يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ﴾ [الحشر:18

Kamis, 01 Januari 2009

BerIslam: Mulai Dari Mana?

BerIslam: Mulai Dari Mana? PDF Cetak E-mail

Dari www.mediamuslim.info



Mungkin sudah belasan tahun atau puluhan tahun kita menjadi insan muslim. Namun dengan bilangan waktu yang sedemikian banyaknya tersebut, apakah kita sudah berIslam dengan urutan dan tata cara yang benar ? Jika jawabannya adalah belum, maka sungguh ironis hal tersebut. Berapakah waktu yang telah kita sediakan untuk merenungi perjalanan yang telah kita lalui sebagai seorang insan muslim ? Jawabannya terserah pada diri kita masing-masing.

Alhamdulillah, jika kita sekarang mulai sadar. Lihatlah benar-benar pada diri kita masing-masing ! Apakah kita memang telah telah berIslam dengan cara yang benar, memulainya dengan cara yang benar ? Atau kita cuma ikut-ikutan dengan adat kebiasaan orang tua, teman, atau masyarakat sekitar tanpa tahu hakikatnya ? Sehingga ujung ajaran Islam kita tidak tahu, pangkalnya pun tak kenal.

Lalu sebenarnya bagaimana cara berIslam yang benar ? Lebih khususnya bagaimana cara memulai berIslam yang benar itu ?

Sebenarnya, pertanyaan ini sangat relevan untuk dikemukakan terhadap diri kita. Alhamdulillah, Islam kini telah menyebar di mana-mana. Seruan untuk menegakkan sholat selalu berkumandang di mana-mana. Perintah untuk berinfaq disampaikan di setiap pengajian. Kewajiban berbakti pada orang tua selalu disampaikan di TPA-TPA. Perintah ini-itu tersebar di mana-mana. Sangat mungkin sekali seseorang yang baru melangkah ke jalan Islam akan bingung melihat begitu banyaknya, lengkapnya, dan sempurnanya ajaran Islam. Ia tidak tahu mana yang harus ia lakukan lebih dulu. Naik hajikah ? Atau membayar zakat maal yang belum ia bayar dulu ? Atau mewakafkan tanah untuk masjid ? Mungkin sekali ia bertanya, " Saya bingung dengan banyaknya perintah dalam Islam. Apa yang harus saya lakukan pertama kali untuk menegakkan ajaran Islam pada diri saya ?"

Itulah masalahnya. Bagaimana mengawali berIslam yang benar itu ? Inilah jawabannya : Masalah yang sangat mendasar dan yang pertama kali harus dilakukan untuk menapaki Islam dengan cara yang benar adalah: Mencari ilmu tentang Islam itu sendiri, secara ringkas adalah : belajar Islam dulu sebelum mengamalkannya.

Saking pentingnya ilmu tentang Islam itu, maka Rasululloh shallallaahu 'alaihi wa sallam mewajibkannya pada setiap muslim dalam sebuah hadits yang artinya: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim." (HR: Ibnu Majah, sanadnya hasan).

Karena pentingnya ilmu Islam tersebut dan keharusan menjadikan ilmu itu sebagai awal dari segalanya, maka Imam Bukhory menulis satu bab tersendiri tentang hal tersebut, yaitu : " Bab : Ilmu itu didahulukan sebelum berucap dan berbuat". Beliau berdalil dengan firman Alloh subhaanahu wa ta'alaa, yang artinya: "Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwa sesungguhnya tiada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Alloh... (QS: Muhammad: 19).

Secara akal sehat, memang benar pernyataan Imam Bukhory tersebut. Lihat saja, bagaimana mungkin seseorang bisa menegakkan sholat dengan benar padahal ia belum belajar bagaimana tata cara sholat yang benar tersebut. Bagaimana dia bisa berwudhu dengan benar sedangkan ia tidak pernah mau belajar bagaimana tata cara wudhu yang benar ? Bukankah orang yang mau belajar itu pasti lebih tahu dan lebih benar tata caranya daripada orang yang tidak pernah belajar? Maka suatu hal yang tidak akan pernah terbantahkan lagi bahwa menuntut ilmu agama dan mempelajarinya itu merupakan awal penegakan Islam, sebelum beramal dan berdakwah.

Pengertian keharusan mendahulukan ilmu sebelum beramal dan berdakwah tidaklah mewajibkan setiap muslim untuk menjadi seorang ulama yang faqih (paham) dalam semua masalah agama lebih dulu baru beramal dan berdakwah, namun yang dimaksudkan adalah: sebelum kita mengamalkan suatu amalan agama atau meyakini suatu keyakinan dalam agama, kita harus mengetahui bahwa amalan atau keyakinan tersebut ada dasarnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Pengetahuan kita terhadap dasar amalan atau keyakinan tersebut sudah mencukupi bagi kita untuk mengamalkan amalan atau keyakinan tersebut, namun jika kita bisa menghafalkannya itu lebih baik.

Namun ironisnya, sangat sedikit sekali orang yang memperhatikan masalah ini (mendahulukan berilmu sebelum beramal dan berdakwah). Bahkan sedikit sekali para da'i yang menekankan masalah ini kepada umat. Mereka menyampaikan perintah sholat, puasa, kewajiban ishlah (perbaikan keadaan umat), ekonomi Islam, politik Islam, bahkan sampai bagaimana mendirikan negara Islam, tapi hanya segelintir orang yang menyampaikan bahwa ilmu itu harus diraih lebih dulu sebelum beramal dan berdakwah.

Akibat dari hal itu adalah makin merebaknya penyimpangan -penyimpangan dalam amaliyah Islam dan dakwah Islam. Karena umat tidak pernah memperhatikan pentingnya ilmu sebelum beramal, maka yang terjadi adalah mereka bersemangat dan berlomba-lomba untuk beramal tapi tanpa didasari ilmu. Sehingga banyak sekali amalan-amalan yang tidak pernah ada sumbernya dari Al-Qur'an dan As-Sunnah namun dipraktekkan oleh mayoritas umat Islam. Padahal Alloh subhaanahu wa ta'alaa berfirman, yang artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS: Al-Israa': 36).

Dalam ayat ini tersiratlah pemahaman bahwa Alloh subhaanahu wa ta'alaa telah melarang kita untuk mengikuti sesuatu yang tidak kita ketahui keadaannya. Bukankah beramal tanpa mengetahui benar atau tidaknya amalan tersebut termasuk dalam larangan Alloh tadi ?

Yang lebih parah lagi ialah munculnya da'i-da'i yang tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk berdakwah. Mereka sudah ngalor-ngidul ngetan-ngulon berdakwah, baik di TPA, pengajian remaja, pengajian bapak-bapak, ibu-ibu, khotbah Jum'at, dan lain-lain, tapi ketika ditanya, " Apa saja rukun 2 kalimat syahadat? " ia jawab " Tidak tahu, mas.." Padahal 2 kalimat syahadat itu merupakan awal dari segala awal permasalahan agama. Semua amalan dan keyakinan agama pada dasarnya berpijak pada 2 kalimat tersebut. Jika awal dan dasar agama saja tidak paham, bagaimana dapat menegakkan Islam dengan benar? Bagaimana umat akan menjadi baik jika da'i yang membimbing umat saja tidak memahami Islam? Lalu apa yang ia dakwahkan? Jangan sampai terjadi seorang da'i tidak mau belajar Islam dengan benar sehingga malah membuat pemahaman sendiri tentang Islam kemudian ia dakwahkan padahal pemahaman yang ia buat malah menyimpang dari pemahaman yang benar. Na'uudzu billaahi min dzaalik!

Maka marilah kita bersadar diri! Bersegeralah untuk memulai Islam dengan cara yang benar, mulailah dengan mencari tahu tentang Islam, mulailah dengan membaca ilmu-ilmu agama, mencari dasar-dasar amalan yang jelas dari Al-Quran dan As-Sunnah. Hadirilah majelis-majelis pengajian, simaklah firman Allah, sabda Rasul dan perkataan ulama, dan pahamilah maknanya serta introspeksi diri, apakah apa yang telah kita amalkan dan yakini selama ini benar-benar ada dasarnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Marilah kita raih ilmu, untuk selanjutnya kita amalkan dan dakwahkan! Wallaahu a'lam. Selengkapnya...

Keharusan Memiliki Ilmu Dalam Memberi Nasehat Dan Berda'wah

Keharusan Memiliki Ilmu Dalam Memberi Nasehat Dan Berda'wah PDF Cetak E-mail

Oleh
Al-Ustadz Fariq Bin Gasim Anuz
dikutip dari www.almanhaj.or.id

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang da'i yang mengajak kepada perbuatan ma'ruf dan melarang orang lain berbuat mungkar, di antaranya :

"...Yang dimaksud dengan niat terpuji yang diterima di sisi Allah dan mendapatkan ganjaranNya adalah hendaknya amalan tersebut ditujukan untuk mencari ridha Allah dan yang dimaksud dengan amal terpuji yang merupakan amal saleh adalah amal yang diperintahkan, dan apabila demikian adanya maka orang yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar wajib menerapkan pada dirinya sendiri dua syarat tadi, dan tidaklah disebut amal saleh apabila tidak berdasarkan ilmu dan pemahaman ...."

Kemudian beliau berkata pula :

"...maka orang yang menjalankan amar ma'ruf nahi munkar haruslah memiliki ilmu tentang hal yang ma'ruf dan yang mungkar dan dapat membedakan antara keduanya dan harus memiliki ilmu tentang keadaan orang yang diperintah dan yang dilarang.

Dan yang dimaksudkan dengan ilmu adalah apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dari apa-apa yang Allah utuskan kepadanya dan dia adalah As Sulthan sebagaimana Allah berfirman :

"Yaitu orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka." [Ghafir : 35]

Barangsiapa yang berbicara tentang dien Islam ini bukan dengan apa yang telah Allah utuskan kepada RasulNya, maka ia berbicara tanpa ilmu, dan barangsiapa yang dikuasai oleh syetan maka syetan pasti menyesatkannya dan menuntunnya menuju adzab jahannam yang menyala- nyala. Dan barangsiapa yang tunduk kepada dienullah maka ia telah beribadah kepada Allah dengan keyakinan." [1]

Syaikh Abdul Azis bin Baz rahimahullah (wafat th.1420 H) berkata ketika menceritakan tentang akhlak dan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang da'i :

"Haruslah da'wahmu itu ditegakkan atas hujjah yang nyata, yaitu berdasarkan ilmu, janganlah engkau jahil dengan apa yang engkau serukan kepada manusia, Allah berfirman:

"Katakanlah : "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kalian (kepada) Allah dengan hujjah yang nyata." [Yusuf : 108]

Maka haruslah engkau memiliki ilmu, dan ini hukumnya wajib, maka hati-hatilah jangan sekali-kali engkau berýda'wah dengan kebodohan, janganlah sekali-kali engkau berbicara dalam hal-hal yang tidak engkau ketahui, maka orang yang bodoh itu menghancurkan, bukannya membangun, merusak bukannya memperbaiki, maka bertaqwalah kepada Allah wahai hamba Allah, hati-hati, janganlah sekali-kali engkau mengatakan sesuatu dengan mengatasnamakan Allah tanpa ilmu, janganlah engkau berýda'wah mengajak orang lain kepada sesuatu, kecuali dengan ilmu tentang hal tersebut, dan hujjah yang nyata itu artinya sesuai dengan firman Allah dan sabda RasulNya.

Maka seharusnya atas setiap penuntut ilmu dan juru ýda'wah agar memperhatikan tentang apa yang ia serukan dan memperhatikan dalilnya, apabila nampak bagi dia kebenaran dan mengetahuinya maka baru dia menýda'wahkannya, menyeru untuk melakukan keta'atan dan melarang kemaksiatan yang dilarang oleh Allah dan RasulNya." [2]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafidzahullah berkata ketika beliau menjelaskan tentang bekal-bekal juru ýda'wah, di antaranya adalah :

"Hendaklah seorang da'i memiliki bekal ilmu dalam berýda'wah. Ilmu yang benar bersumber dari Al-Qur'an dan As Sunnah karena setiap ilmu harus digali dari keduanya. Adapun ilmu yang datang kepada kita harus diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai dengan Al-Qur'an dan As Sunnah atau tidak. Apabila sesuai maka harus diterima, dan apabila bertentangan wajib ditolak siapa pun yang menyatakannya. Ibnu Abas radliyallahu'anhuma telah berkata,

"Hampir saja batu terjatuh dari langit menimpa kalian, aku mengatakan Rasulullah bersabda dan kalian mengatakan, "Abu Bakar dan Umar berkata"

Apabila ucapan Abu Bakr dan Umar sebagai seorang khalifah dan shahabat yang menyalahi sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam harus ditolak, maka bagaimana kiranya dengan pendapat seorang yang jauh di bawah mereka berdua dalam hal ilmu dan taqwa ? tentu lebih utama untuk ditolak ucapannya. Sungguh Allah Subhana wa Ta'ala telah berfirman :

"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." [An-Nur : 63]

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tahukah engkau apakah fitnah itu ? Fitnah itu adalah kesyirikan, barangkali apabila ia menolak sebagian sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam maka akan menimpa dia sesuatu, berupa kecondongan kepada kesesatan yang menyebabkan ia binasa."

Sesungguhnya bekal yang pertama yang harus dimilki seorang da'i yang menyeru manusia kepada agama Allah, haruslah ia memiliki ilmu yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits yang shahih, adapun da'wah tanpa ilmu maka sesungguhnya ia adalah da'wah berdasarkan kebodohan dan da'wah berdasarkan kebodohan lebih banyak merugikan dari pada manfaatnya dikarenakan si da'i ini telah menobatkan dirinya sebagai orang yang sesat dan menyesatkan, kami memohon pelindungan kepada Allah dari yang demikian itu, dan orangnya disebut dengan jahil murakkab (bertumpuk-tumpuk), kebodohan yang bertumpuk-tumpuk ini lebih berbahaya dari pada kebodohan yang ringan, orang yang bodoh ringan (yaitu merasa dirinya bodoh, pent) dia tidak akan berbicara dan dengan belajar ia dapat menghilangkan kebodohannya, tetapi problem yang sangat besar itu pada diri orang bodoh bertumpuk-tumpuk karena dia tidak akan diam bahkan terus berbicara meskipun dengan kebodohan. Maka ia lebih banyak menjadi perusak dan penghancur dari pada menjadi pemberi cahaya.

Wahai saudara-saudara, sesungguhnya da'wah menyeru kepada agama Allah tanpa didasari ilmu menyalahi praktek Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan para pengikutnya. Dengarkanlah firman Allah Ta'ala ketika memerintahkan NabiNya, Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam, dalam firmanNya :

"Katakanlah : "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah (ilmu) yang nyata." [Yusuf : 108]

Pada kalimat "Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) dengan hujjah (ilmu) yang nyata", maka haruslah seorang da'i untuk menyeru kepada agama Allah berdasarkan ilmu bukan berdasarkan kebodohan.

Dan perhatikanlah, wahai da'i firman Allah Ta'ala, "Úáì ÈÕíÑÉ" [dengan hujjah (ilmu)], yaitu dalam tiga perkara :

[1]. Dengan ilmu tentang apa yang ia sampaikan, hendaklah ia mengetahui hukum syari'at karena boleh jadi seseorang mengajak orang lain untuk melakukan suatu perbuatan yang disangkanya sebagai suatu kewajiban, padahal sesungguhnya dalam syari'at Allah perbuatan tersebut tidaklah wajib maka ia telah mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu yang tidak diharuskan oleh Allah, dan sebaliknya boleh jadi ia melarang orang lain melakukan suatu perbuatan yang disangkanya sebagai hal yang haram, padahal sesungguhnya dalam dien Allah bukanlah suatu yang haram, maka ia telah mengharamkan manusia apa-apa yang Allah halalkan untukmereka.

[2]. Dengan ilmu tentang keadan orang yang dida'wahi, oleh karena itu ketika Nabi shalallahu 'alaihi wasallam mengutus Muadz bin Jabal radhiallahu 'anhu ke negeri Yaman beliau berpesan kepadanya, "Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab," agar Muadz mengetahui dan bersiap-siap untuk menghadapi mereka. Maka haruslah engkau mengetahui keadaan orang yang dida'wahi, sejauh mana kapasitas ilmunya ? Sejauh mana kemampuan bicaranya ?. Supaya engkau memposisikan diri secara matang untuk berdiskusi dengannya, karena seanýdainya engkau dalam kebenaran berdebat dengan orang yang jauh lebih panýdai dalam berbicara, maka engkaulah yang akan terpojokkan. Maka, jadilah musibah besar terhadap kebenaran sehingga disangka sebagai kebatilan dan engkau adalah penyebabnya, dan janganlah engkau menyangka bahwa pendukung kebatilan itu mesti kalah dalam berbicara pada setiap keadaan.

Sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah bersabda yang artinya:

"Sesungguhnya kalian berselisih dan mengadukan kepadaku, dan barangkali sebagian di antara kalian lebih pandai dalam berbicara membawakan alasan-alasannya dibandingkan dari yang lain, maka aku memutuskan yang menguntungkannya disebabkan yang aku dengar."

Ini menunjukkan bahwa orang yang berselisih tadi, meskipun di pihak yang batil dikarenakan ia lebih pandai dalam berbicara mengemukakan alasannya, maka diputuskan sesuai dengan apa yang telah diutarakan oleh orang tersebut. Oleh karena itu, haruslah engkau mengetahui keadaan orang yang dida'wahi.

[3]. Dengan ilmu tentang cara berda'wah. Allah Subhana wa Ta'ala berfirman :
"Serulah (manusia) kepada jalan rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik" [An-Nahl : 125]

Sebagian manusia ketika ia melihat kemungkaran segera menyerangnya, tanpa befikir dampak dari perbuatannya, bukan saja berkenaan dengan dia pribadi, tetapi dampaknya bagi dia dan teman- temannya sesama da'i. Oleh karena itu wajib atas setiap da'i sebelum bergerak melakukan sesuatu, memikirkan apa yang mungkin akan terjadi dan menimbangnya, boleh jadi pada saat itu ia dapat melampiaskan gejolak kecemburuannya dengan pengingkaran tersebut, tetapi dalam waktu yang dekat setelah pengingkaran tadi dapat memadamkan api kecemburuan dia dan orang lain. Oleh karena itu, saya menganjurkan saudara-saudaraku para da'i untuk menggunakan hikmah dan ketelitian, dan perkara ini meskipun terlambat sedikit tetapi membawa akibat yang terpuji dengan kehendak Allah.

Pentingnya seorang da'i berbekal dengan ilmu yang benar berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah disamping telah terdapat dalil-dalilnya dalam nash-nash syari'at juga akal yang sehat ikut membuktikan juga, karena bagaimana mungkin engkau berda'wah menyeru manusia kepada dien Allah sedangkan engkau tidak mengetahui jalan menujuNya, tidak mengetahui syari'atNya, bagaimana bisa ia dikatakan sebagai da'i ?!

Apabila sesorang belum memiliki ilmu, maka sepantasnya ia belajar terlebih dahulu kemudian baru berda'wah.

Boleh jadi ada seorang yang bertanya, "Apakah ucapanmu tadi bertentangan dengan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam.

"Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat" ?"

Maka saya menjawab, "Tidaklah bertentangan, karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sampaikanlah dariku," kalau begitu apa yang kami sampaikan itu harus berasal dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, inilah yang kami inginkan, ketika kami berkata bahwa seorang da'i membutuhkan ilmu bukan berarti kami mengharuskan ia memiliki ilmu yang sangat luas, tetapi kami menyatakan janganlah seorang menyampaikan sesuatu kecuali dengan apa yang ia ketahui saja, janganlah ia berbicara dengan sesuatu yang tidak ia ketahui." [3]

[Disalin dari buku Fikih Nasehat, Penyusun Fariq Bin Gasim Anuz, Cetakan Pertama, Sya'ban 1420H/November 1999. Penerbit Pustaka Azzam Jakarta. PO BOX 7819 CC JKTM]
__________
Foote Note
[1]. Majmu'Fatawa, juz 28 hal. 39. Dinukil dari buku Dhowabit All-Amri bil ma'rufi wan nahyi 'anil mungkari inda Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah
[2]. Wujubud ýda'wah ilallahi wa akhlakud du'at, hal.50
[3]. Zaad Ad-Daa'iyah ilallah, hal 6-10 Selengkapnya...

NASIHAT BAGI PEMUDA MUSLIM DAN PENUNTUT ILMU

Nasehat Bagi Pemuda Muslim Dan Penuntut Ilmu PDF Cetak E-mail

Jumat, 5 Agustus 2005 09:54:49 WIB

NASIHAT BAGI PEMUDA MUSLIM DAN PENUNTUT ILMU
www.almanhaj.or.id

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani


Pertama-tama aku menasihatimu dan diriku agar bertakwa kepada Allah Jalla Jalaluhu, kemudian apa saja yang menjadi bagian/cabang dari ketakwaan kepada Allah Tabaarakan wa Ta'ala seperti :

[1]. Hendaklah kamu menuntut ilmu semata-mata hanya karena ikhlas kepada Allah Jalla Jalaluhu, dengan tidak menginginkan dibalik itu balasan dan ucapan terima kasih. Tidak pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis ilmu. Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yang Allah Jalla Jalaluhu telah khususkan bagi para ulama. Dalam firmanNya.

"Artinya : ... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ...?" [Al-Mujaadilah : 11]

[2]. Menjauhi perkara-perkara yang dapat menggelincirkanmu, yang sebagian " Thalibul Ilmi" (para penuntut ilmu) telah terperosok dan terjatuh padanya.

Diantara perkara-perkara itu :

[a] Mereka amat cepat terkuasai oleh sifat ujub (kagum pada diri sendiri) dan terpedaya, sehingga ingin menaiki kepala mereka sendiri.

[b] Mengeluarkan fatwa untuk dirinya dan untuk orang lain sesuai dengan apa yang tampak menurut pandangannya, tanpa meminta bantuan (dari pendapat-pendapat) para ulama Salaf pendahulu ummat ini, yang telah meninggalkan "harta warisan" berupa ilmu yang menerangi dan menyinari dunia keilmuan Islam. (Dengan warisan) itu jika dijadikan sebagai alat bantu dalam upaya penyelesaian berbagai musibah/bencana yang bertumpuk sepanjang perjalanan zaman. Sebagai mana kita telah ikut menjalani/merasakannya, dimana sepanjang zaman itu dalam kondisi yang sangat gelap gulita.

Meminta bantuan dalam berpendapat dengan berpedoman pada perkataan dan pendapat Salaf, akan sangat membantu kita untuk menghilangkan berbagai kegelapan dan mengembalikan kita kepada sumber Islam yang murni, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah yang shahihah.

Sesuatu yang tidak tertutup bagi kalian bahwasannya aku hidup di suatu zaman yang mana kualami padanya dua perkara yang kontradiksi dan bertolak belakang, yaitu pada zaman dimana kaum muslimin, baik para syaikh maupun para penuntut ilmu, kaum awam ataupun yang memiliki ilmu, hidup dalam jurang taqlid, bukan saja pada madzhab, bahkan lebih dari itu bertaqlid pada nenek moyang mereka.

Sedangkan kami dalam upaya menghentikan sikap tersebut, mengajak manusia kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Demikian juga yang terjadi di berbagai negeri Islam. Ada beberapa orang tertentu yang mengupayakan seperti apa yang kami upayakan, sehingga kamipun hidup bagaikan "Ghuraba" (orang-orang asing) yang telah digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam beberapa hadits beliau yang telah dimaklumi, seperti :

"Artinya : Sesungguhnya awal mula Islam itu sebagai suatu yang asing/aneh, dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing"

Dalam sebagian riwayat, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Mereka (al-Ghurabaa) adalah orang-orang shaleh yang jumlahnya sedikit sekeliling orang banyak, yang mendurhakai mereka lebih banyak dari yang mentaati mereka" [Hadits Riwayat Ahmad]

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda :

"Artinya : Mereka orang-orang yang memperbaiki apa yang telah di rusak oleh manusia dari Sunnah-Sunnahku sepeninggalku".

Aku katakan : "Kami telah alami zaman itu, lalu kami mulai membangun sebuah pengaruh yang baik bagi dakwah yang di lakukan oleh mereka para ghuraba, dengan tujuan mengadakan perbaikan ditengah barisan para pemuda mukmin. Sehingga kami jumpai bahwa para pemuda beristiqomah dalam kesungguhan di berbagai negeri muslim, giat dalam berpegang teguh pada al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengetahui keshahihannya".

Akan tetapi kegembiraan kami terhadap kebangkitan yang kami rasakan pada tahun-tahun terakhir tidak berlangsung lama. Kita telah dikejutkan dengan terjadinya sikap "berbalik", dan perubahan yang dahsyat pada diri pemuda-pemuda itu, di sebagian negeri[1]. Sikap tersebut, hampir saja memusnahkan pengaruh dan buah yang baik sebagai hasil kebangkitan ini, apa penyebabnya ? Di sinilah letak sebuah pelajaran penting, penyebabnya adalah karena mereka tertimpa oleh perasaan ujub (membanggakan diri) dan terperdaya oleh kejelasan bahwa mereka berada di atas ilmu yang shahih. Perasaan tersebut bukan saja diseputar para pemuda muslim yang terlantar, bahkan terhadap para ulama. Perasaan itu muncul tatkala merasa bahwa mereka memilki keunggulan dengan lahirnya kebangkitan ini, atas para ulama, ahli ilmu dan para syaikh yang bertebaran diberbagai belahan dunia Islam.

Sebagaimana merekapun tidak mensyukuri nikmat Allah Jalla Jalaluhu yang telah memberikan Taufik dan Petunjuk kepada mereka untuk mengenal ilmu yang benar beserta adab-adabnya. Mereka tertipu oleh diri mereka sendiri dan mengira sesungguhnya mereka telah berada pada status kedudukan dan posisi tertentu.

Merekapun mulai mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak matang alias mentah, tidak berdiri diatas sebuah pemahaman yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Maka tampaklah fatwa-fatwa itu dari pendapat-pendapat yang tidak matang, lalu mereka mengira bahwasanya itulah ilmu yang terambil dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka mereka pun tersesat dengan pendapat-pendapat itu, dan juga menyesatkan banyak orang.

Suatu hal yang tidak sama bagi kalian, akibat dari itu semuanya muncullah sekelompok orang ("suatu jama'ah") dibeberapa negeri Islam yang secara lantang mengkafirkan setiap jama'ah-jama'ah muslimin dengan filsafat-filsafat yang tidak dapat diungkapkan secara mendalam pada kesempatan yang secepat ini, apalagi tujuan kami pada kesempatan ini hanya untuk menasehati dan mengingatkan para penuntut ilmu dan para du'at (da'i).

Oleh sebab itu saya menasehati saudara-saudara kami ahli sunnah dan ahli hadits yang berada di setiap negeri muslim, agar bersabar dalam menuntut ilmu, hendaklah tidak terperdaya oleh apa yang telah mereka capai berupa ilmu yang dimilikinya. Pada hakekatnya mereka hanyalah mengikuti jalan, dan tidak hanya bersandar pada pemahaman-pemahaman murni mereka atau apa yang mereka sebut dengan "ijtihad mereka".

Saya banyak mendengar pula dari saudara-saudara kami, mereka mengucapkan kalimat itu, dengan sangat mudah dan gampang tanpa memikirkan akibatnya : "Saya berijtihad". Atau "Saya berpendapat begini" atau "Saya tidak berpendapat begitu", dan ketika anda bertanya kepada mereka ; Kamu berijtihad berdasarkan pada apa, sehingga pendapatmu begini dan begitu ? Apakah kamu bersandar pada pemahaman al-Qur'an dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam serta ijma' (kesepakatan) para ulama dari kalangan Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya ? Ataukah pendapatmu ini hanya hawa nafsu dan pemahaman yang pendek dalam menganalisa dan beristidlal (pengambilan dalil)?. Inilah realitanya, berpendapat berdasarkan hawa nafsu, pemahaman yang kerdil dalam menganalisa dan beristidlal. Ini semuanya dalam keyakinanku disebabkan karena perasaan ujub, kagum pada diri sendiri dan terperdaya.

Oleh sebab itu saya jumpai di dunia Islam sebuah fenomena (gejala) yang sangat aneh, tampak pada sebagian karya-karya tulis.

Fenomena tersebut tampak dimana seorang yang tadinya sebagai musuh hadits, menjadi seorang penulis dalam ilmu hadits supaya dikatakan bahwa dia memiliki karya dalam ilmu hadits. Padahal jika anda kembali melihat tulisannya dalam ilmu yang mulia ini, anda akan jumpai sekedar kumpulan nukilan-nukilan dari sini dan dari sana, lalu jadilah sebuah karya tersebut. Nah apakah faktor pendorongnya (dalam melakukan hal ini) wahai anak muda ? Faktor pendorongnya adalah karena ingin tampak dan muncul di permukaan. Maka benarlah orang yang berkata.

"Perasaan cinta/senang untuk tampil akan mematahkan punggung (akan berkaibat buruk)"

Sekali lagi saya menasehati saudara-saudaraku para penuntut ilmu, agar menjauhi segala perangai yang tidak Islami, seperti perasaan terperdaya oleh apa yang telah diberikan kepada mereka berupa ilmu, dan janganlah terkalahkan oleh perasaan ujub terhadap diri sendiri.

Sebagai penutup nasehat ini hendaklah mereka menasehati manusia dengan cara yang terbaik, menghindar dari penggunaan cara-cara kaku dan keras di dalam berdakwah, karena kami berkeyakinan bahwasanya Allah Jalla Jalaluhu ketika berfirman.

"Artinya : Serulah manusia kejalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik ..." [An-Nahl : 125]

Bahwa sesungguhnya Allah Jalla Jalaluhu tidaklah mengatakannya kecuali dengan kebenaran (al-haq) itu, terasa berat oleh jiwa manusia, oleh sebab itu ia cenderung menyombongkan diri untuk menerimannya, kecuali mereka yang dikehendaki oleh Allah. Maka dari itu, jika di padukan antara beratnya kebenaran pada jiwa manusia plus cara dakwah yang keras lagi kaku, ini berarti menjadikan manusia semakin jauh dari panggilan dakwah, sedangkan kalian telah mengetahui sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Bahwasanya di antara kalian ada orang-orang yang menjauhkan (manusia dari agama) ; beliau mengucapkan tiga kali".

[Nasehat ini dinukil dari kitab "Hayat al-Albani" halaman : 452-455]

[Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu Fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Ashalah, diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i.]
_________
Foote Note.
[1] Penyusun katakan : "Sebagaimana yang terjadi di negeri ini, munculnya beberapa gelintir manusia dengan berpakaian "Salafiyah", memberikan kesan seolah-olah mereka mengajak kepada pemahaman Salaf, namum hakekatnya mereka adalah pengekor hawa nafsu dan perusak dakwah Salafiyah, akibatnya mereka hancur berkeping-keping, dan saling memakan daging temannya sendiri. Wal 'iyadzu billahi, kami mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari nasib yang serupa. Selengkapnya...

Beramal Perlu Ilmu!

Beramal Perlu Ilmu!
Beramal Perlu Ilmu!

Dari www.perpustakaan-Islam.com


Berapa umur kita sekarang? Barapa usia kita ketika mulai terkena beban syariat? Mungkin sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun kita mengenal islam dan melaksanakan ajarannya. Tapi pernahkah kita berpikir, apakah ibadah kita ini sudah benar sesuai dengan contoh nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Apakah cara kita berislam sudah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita berislam dengan tata cara dan urutan yang benar?

Berapa umur kita sekarang? Barapa usia kita ketika mulai terkena beban syariat? Mungkin sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun kita mengenal islam dan melaksanakan ajarannya. Tapi pernahkah kita berpikir, apakah ibadah kita ini sudah benar sesuai dengan contoh nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Apakah cara kita berislam sudah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita berislam dengan tata cara dan urutan yang benar?

Apa yang kita tahu tentang Islam? Terkadang, di antara kaum muslimin, ketika ditanya apa itu Islam mereka kebingungan menjawab. Ya… Islam ya… kayak itu lah. Islam itu agama yang paling benar, agama yang paling diridhai Allah, dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan jawaban-jawaban lainnya. Ada juga yang menyebutkan mengenai rukun Islam ketika ditanya apa itu Islam. Ya, mereka tidak sepenuhnya salah, tapi yang dimaksud si penanya dengan Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid, tunduk kepada-Nya dengan segala ketaatan/kepatuhan, serta melepaskan diri dari segala bentuk syirik dan para pelaku syirik. Ketika diberi tahu mengenai hal ini malah yang ditanya kebingungan, kok dia tidak pernah dengar mengenai hal ini.

Ada juga, ketika salah seorang muslim sujud di dalam shalatnya dengan menghamparkan tanggannya ke lantai (tangan sampai siku menempel di lantai), ia ditegur temannya dan memberi tahu bahwa hal itu tidak boleh; dia malah kebingungan. Bahkan tidak percaya, karena selama shalat puluhan tahun baru sekarang ini ada yang menegur dan mangatakan perbuatan itu dilarang.

Banyak contoh yang dapat dikemukakan, tapi kita mencukupkan itu saja. Sebagian kaum muslimin di dalam beribadah terkadang tidak membekali dirinya dengan ilmu mengenai ibadah tersebut terlebih dahulu. Selain merasa tidak penting, mereka juga bernaggapan bahwa belajar hanya akan membuang waktu dan tenaga. Ngapain belajar segala, kalau mau sholat, lihat saja orang yang sedang sholat, kemudian kita contoh. Beres, selesai, simple kan? Tidak usah belajar. Makan waktu, tenaga, dan biaya.

Hal ini sangat memprihatinkan. Terkadang, kita tahu ilmu tentang sesuatu sampai sedetil-detilnya, tapi untuk permasalahan agama yang hubungannya dengan akhirat kita tidak tahu sama sekali, walaupun hal itu kita lakukan setiap hari!! Kita ambil contoh, ada seorang bisa mempelajari masalah mesin sampai sedetil-detilnya, tapi dia tidak tahu bagaimana cara wudhu yang benar. Padahal setiap sholat harus berwudhu, lalu bagaimana dengan sholat-nya?

Ilmu sebelum beramal sangat penting. Kita harus mengilmui apa yang akan kita amalkan. Karena kalau tidak, salah-salah kita akan terjerumus kepada bid’ah ataupun kesyirikan. Bid’ah lebih disenangi syetan ketimbang maksiat, karena orang yang berbuat maksiat merasa dirinya berbuat maksiat dan ada harapan untuk bertobat, sedanglan pelaku bid’ah merasa bahwa dirinya sedang beribadah kepada Allah, jadi harapan untuk bertaubat dari bid’ahnya sangat kecil sebab ia tidak merasa berbuat salah. Adapaun syirik merupakan dosa besar yang paling besar yang pelakunya tidak akan diampuni kalau mati dengan membawa dosa syirik tersebut (pelakunya mati sebelum bertobat). Dan dia akan kekal di dalam neraka. Na’udzubillah.

Saking pentingnya mengenai ilmu ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada kita untuk menuntut ilmu:
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari)

Imam Ahmad –rahimahullah- pernah mengungkapkan:
“Manusia amat membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dalam sehari satu atau dua kali, sedang ilmu dibutuhkan setiap saat.”

Imam Bukhari –rahimahullah- dalam kitab shahihnya menulis: “Bab Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan.” Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya):
“Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan mohonlah ampun atas dosamu.” (Muhammad:19)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin –rahimahullah- menjelaskan bahwa: “Imam Bukhari berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai ilmu sebelum ucapan dan perbuatan. Ini dalil yang tepat menunjukkan bahwa manusia hendaknya mengetahui terlebih dahulu, baru kemudian mengamalkannya. Ada juga dalil aqli yang menunjukkan hal serupa, yaitu bahwasanya amal dan ucapan tidak akan benar dan diterima sehingga sesuai dengan syariat. Seseorang tidak akan tahu apakah amalnya sesuai dengan syariat atau tidak kecuali dengan ilmu. Tetapi ada beberapa hal yang manusia bisa mengetahuinya secara fithrah, seperti pengetahuan bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan, sebab yang demikian ini sudah menjadi fithrah manusia, karena itulah tidak perlu bersusah payah untuk mempelajari bahwa Allah itu Esa. Adapun masalah-masalah juz’iyah yang beragam perlu untuk dipelajari dan memerlukan usaha keras.”

Secara akal sehat, pernyataan Imam Bukhari tersebut memang benar dan logis. Kita ambil contoh, misalnya dalam ilmu dunia, bagaimana ia dapat menulis kalau belum pernah belajar menulis. Demikian juga untuk permasalahan akhirat, bagaimana mungkin seorang bisa menegakkan sholat dengan benar padahal ia belum belajar bagaimana tata cara sholat yang benar. Bagaimana bisa berwudhu dengan benar sedang dia tidak pernah mau belajar berwudhu yang benar. Bukankah orang yang mau belajar pasti lebih tahu dan lebih benar tata caranya daripada orang yang tidak pernah belajar?

Keutamaan Ilmu:
Keutamaan menuntut ilmu sangat banyak sekali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam “Buah Ilmu” menyampaikan kepada kita samapi 129 sisi keutamaan ilmu!! Tentunya sangat tidak mungkin kalau ditulis semuanya di sini. Di antara keutamaan menuntut ilmu adalah:

v “Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)
v “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11)
v “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allahmudahkan jalan menuju jannah. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)
v “Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)
v “Barangsiap menempuh jalam untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)
v “Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia adalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)

Ilmu yang dipelajari
Apakah yang dimaksud dengan ilmu pada hadits-hadits di atas? Apakah seluruh ilmu? Yang dimaksud ilmu di situ adalah ilmu nafi’, yaitu ilmu yang bermanfaat, yang akan mewariskan kebaikan dan barakah kepada penuntutnya baik di dunia ataupun di akhirat. Karenanya ilu yang patut dituntut dan diusahakan untuk meraih adalah ilmu syar’I yang dengannya amal akan menjadi baik dan benar.
Ilmu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan ijma sahabat.

Apakah kita harus mempelajari semua ilmu yang ada? Tentunya tidak. Semua orang dilahirkan dengan kemudahan yang berbeda-beda. Kalau semuanya akan dituntut, sampai akhir hayatpun tidak semuanya dapat dipelajari,karena ilmu adalah samudera yang maha luas.

Apa yang mesti kita pelajari terlebih dahulu?
Pertama, Kitabullah
Ilmu yang pertama serta utama yang sekaligus sebagai dasar, sumber dan pedoman yang agung bagi ilmu-ilmu yang lainadalah Al-Qur’an. Marilah Al-Qur’an kita baca, kta pelajari isinya dan kita amalkan apa yang terkandung di dalamnya.

Kedua, Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
Yaitu setiap apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam apakah itu ucapan, perbuatan, atau persetujuan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Kita pelajari dan kita laksanakan perintah-perintahnya dan kita tinggalkan larangan-larangannya. Kita juga berkewajiban untuk mencontoh Nabi, karena beliau adalah suri teladan yang baik bagi kita.
Terkadang ayat-ayat al-Qur’an belum dapat dipahami secara langsung, dan hanya bisa dipahamai dan diamalakan dengan petunjuk dari sunnah nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Misalnya perintah sholat, di Al-Qur’an tidak ada penjelasan bagaimana tata cara sholat, dengan mempelajari sunnahnya kita dapat mengetahui tata cara sholat yang diperintahkan.

Ketiga, Aqidah atau Ilmu tauhid
Ilmu ini memiliki kedudukan yang tinggi. Kebutuhan kita yang paling mendesak saat ini adalah mempelajari aqidah islamiyah. Jadikanlah mempelajari aqidah sebagai prioritas utama. Karena sekarang ini syirik merajalela, di mana-mana, hampir tidak pernah sunyi dari kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya. Pelajarilah dengan sebenar-benarnya, agar diri kita tidak terkena noda syirik. Bukankah syarat pertama diterimanya amal adalah bertauhid kepada Allah, tidak melakukan kesyirikan?

Keempat, ilmu tafsir
Dengan ilmu tafsir, kita dapat memahami ayat-ayat yang sulit, yang belum dapat kita pahami langsung dari Al-Qur’an. Dalam kitab tafsir dijelaskan tafsir ayat dengan ayat, tafsir ayat dengan hadits. Namun perlu diperhatikan, pelajarilah kitab tafsir yang penulisnya memiliki aqidah yang shahihah dan komitmen terhadap hadits-jadits yang shahih.

Kelima, ilmu fiqh
Ilmu ini berhubungan erat dengan pelaksanaan ibadah, syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Sungguh-sungguhlah menuntut ilmu ini, karena apabila tidak dipelajari secara benar, maka ibadah yang kita lakukan bisa sia-sia. Dengan ilmu ini kita bisa mengetahui tata cara peribadatan. Tentunya tidak harus semunya kita tahu, bagi kita, minimal mengetahui apa-apa yang selalu kita kerjakan sehari-hari, seperti thaharah, shalat, puasa, dan yang lainnya.

Pelajarilah ilmu-lmu tersebut sesuai dengan kemampuan kita. Prioritaskanlah yang harus diprioritaskan. Dahulukanlah mana yang harus didahulukan. Pelajarilah hal-hal yang merupakan wajib a’in bagi kita.

Metode menuntut ilmu:
Menuntut ilmu dapat dengan berbagai metode, asal saja hal tersebut tidak dilarang oleh syariat. Di antara metode yang dapat digunakan adalah:

(a) Hadir dalam majelis-majelis taklim
Tentunya kita harus memperhatikan apa yang dikaji dan siapa pematerinya (yang memberi kajian) karena mungkin yang diajarkannya hal yang tidak berguna bagi kita, bahkan dapat merusak diri dan dien (agama) kita. Apakah yang diajarkannya memang diperlukan oleh kita dan bersumber dari al-Qur’an dan hadits yang shahih. Siapa pengajarnya? Apakah orang tersebut sudah terkenal konsisten dengan agama yang benar bersumber dari Al-Qur’an dan sunah yang shahih berdasar pemahaman salafush shalih. Jangan sampai kita belajar kepada ahli bid’ah. Karena bukan ilmu yang akan kita dapat, namun kebinasaan yang akan kita peroleh.

(b) Membaca kitab-kitab/buku yang bermanfaat
Apabila kita bisa berbahasa arab, maka kita baca kitab-kitab para ulama. Namun apabila tidak, kita dapat membaca buku terjemahan yang bagus. Namun jangan semua buku dibaca, kita juga harus selektif. Siapa penulisnya dan bagaimana keadaan penerjemahnya, apakah ia amanah dalam menerjemahkan atau tidak. Jangan semua buku kita baca, hanya buku yang shahih saja yang kita konsumsi.

(c) Mendengarkan kaset-kaset ceramah
Alhamdulillah, telah beredar di kalangan kita kaset-kaset yang berisi pelajaran-pelajaran yang bermanfaat. Kita dapat mengambil ilmu dengan mendengarkan kaset kaset tersebut. Tentu saja kita harus selektif juga dalam memilih kaset yang akan kita dengarkan.
(d) Meminta fatwa
Kita dapat meminta fatwa kepada ulama atau ustadz yang terpercaya mengenai permasalahan yang kita hadapi. Bisa lewat telpon, email, atau datang langsung.
(e) Dan metode-metode lain yang tidak bertentangan dengan syariat. Selengkapnya...

Belajar Apa Dulu?

Belajar Apa Dulu?

MediaMuslim.Info - Kita semua telah tahu bahwa berIslam itu dimulai dari menuntut ilmu tentang Islam itu sendiri. Tidak langsung mengamalkan suatu amalan yang amalan itu mungkin belum jelas apakah ada dasarnya dari Al-Qur’an atau As-Sunnah. Dan juga tidak langsung berdakwah dengan ilmu yang pas-pasan. Lalu jika kita mau belajar Islam, sebenarnya apa yang harus kita prioritaskan untuk kita pelajari lebih dahulu?

Mari kita pikirkan sejenak! Agama ini datang dari Pencipta kita, dan disampaikan oleh RasulNya. Tujuan agama ini adalah menegakkan ibadah kepada Pencipta kita tersebut dengan cara-cara yang telah disampaikan oleh Rasulnya. Jadi sebelum kita belajar Islam lebih dalam, maka seharusnyalah kita mengetahui siapa Pencipta kita itu, dan bagaimana cara berinteraksi denganNya. Juga mengetahui siapa RasulNya dan bagaimana kita bersikap terhadap beliau.

Dua hal tersebut tercakup dalam ilmu yang disebut ‘aqidah. Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang berarti pengikatan. Jika ada orang yang berkata, “ Saya ber’aqidah begini”. Maksudnya adalah, ia mengikat hati terhadap sesuatu tersebut. Singkat kata, ‘aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Secara terinci, aqidah adalah rukun iman, yaitu iman kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya dan kepada hari akhir serta kepada qadar yang baik dan yang buruk. Jadi, ilmu Islam yang harus kita prioritaskan untuk kita pelajari lebih dahulu adalah ‘aqidah.

Mungkin kita masih bertanya-tanya, mengapa demikian?
Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “ Barang siapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An-Nahl : 97).

Pada ayat di atas, Alloh Subhanahu wa Ta'ala menerangkan bahwa Ia akan memberi pahala kepada laki-laki dan perempuan yang beramal baik dan dalam keadaan beriman. Jadi, Alloh Subhanahu wa Ta'ala mensyaratkan keimanan bagi seseorang yang beramal baik agar orang itu diberi pahala. Jika orang itu beramal baik yang banyak sekali, namun ia tidak mempunyai keimanan, maka Alloh Subhanahu wa Ta'ala tidak akan memberi pahala kepadanya. Maka keimanan tersebut merupakan syarat mutlak bagi seseorang jika ia ingin selamat dunia akherat.

Sedangkan tadi telah dijelaskan bahwa keimanan itu termaktub dalam rukun iman. Dan rukun iman itulah inti aqidah Islam. Maka inilah sisi pentingnya ‘aqidah Islam. Jika seseorang belajar tentang ilmu fiqh sedalam-dalamnya, kemudian ia beramal sebanyak-banyaknya, namun tidak pernah mempelajari ‘aqidah Islam, maka jurang kehancuran telah siap menelannya.

Sangat mungkin sekali ia berbuat syirik namun ia tidak pernah mengetahui hal tersebut, karena ia tidak mau mempelajari ‘aqidah Islam. Padahal ia telah beramal banyak. Karena keengganannya untuk mempelajari ‘aqidah Islam itulah, yang membuat ia terjerumus ke dalam perbuatan syirik, sehingga syirik tersebut membuat amalnya batal semuanya tak bersisa. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “ Jika kamu mempersekutukan (Alloh), niscaya benar-benar akan terhapus semua amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS: Az-Zumar: 65).

Inilah pentingya ‘aqidah! Dengan mempelajari dan menegakkan ‘aqidah Islamiyah-lah kita akan selamat dunia akhirat.

Hal yang pertama sekali harus kita pelajari dalam ilmu ‘aqidah adalah tentang dua kalimat syahadat. Mengapa?

Secara akal, dua kalimat syahadat inilah yang bisa membuat seseorang dari kafir menjadi muslim. Maka sungguh aneh jika seorang muslim tidak pernah mempelajari kalimat yang dengannya kita bisa selamat dari neraka. Dan sungguh tergesa-gesa sekali jika kita meninggalkan kalimat syahadat, dan langsung mempelajari ilmu lain. Padahal kalimat inilah yang mengandung tauhidullah (pengesaan terhadap Alloh Subhanahu wa Ta'ala) yang merupakan tugas pokok para Rasul dari Nabi Nuh ‘alaihissalaam sampai Rasul terakhir, Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), sembahlah Alloh saja, dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Alloh) itu.’.” (QS: An-Nahl: 36). “ Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelun kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘ Bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.’.” (QS: Al-Anbiyaa’: 25).

Dalam surat Al-A’raf, Alloh Subhanahu wa Ta'ala menceritakan bahwa Nabi Nuh, Huud, Shalih, Syuaib, dan lain-lain itu sama semua seruannya, yaitu menyeru kepada penyembahan Alloh Subhanahu wa Ta'ala semata (tauhid), yang artinya: “ Hai kaumku, sembahlah Alloh, sekali-kali tidak ada sesembahan bagimu selainNya.” (QS: Al-A’raaf: 59, 65, 73, 85).

Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Alloh dan bahwa Muhammad adalah Rasululloh.” (HR: Al-Bukhary dan Muslim).

Dari dalil-dalil di atas, telah jelas bagi kita bahwa tugas inti dan yang paling pokok dari para Rasul Alloh Subhanahu wa Ta'ala adalah menyampaikan kalimat tauhid, menegakkan penyembahan hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala saja. Jika kita tidak mempelajari aqidah, maka tujuan pengutusan rasul Allah pada diri kita tidak tercapai, dan akibatnya hanya akan menjadi kerugian pada diri kita suatu hari nanti.

Selain memang dakwah kepada tauhidullah itu adalah tugas inti dakwah para rasul, maka Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjadikan penyampaian kalimat syahadat menjadi materi dakwah yang pertama kali harus diterangkan kepada umat.

Rasululloh shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu ketika beliau mengutusnya ke Yaman, yang artinya: “ Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali dakwah yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa ilaaha illaLLaah “–dalam riwayat lain disebutkan: “Supaya mereka mentauhidkan Alloh” - Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu dakwahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam….” (HR: Al-Bukhary dan Muslim).

Jika begitu, maka ilmu Islam yang harus kita prioritaskan untuk kita pelajari lebih dulu dan kita utamakan adalah ‘aqidah, khususnya tentang kalimat syahadat.

Maka jangan tunggu-tunggu lagi, mari kita pelajarilah rukun iman, koreksi pemahaman kalimat syahadat kita, bisa jadi belum sempurna. Tegakkan tauhidulloh, sembahlah Alloh Subhanahu wa Ta'ala saja, jauhkanlah diri dari segala macam bentuk syirik dan segala macam penyimpangan dalam ‘aqidah. Jangan sampai keengganan kita untuk belajar ‘aqidah Islam menjadi bumerang bagi diri kita sendiri pada waktu menghadap Alloh Subhanahu wa Ta'ala nanti. Wallaahu a’lam. Semoga Alloh Subhanahu wa Ta'ala memberikan kita hidayah dan bimibingannya selalu.

(Sumber Rujukan: Kitab Tauhid 1, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan; Kitab Tauhid, AsySyaikh Muhammad At-Tamimi; Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin) Selengkapnya...

Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur, Tidak Boleh Putus Asa Dan Waspada Terhadap Bosan

Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur, Tidak Boleh Putus Asa Dan Waspada Terhadap Bosan

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas (www.almanhaj.or.id)

Seorang penuntut ilmu tidak boleh futur dalam usahanya untuk memperoleh dan mengamalkan ilmu. Futur yaitu rasa malas, enggan, dan lamban dimana sebelumnya ia rajin, bersungguh-sungguh, dan penuh semangat.

Futur adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan.

Orang yang terkena penyakit futur ini berada pada tiga golongan, yaitu:

1). Golongan yang berhenti sama sekali dari aktivitasnya dengan sebab futur, dan golongan ini banyak sekali.

2). Golongan yang terus dalam kemalasan dan patah semangat, namun tidak sampai berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini lebih banyak lagi.

3). Golongan yang kembali pada keadaan semula, dan golongan ini sangat sedikit. [1]

Futur memiliki banyak dan bermacam-macam sebab. Apabila seorang muslim selamat dari sebagiannya, maka sedikit sekali kemungkinan selamat dari yang lainnya. Sebab-sebab ini sebagiannya ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus.

Di antara sebab-sebab itu adalah.

1). Hilangnya keikhlasan.
2). Lemahnya ilmu syar’i.
3). Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan akhirat.
4). Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak.
5). Hidup di tengah masyarakat yang rusak.
6). Berteman dengan orang-orang yang memiliki keinginan yang lemah dan cita-cita duniawi.
7). Melakukan dosa dan maksiyat serta memakan yang haram.
8). Tidak mempunyai tujuan yang jelas (baik dalam menuntut ilmu maupun berdakwah).
9). Lemahnya iman.
10). Menyendiri (tidak mau berjama’ah).
11). Lemahnya pendidikan. [2]

Futur adalah penyakit yang sangat ganas, namun tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Dia pun menurunkan obatnya. Akan mengetahuinya orang-orang yang mau mengetahuinya, dan tidak akan mengetahuinya orang-orang yang enggan mengetahuinya.

Di antara obat penyakit futur adalah.

1). Memperbaharui keimanan.
Yaitu dengan mentauhidkan Allah dan memohon kepada-Nya agar ditambah keimanan, serta memperbanyak ibadah, menjaga shalat wajib yang lima waktu dengan berjama’ah, mengerjakan shalat-shalat sunnah rawatib, melakukan shalat Tahajjud dan Witir. Begitu juga dengan bersedekah, silaturahmi, birrul walidain, dan selainnya dari amal-amal ketaatan.
2). Merasa selalu diawasi Allah Ta’ala dan banyak berdzikir kepada-Nya.
3). Ikhlas dan takwa.
4). Mensucikan hati (dari kotoran syirik, bid’ah dan maksiyat).
5). Menuntut ilmu, tekun menghadiri pelajaran, majelis taklim, muhadharah ilmiyyah, dan daurah-daurah syar’iyyah.
6). Mengatur waktu dan mengintrospeksi diri.
7). Mencari teman yang baik (shalih).
8). Memperbanyak mengingat kematian dan takut terhadap suul khatimah (akhir kehidupan yang jelek).
9). Sabar dan belajar untuk sabar.
10). Berdo’a dan memohon pertologan Allah. [3]

PENUNTUT ILMU TIDAK BOLEH PUTUS ASA DALAM MENUNTUT ILMU DAN WASPADA TERHADAP BOSAN

Sebab, bosan adalah penyakit yang mematikan, membunuh cita-cita seseorang sebesar sifat bosan yang ada pada dirinya. Setiap kali orang itu menyerah terhadap kebosanan, maka ilmunya akan semakin berkurang. Terkadang sebagian kita berkata dengan tingkah lakunya, bahkan dengan lisannya, “Saya telah pergi ke banyak majelis ilmu, namun saya tidak bisa mengambil manfaat kecuali sedikit.”

Ingatlah wahai saudaraku, kehadiran Anda dalam majelis ilmu cukup membuat Anda mendapatkan pahala. Bagaimana jika Anda mengumpulkan antara pahala dan manfaat? Oleh karena itu, janganlah putus asa. Ketahuilah, ada beberapa orang yang jika saya ceritakan kisah mereka, maka Anda akan terheran-heran. Di antaranya, pengarang kitab Dzail Thabaqaat al-Hanabilah. Ketika menulis biografi, ia menyebutkan banyak cerita unik beberapa orang ketika mereka menuntut ilmu.

‘Abdurrahman bin an-Nafis -salah seorang ulama madzhab Hanbali- dulunya adalah seorang penyanyi. Ia mempunyai suara yang bagus, lalu ia bertaubat dari kemunkaran ini. Ia pun menuntut ilmu dan ia menghafal kitab al-Haraqi, salah satu kitab madzhab Hanbali yang terkenal. Lihatlah bagaimana keadaannya semula. Ketika ia jujur dalam taubatnya, apa yang ia dapatkan?

Demikian pula dengan ‘Abdullah bin Abil Hasan al-Jubba’i. Dahulunya ia seorang Nashrani. Kelurganya juga Nashrani bahkan ayahnya pendeta orang-orang Nashrani sangat mengagungkan mereka. Akhirnya ia masuk Islam, menghafal Al-Qur-an dan menuntut ilmu. Sebagian orang yang sempat melihatnya berkata, “Ia mempunyai pengaruh dan kemuliaan di kota Baghdad.”

Demikian juga dengan Nashiruddin Ahmad bin ‘Abdis Salam. Dahulu ia adalah seorang penyamun (perampok). Ia menceritakan tentang kisah taubatnya dirinya: Suatu hari ketika tengah menghadang orang yang lewat, ia duduk di bawah pohon kurma atau di bawah pagar kurma. Lalu melihat burung berpindah dari pohon kurma dengan teratur. Ia merasa heran lalu memanjat ke salah satu pohon kurma itu. Ia melihat ular yang sudah buta dan burung tersebut melemparkan makanan untuknya. Ia merasa heran dengan apa yang dilihat, lalu ia pun taubat dari dosanya. Kemudian ia menuntut ilmu dan banyak mendengar dari para ulama. Banyak juga dari mereka yang mendengar pelajarannya.

Inilah sosok-sosok yang dahulunya adalah seorang penyamun, penyanyi dan ada pula yang Nashrani. Walau demikian, mereka menjadi pemuka ulama, sosok mereka diacungi jempol dan amal mereka disebut-sebut setelah mereka meninggal.

Jangan putus asa, berusahalah dengan sungguh-sungguh, mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Walaupun Anda pada hari ini belum mendapatkan ilmu, maka curahkanlah terus usahamu di hari kedua, ketiga, keempat,.... setahun, dua tahun, dan seterusnya...[4]

Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih ilmu syar’i. Menuntut ilmu syar’i tidak bisa kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat. Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah agar tetap istiqamah dalam kebenaran.

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
__________
Foote Notes
[1]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj (hal. 22).
[2]. Lihat al-Futur Mazhaahiruhu wa Asbaabuhu wal ‘Ilaaj (hal. 43-71).
[3]. Ibid (hal. 88-119) dengan diringkas.
[4]. Ma’aalim fii Thariiq Thalabil ‘Ilmi (hal. 278-279 Selengkapnya...

Kita Wajib Memperbaiki Diri Kita Sendiri Terlebih Dahulu

Kita Wajib Memperbaiki Diri Kita Sendiri Terlebih Dahulu
Selasa, 23 Nopember 2004 16:20:32 WIB

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah penafsiran ayat :

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu ; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk" [Al-Ma'idah : 105]

Dan bagaimana pendapat Syaikh tentang ini ?

Jawaban.
Perkataan kami tentang (ayat) tersebut adalah seperti yang dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala ; bahwa sesungguhnya Allah memerintahkan kita untuk memperbaiki diri-diri kita, dan agar kita menjaga keshalihan kita, dan jika tersesat siapapun yang tersesat dari kalangan manusia maka hal itu tidaklah mendatangkan mudharat, sebagaimana yang dikatakan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang besar" [Al-Ghasyiyah : 21-24]

Seorang insan jika ia mendapatkan petunjuk maka orang yang durhaka tidaklah akan mencelakainya, namun jika manusia tidak mengubah kemungkaran maka dikhawatirkan Allah akan meratakan adzab dariNya kepada mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaanNya" [Al-Anfal : 25]

Mereka para pelaku maksiat itu tidak akan mendatangkan mudharat kepada anda ketika di akhirat, mereka tidak dapat mengurangi (pahala) kebaikan-kebaikan anda atau menambah dosa-dosa anda. Kecuali jika anda telah melalaikan kewajiban dakwah kepada Allah, dan amar ma'rif serta nahi mungkar, maka hal tersebut tentu saja akan mencelakakan anda, mudharat itu tidak berasal dari mereka namun justru dari diri anda sendiri.

Karena anda belum melaksanakan kewajban hingga dapat dikatakan bahwa anda belum mendapat petunjuk, karena Allah mempersyaratkan dengan mengatakan.

"Artinya : Tidaklah (dapat) mencelakaimu orang yang tersesat apabila engkau mendapat hidayah" [Al-Ma'idah : 105]

Sudah dimaklumi, bahwa orang yang meninggalkan amar ma'ruf, nahi mungkar dan dakwah kepada Allah yang wajib itu adalah sungguh belun mendapat petunjuk dengan sempurna.



[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

Sumber www.almanhaj.or.id Selengkapnya...

Menjadi Orang Asing di Dunia

Menjadi Orang Asing di Dunia
Penulis: Syaikh Shalih bin ‘Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhohulloh

Diterjemahkan dari Penjelasan Hadits Arba’in no. 40 Oleh Abu Fatah Amrullah Murojaah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar



وعن ابن عمر - رضي الله عنهما- قال: أخذ رسول الله صلى الله عليه و سلم بمنكبي فقال: كن في الدنيا كأنك غريب، أو عابر سبيل وكان ابن عمر - رضي الله عنهما - يقول: إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء، وخذ من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري.



Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhori)

Penjelasan

Hadits ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi nasihat nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada beliau. Hadits ini dapat menghidupkan hati karena di dalamnya terdapat peringatan untuk menjauhkan diri dari tipuan dunia, masa muda, masa sehat, umur dan sebagainya.



Ibnu Umar berkata: [Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku]. Hal ini menunjukkan perhatian yang besar pada beliau, dan saat itu umur beliau masih 12 tahun. Ibnu Umar berkata: [Beliau pernah memegang kedua pundakku]. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: [Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau penyeberang jalan]. Jika manusia mau memahami hadits ini maka di dalamnya terkandung wasiat penting yang sesuai dengan realita. Sesungguhnya manusia (Adam –pent) memulai kehidupannya di surga kemudian diturunkan ke bumi ini sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam kehidupannya. Kedatangan manusia di dunia (sebagai manusia) adalah seperti datangnya orang asing. Padahal sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang mengikutinya dalam masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada Alloh adalah surga. Sesungguhnya Adam diusir dari surga adalah sebagai cobaan dan balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya. Jika engkau mau merenungkan hal ini, maka engkau akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang hakiki akan senantiasa mengingatkan nafsunya dan mendidiknya dengan prinsip bahwa sesungguhnya tempat tinggalnya adalah di surga, bukan di dunia ini. Dia berada pada tempat yang penuh cobaan di dunia ini, dia hanya seorang asing atau musafir sebagaimana yang disabdakan oleh Al Musthofa shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Betapa indah perkataan Ibnu Qoyyim rohimahulloh ketika menyebutkan bahwa kerinduan, kecintaan dan harapan seorang muslim kepada surga adalah karena surga merupakan tempat tinggalnya semula. Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya dan diusir dari negeri asalnya karena iblis telah menawan bapak kita, Adam ‘alaihissalam dan dia melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya atau tidak. Oleh karena itu, alangkah bagusnya perkataan seorang penyair:

نقل فؤادك حيث شئت من الهوى مـا الحـب إلا للحبيب الأول

Palingkan hatimu pada apa saja yang kau cintai Tidaklah kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu Yaitu Alloh jalla wa ‘ala

كم منزل في الأرض يألفه الفتى وحنينـــه أبــدا لأول مــنزل

Berapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seseorang Dan selamanya kerinduannya hanya pada tempat tinggalnya yang semula Yaitu surga

Demikianlah, hal ini menjadikan hati senantiasa bertaubat dan tawadhu kepada Alloh jalla wa ‘ala. Yaitu orang yang hati mereka senantiasa bergantung pada Alloh, baik dalam kecintaan, harapan, rasa cemas, dan ketaatan. Hati mereka pun selalu terkait dengan negeri yang penuh dengan kemuliaan yaitu surga. Mereka mengetahui surga tersebut seakan-akan berada di depan mata mereka. Mereka berada di dunia seperti orang asing atau musafir. Orang yang berada pada kondisi seakan-akan mereka adalah orang asing atau musafir tidak akan merasa senang dengan kondisinya sekarang. Karena orang asing tidak akan merasa senang kecuali setelah berada di tengah-tengah keluarganya. Sedangkan musafir akan senantiasa mempercepat perjalanan agar urusannya segera selesai.

Demikianlah hakikat dunia. Nabi Adam telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh Nabi Nuh yang hidup selama 1000 tahun dan berdakwah pada kaumnya selama 950 tahun,

فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَاماً

“Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” (QS. Al Ankabut: 14)

Kemudian zaman beliau selesai dan telah berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang hidup selama beberapa ratus tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian setelah mereka, ada lagi kaum yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun 50 tahun dan seterusnya.

Hakikat mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka datang ke dunia kemudian mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya. Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Jika Alloh memberi nikmat padamu sehingga engkau bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat. Adapun jika engkau lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu. Semoga Alloh menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.

Kemudian Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma melanjutkan dengan berwasiat,

إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء

“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada pagi hari jangan menunggu datangnya sore.”

Yaitu hendaklah Anda senantiasa waspada dengan kematian yang datang secara tiba-tiba. Hendaklah Anda senantiasa siap dengan datangnya kematian. Disebutkan dari para ulama salaf dan ulama hadits bahwa jika seseorang diberi tahu bahwa kematian akan datang kepadanya malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah amal kebaikannya.

Jika seseorang diberi tahu bahwa kematian akan datang kepadanya malam ini, maka belum tentu dia dapat menambah amal kebaikannya. Hal ini dapat terjadi dengan senantiasa mengingat hak Alloh. Jika dia beribadah, maka dia telah menunaikan hak Alloh dan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Robbnya. Jika dia memberi nafkah pada keluarganya, maka dia melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat. Jika dia berjual beli, maka dia akan melakukan dengan ikhlas dan senantiasa berharap untuk mendapatkan rezeki yang halal. Demikianlah, setiap kegiatan yang dia lakukan, senantiasa dilandasi oleh ilmu. Ini adalah keutamaan orang yang memiliki ilmu, jika mereka bertindak dan berbuat sesuatu maka dia akan senantiasa melandasinya dengan hukum syariat. Jika mereka berbuat dosa dan kesalahan, maka dengan segera mereka akan memohon ampunan. Maka dia akan seperti orang yang tidak berdosa setelah beristigfar. Ini adalah kedudukan mereka. Oleh karena itu Ibnu Umar rodhiallohu ‘anhuma mengatakan:

وخذ من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري

“Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhori) Selengkapnya...

Jangan Terlena Dengan Kenikmatan Semu Itu

Jangan Terlena Dengan Kenikmatan Semu Itu

Penulis: Ust. Abu Abdirrahman Abdullah Zaen, Lc.

Di saat Allah menghendaki terjadinya hari kiamat, Dia pun memerintahkan malaikat Israfil untuk meniup terompetnya dua kali. Tiupan pertama sebagai pertanda untuk membinasakan seluruh makhluk yang ada di muka bumi dan langit, sedangkan tiupan kedua untuk membangkitkan mereka kembali.

Allah ta’ala berfirman:

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ إِلا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri (menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)

Maka, setelah malaikat Israfil meniupkan terompetnya yang kedua kalinya, seluruh makhluk pun dibangkitkan dari kuburnya oleh Allah ta’ala, lalu mereka dikumpulkan dalam suatu padang yang amat luas yang rata dengan tanah (QS. Thaha: 107. Lihat Tafsir As-Sa’di hal. 462), dalam keadaan tidak berpakaian, tidak memakai sandal, tidak berkhitan dan tidak membawa sesuatu apapun.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يحشر الناس يوم القيامة حفاة عراة غرلا. قالت عائشة: يا رسول الله النساء والرجال جميعا ينظر بعضهم إلى بعض؟ قال صلى الله عليه و سلم: يا عائشة الأمر أشد من أن ينظر بعضهم إلى بعض

“Pada hari kiamat nanti para manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tidak memakai sandal, tidak berpakaian dan dalam keadaan belum berkhitan. Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kaum pria dan wanita (berkumpul dalam satu tempat semuanya dalam keadaan tidak berbusana?!) apakah mereka tidak saling melihat satu sama lainnya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, ‘Wahai Aisyah kondisi saat itu amat mengerikan sehingga tidak terbetik sedikit pun dalam diri mereka untuk melihat satu sama lainnya!’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ya, saat itu masing-masing dari mereka memikirkan dirinya sendiri dan tidak sempat untuk memikirkan orang lain, meskipun itu adalah orang terdekat mereka. Allah ta’ala berfirman:

“Pada hari itu manusia lari dari saudaranya. Dari bapak dan ibunya. Dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa: 34-37)

Semua manusia saat itu berada di dalam ketidakpastian, masing-masing menunggu apakah ia termasuk orang-orang yang beruntung dimasukkan ke taman-taman surga, ataukah mereka termasuk orang yang merugi dijebloskan ke dalam lembah hitam neraka.

Dalam kondisi seperti itu Allah ta’ala mendekatkan matahari sedekat-dekatnya di atas kepala para hamba-Nya, hingga panasnya sinar matahari yang luar biasa itu mengakibatkan keringat mereka bercucuran.

عن المقداد بن الأسود قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: تدني الشمس يوم القيامة من الخلق حتى تكون منهم كمقدار ميل … فيكون الناس على قدر أعمالهم في العرق؛ فمنهم من يكون إلى كعبيه, ومنهم من يكون إلى ركبتيه, ومنهم من يكون إلى حقويه, ومنهم من يلجمه العرق إلجاما

Al-Miqdad bin al-Aswad bercerita: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti matahari turun mendekati para makhluk hingga hanya berjarak satu mil… Pada saat itu kucuran keringat masing-masing manusia tergantung amalannya; di antara mereka ada yang keringatnya sampai di mata kakinya, ada pula yang keringatnya sampai lututnya, ada yang keringatnya sampai perutnya serta ada yang tenggelam dalam keringatnya sendiri!” (HR. Muslim)

Demikianlah para manusia saat itu berada di dalam kesusahan, kebingungan dan ketidakpastian yang tiada bandingannya, padahal satu hari pada saat itu bagaikan 50 ribu tahun hari-hari dunia! (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Ibn Utsaimin (II/23))

Allah ta’ala berfirman:

تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Allah dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij: 4)

Seandainya kita mau berpikir betapa mengerikannya hari-hari itu lantas kita merenungkan jalan hidup kebanyakan manusia di dunia yang kita lihat selama ini, niscaya kita akan sadar betul bahwa ternyata masih banyak di antara kita yang telah terlena dengan keindahan dunia yang semu ini dan lupa bahwa setelah kehidupan dunia yang sementara ini masih ada kehidupan lain yang kekal abadi yang lamanya satu hari di sana sama dengan 50 ribu tahun di dunia!

Kita telah terlena dengan gemerlapnya dunia dan lupa untuk beribadah kepada Allah dan beramal saleh, padahal pada hakikatnya kita hanya diminta untuk beramal selama 30 tahun saja! Tidak lebih dari itu. Suatu waktu yang amat singkat!

Ya, kalaupun umur kita 60 tahun, sebenarnya kita hanya diminta untuk beramal selama 30 tahun saja. Karena umur yang 60 tahun itu akan dikurangi masa tidur kita di dunia yang jika dalam satu hari adalah 8 jam, berarti masa tidur kita adalah sepertiga dari umur kita yaitu: 20 tahun Lalu kita kurangi lagi dengan masa kita sebelum balig, karena seseorang tidak berkewajiban untuk beramal melainkan setelah ia balig, taruhlah jika kita balig pada umur 10 tahun, berarti umur kita hanya tinggal 30 tahun!

Subhanallah, bayangkan, pada hakikatnya kita diperintahkan untuk bersusah payah dalam beramal saleh di dunia hanya selama 30 tahun saja! Alangkah naifnya jika kita enggan untuk bersusah payah selama 30 tahun di dunia beramal saleh, sehingga akan berakibat kita mendapat siksaan yang amat pedih di akhirat selama puluhan ribu tahun!

Allah telah memperingatkan supaya kita tidak tertipu dengan kehidupan duniawi yang fana ini dalam firman-Nya.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Wahai para manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayai kalian, dan janganlah sekali-kali (syaitan) yang pandai menipu, memperdayakan kalian dari Allah.” (QS. Faathiir: 5)

Mengapa orang yang tertipu dengan kehidupan duniawi benar-benar telah merugi? Karena kenikmatan dunia seisinya tidak lebih berharga di sisi Allah dari sebuah sayap seekor nyamuk!

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ ». رواه الترمذي في سننه (رقم 2490) وقَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ.

Sahl bin Sa’d bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya dunia sepadan dengan (harga) sayap seekor nyamuk; niscaya orang kafir tidak akan mendapatkan (kenikmatan dunia meskipun hanya seteguk air.” (HR. Tirmidzi)

Maka mari kita manfaatkan kehidupan dunia yang hanya sementara ini untuk benar-benar beribadah kepada Allah ta’ala, mulai dari mencari ilmu, shalat lima waktu berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada sesama terutama tetangga, mendidik keluarga sebaik-baiknya. Juga berusaha untuk menjauhi apa yang dilarang-Nya. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang disebutkan Allah ta’ala dalam firman-Nya:

وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحاً غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, ‘Ya Rabbi, keluarkanlah kami. niscaya kami akan mengerjakan amalan saleh berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan.’ Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup bagi orang yang mau berpikir?! Maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.” (QS: Faathir: 37)

Namun mereka tidak akan mungkin bisa kembali lagi ke dunia. Demikian pula mereka tidak akan mati di neraka. Allah ta’ala bercerita:

وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ (٧٧) لَقَدْ جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ

“Mereka berseru, ‘Wahai Malik, biarlah Rabb-Mu membunuh kami saja.’ Dia menjawab, ‘Kalian akan tetap tinggal (di neraka ini). Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian, namun kebanyakan kalian benci terhadap kebenaran tersebut.’” (QS. Az-Zukhruf: 77-78)

Jangankan untuk menghentikan siksaan, untuk mendapatkan setetes air pun mereka tidak bisa. Allah ta’ala mengisahkan:

“Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, ‘Berilah kami sedikit air atau makanan yang telah diberikan Allah kepada kalian.’ Mereka (penghuni surga) menjawab, ‘Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir.’ (Yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 50-51)

Semoga kita semua bukan termasuk golongan tersebut di atas, amin ya Rabbal ‘alamin.

Tulisan ini terinspirasi dari salah satu nasihat yang disampaikan guru kami Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-’Abbad dalam salah satu kajian beliau dalam kitab Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah yang diadakan di masjid al-Jami’ah al-Islamiyah Madinah tiap Kamis pagi. Selengkapnya...

Lisan Kita..., Untuk Apakah?

Lisan Kita..., Untuk Apakah?

MediaMuslim.Info - Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan kita. Apakah banyak kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun malah terjerumus ke dalam dosa dan maksiat.

Pada berbagai pertemuan, seringkali kita mendapati pembicaraan berupa gunjingan (ghibah), mengadu domba (namimah) atau maksiat lainnya. Padahal, Alloh Subhanahu wa Ta’ala melarang hal tersebut. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan ghibah dengan suatu yang amat kotor dan menjijikkan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, ”Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya.” (QS: Al-Hujurat: 12)

Pada berbagai pertemuan, seringkali kita mendapati pembicaraan berupa gunjingan (ghibah), mengadu domba (namimah) atau maksiat lainnya. Padahal, Alloh Subhanahu wa Ta’ala melarang hal tersebut. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan ghibah dengan suatu yang amat kotor dan menjijikkan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, ”Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya.” