholilullah (kekasih Allah) serta Musa kalimullah (pernah diajak bicara oleh Allah) dan lain-lain. (Lihat Maqoolathut ta’thil oleh Syaikh Kholifah At-Tamimi).
Wahai Mujahidin, janganlah kalian menuduh orang yang tidak mengkafirkan penguasa sebagai penjilat atau antek pemerintah ! Jangan kalian menganggap atau menyangka bahwa kalau orang tersebut tidak mengkafirkan penguasa berarti dia ridho dengan kedzaliman yang ada pada mereka !
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa “ (QS.Al-Hujurat : 12)
Bedakan antara mengkafirkan dan mengingkari kemungkaran! Orang yang tidak mengkafirkan pezina –misalnya-, apakah bisa dikatakan orang itu ridho dengan perbuatan maksiat tersebut ?! Ikutilah jejak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para salafush sholeh seperti Imam Ahmad Rahimahullahu diatas.
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ
Artinya : ” Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. “ (QS.Al-An’am : 90)
Wahai Mujahidin, janganlah tergesa-gesa meneriakkan suara (Shoutu) jihad sebelum kalian memahami dengan benar sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam khususnya yang berkaitan dengan penguasa. Tergesa-gesa bukan perangai yang baik bahkan akan mengakibatkan madharat yang banyak sekali bagi Islam dan kaum muslimin. Para ulama ushul (fiqih) mengatakan :
من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه
Barangsiapa yang tergesa-gesa (untuk meraih) sesuatu sebelum waktunya maka dia akan dicegah darinya [Al-Qowaaid Al-Fiqhiyah hal.68 oleh Syaikh Abdurrohman As-Sa'di]
Jumat, 01 Januari 2010
WAHAI MUJAHIDDIN (1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar