الأجوبة المدنية عن المسائل الفلسطينيَّة تتعلق بالجهاد
Bagaimana Hukum Jihad di Palestina?
أبو عمر أسامة العتيبي
Syaikh Abu ‘Umar Usamah ‘Athaya al-‘Utaibi
di Post Abu Usamah Sufyan Al ATsari Al Bykazi
الحمدُ للهِ، والصَّلاةُ والسَّلامُ على رسولِ اللهِ أما بعد:
Pertanyaan 1 :
Akhi Abu Umar, Anda melihat banyak saudara-saudara kita di Palestina dan Afghanistan datang ke negeri kita ini, di daerah Teluk dengan maksud untuk mencari penghidupan, padahal telah diketahui bahwa musuh dari bangsa Nasrani dan Yahudi telah masuk ke negeri mereka dan menguasainya, dan Anda tahu pula bahwa dengan demikian maka jihad menjadi fardhu ‘ain atas mereka, dan mereka telah berdosa dikarenakan meninggalkan jihad!!… karena musuh telah masuk ke negeri mereka.
Sekiranya semua warga Palestina seperti mereka, meninggalkan tanah mereka untuk Yahudi sang pencaplok, padahal inilah diinginkan oleh Yahudi, maka apa nasehat Anda bagi mereka??
Jawaban :
Ketahuilah wahai akhi fillah, bahwa negeri Islam itu adalah negerinya seluruh kaum muslimin sedangkan kewarganegaraan dan nasab kepada sebagian negeri bukanlah mizan (timbangan) di dalam memuji dan mencela, atau mengutamakan dan memilah-milah. Seorang muslim di manapun dia berada, maka ia berada di negerinya.
Adapun pemilah-milahan yang terjadi (menurut kewarganegaraan, pent.), yaitu apa yang telah sama-sama diketahui terjadi pada mayarakat di zaman ini, dan telah menjadi suatu realita, maka ini adalah suatu hal yang tidak dapat terelakkan. Namun hal ini tidaklah berpengaruh bagi kebanyakan hukum syariat, tapi berpengaruh pada sebagiannya..
Diantara yang berpengaruh (pada hukum syariat) adalah, misalnya ada seorang yang berasal dari Kerajaan Arab Saudi –semoga Alloh menjaga dan melindungi negeri ini-, apabila ia tinggal di negara lain dalam rangka untuk bekerja atau selainnya, kemudian Imam (Khadim al-Haramain asy-Syarifain [pelayan dua tanah haram yang mulia]) meminta bangsanya untuk berjihad melawan musuh, maka wajib atas seluruh orang yang berkewarganegaraan Saudi untuk berangkat (berjihad) sebagai bentuk mendengar dan taat terhadap ulil amri mereka, dan tidak wajib atas mereka apabila negeri lain meminta mereka untuk demikian (jihad)…
Adapun yang tidak berpengaruh (terhadap hukum syariat), misalnya adalah : apabila musuh telah menyerang dengan tiba-tiba negeri kaum muslimin, maka wajib atas seluruh kaum muslimin di negeri itu, baik penduduk asli maupun pendatangnya-, untuk mempertahankan negeri mereka dan memerangi kaum kafir (yang menyerang)…
Apakah seorang muslim harus hijrah dari negeri Islam yang terjajah seperti Andalusia (Spanyol) dan Palestina?
Apabila kaum muslimin lemah (tidak mampu) memerangi penjajah/agresor dan kaum kafir telah menguasai negeri tersebut sebagaimana yang terjadi di Andalusia dan Palestina pada tahun ’48 dan ’67 maka wajib atas penduduk negeri tersebut melawan agresor tersebut. Namun apabila mereka lemah dan tidak ada kaum muslimin yang menolong mereka, maka bagi mereka ada dua keadaan :
Keadaan pertama : apabila jiwa, kehormatan dan harta mereka aman dan mereka mampu untuk menegakkan syiar-syiar agama mereka, maka tidaklah mengapa mereka tetap tinggal di negeri mereka sembari tetap melakukan perlawanan untuk mengeluarkan musuh dari negeri mereka.
Keadaan kedua : apabila jiwa, kehormatan dan harta mereka tidak aman serta mereka tidak bisa menegakkan syiar-syiar agama mereka, maka wajib atas mereka untuk pindah ke negeri Islam lainnya yang mereka bisa menegakkan syiar-syiar Islam di dalamnya.
Namun, apabila mereka bisa untuk menampakkan syiar-syiar Islam, akan tetapi mereka khawatir diri mereka dan anak-anak mereka terinfiltrasi dengan kaum kuffar dan berperilaku dengan perilaku mereka, maka dianjurkan bagi mereka untuk keluar menuju negeri Islam yang tidak terdapat di dalamnya bahaya semacam ini. Sembari tetap berusaha untuk mengusir musuh dari negeri mereka, dan jalan untuk mengusir mereka ini banyak.
Dengan peringatan, bahwa ulama kaum muslimin, ketika mereka mewajibkan hijrah bagi kaum muslimin dari negeri mereka yang telah dikuasai oleh kaum kafir, hanya apabila kaum muslimin tidak aman jiwa dan kehormatan mereka, atau mereka khawatir akan terabaikannya agama mereka dengan condong kepada apa yang telah menelantarkan dunia mereka, sebagaimana yang telah terjadi di Andalusia.
Demikian pula ketika Albania dikuasai oleh kaum sosialis, juga Turkistan Timur, dan kaum Sosialis melakukan aktivitas pembunuhan terhadap kaum muslimin, maka mayoritas kaum muslimin beserta anak-anak mereka berhijrah ke negeri-negeri kaum muslimin. Pemeluk agama Islam menjadi terpuji dengan hijrahnya mereka, karena mereka lari untuk menyelamatkan agama mereka, dan bukanlah suatu hal tercela apabila mereka meninggalkan negeri mereka…
Juga demikian ketika terjadi pembantaian massal yang mengerikan, mayoritas kaum muslimin melarikan diri dari negeri mereka, dan tidaklah membuat seorang pun dari mereka hina dengannya, dikarenakan mereka lari menyelamatkan diri dari pembunuhan dan menjaga agama, jiwa dan kehormatannya. Maka seharusnya bagi setiap muslim untuk melihat perkara ini dengan baik. Karena penjagaan terhadap agama lebih utama dibandingkan penjagaan atas tanah/wilayah.
Hal ini tidaklah dimaksudkan untuk meremehkan masalah tanah/wilayah. Akan tetapi ini adalah hukum keterpaksaan, dengan tetap berupaya sebatas kemampuan untuk mengembalikan negeri mereka ke pangkuan kaum muslimin.
Jihad sekarang adalah fardhu (wajib) hukumnya atas tiap muslim di Palestina sebatas kemampuan mereka, dan wajib pula atas hukkam (penguasa) negeri Arab Islam dan rakyat mereka. Akan tetapi realitas menunjukkan bahwa penguasa dan bangsa-bangsa saat ini belum mampu memerangi agresor (Yahudi). Mayoritas penguasa-penguasa itu, sesungguhnya mereka tertahan dari memerangi Yahudi disebabkan ketidakmampuan mereka untuk memerangi Yahudi beserta negara-negara adidaya di belakang mereka, seperti Amerika, Eropa dan Rusia. Dengan demikian ini pula, maka rakyat mereka juga tertahan dari menyulut ‘kayu api’ peperangan oleh sebab aktivitas jihad individuil.
Syaikh kami al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata di dalam Syarh Riyadhis Shalihin (III/375) :
فالقتال واجب، ولكنه كغيره من الواجبات لابد من القدرة. والأمة الإسلامية اليوم عاجزة. لا شك عاجزة، ليس عندها قوة معنوية ولا قوة مادية. إذاً يسقط الوجوب عدم القدرة عليه {فاتقوا الله ما استطعتم}، قال تعالى: {وهو كره لكم}
“Maka hukum perang itu wajib, akan tetapi sebagaimana kewajiban-kewajiban lainnya, haruslah menurut kadar kesanggupan. Tapi umat Islam di zaman ini lemah, tidak ragu lagi akan kelemahan mereka. Mereka tidak punya kekuatan ma’nawiyah (ruhani) dan tidak pula punya kekuatan madiyah (fisik). Jadi, hukum wajib gugur (saat ini) dikarenakan ketiadaan kemampuan mereka atasnya, “Bertakwalah kalian kepada Alloh semampu kalian”, Alloh Ta’ala berfirman : “Berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.”
Beliau rahimahullahu juga berkata di dalam Liqoo’ al-Bab al-Maftuh (Pertemuan terbuka) II/261, pertemuan ke-33, pertanyaan no 97 :
لكن الآن ليس بأيدي المسلمين ما يستطيعون به جهاد الكفار، حتى ولا جهاد مدافعة
“Akan tetapi saat ini kaum muslimin tidak memiliki kesanggupan untuk memerangi kaum kafir, bahkan jihad defensif pun mereka tidak mampu.”
Dengan demikian, wajib atas pemilik kehormatan dan kekuasaan serta ahli ilmu untuk berdiri pada satu shaf (barisan) bersama para penguasa dalam rangka untuk menolong kaum muslimin di Palestina dan membebaskan al-Aqsho dari genggaman Yahudi sang pencaplok. Serta mengerahkan sebab-sebab syar’iyah untuk memperoleh pertolongan dan kemenangan… Tanpa disertai sikap tergesa-gesa dan gegabah, dengan tetap bekerja sama dengan ulil amri di dalam memandang apa yang bermaslahat dan tidak bermaslahat, dan tanpa berburuk sangka kepada para penguasa, serta tanpa mengada-adakan dan memperdalam celah (jurang pemisah) antara rakyat dengan ulil amri dan penguasa mereka.
Perhatian kita sekarang adalah, bahwasanya kaum muslimin berada di ujung kelemahan, kehinaan dan kerendahan dikarenakan jauhnya mayoritas mereka dari Islam.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالعِيْنَةِ ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ البَقَرِ ، وَرَضِيْتُمْ باِلزَّرْعِ ، وَتَرَكْتُمُ الجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ : سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًًّ لاَ يَنْزِعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلى دِيْنِكُمْ
“Apabila kalian telah berjual beli dengan cara inah, dan kalian ‘berpegang pada ekor-ekor sapi’ dan kalian rela dengan bercocok tanam, kemudian kalian tinggalkan jihad di jalan Alloh, niscaya Alloh timpakan atas kalian kehinaan yang tidak akan terangkat kehinaan tersebut dari kalian, sampai kalian mau kembali ke agama kalian.”
Dan ini adalah realitas kebanyakan kaum muslimin saat ini.
Ketika kebanyakan kaum muslimin mengabaikan agama mereka, maka tampaklah ‘alamat (tanda-tanda) kehinaan dan kerendahan, tanda-tanda itu adalah :
*
Berjual beli dengan cara inah : yaitu suatu perumpamaan atas interaksi/mu’amalah ribawi, dan betapa banyaknya hal ini!
*
Berpegang pada ekor-ekor sapi : merupakan suatu perumpamaan atas kecondongan terhadap perkara-perkara pekerjaan (duniawi) seperti beternak, berladang dan semisalnya.
*
Rela dengan bercocok tanam : merupakan permisalan lain atas kecondongan terhadap duniawi.
*
Meninggalkan jihad : merupakan dalil kecintaan terhadap dunia dan takut kematian.
Dan tidaklah jauh dari kaum muslimin perilaku-perilaku ini yang menyebabkan kehinaan dan kerendahan sampai kaum muslimin mau kembali ke agama mereka. Dan yang dimaksud dengan agama adalah al-Islam, al-Iman dan al-Ihsan. Sebagaimana yang telah diterangkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم di dalam hadits Jibril, setelah bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan, beliau berkata :
هَذَا جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ
“Inilah Jibril yang mendatangi kalian untuk mengajarkan agama kalian.”
Maka kembali kepada agama yang benar, ialah satu-satunya jalan untuk mengeliminir kehinaan dan kerendahan.
Alloh تعال berfirman :
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنُ قُوَّةٍ وَمِنْ رِِّبَاطِ الخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.”
Dan khithab (seruan) ini adalah ditujukan bagi kaum mukminin yang berpegang teguh dengan agama mereka, untuk mempersiapkan peralatan perang melawan musuh-musuh Alloh. Maka haruslah kembali kepada agama sampai dipermudah bagi kaum muslimin untuk beri’dad (bersiap segera) berperang dan jihad.
Kesimpulannya : bahwa hukum jihad fardhu ‘ain bagi setiap penduduk Palestina yang berada di palestina dan bagi kaum muslimin di sekitar mereka, dan hukum fardhu ini menurut kadar kesanggupan dan kemampuan yang dimiliki.
Maka bagi siapa yang tidak memiliki kesanggupan untuk berperang kemudian ia keluar dengan keluarganya dalam rangka mencari penghidupan, maka tidaklah mengapa. Dan apabila ia mampu setelahnya untuk membunuh musuh-musuh Yahudi dan berjihad melawannya dengan segala wasilah (cara) yang syar’i, maka wajib atasnya melakukannya. Wallohu a’lam.
Jumat, 01 Januari 2010
HUKUM JIHAD PELESTINA{1}
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar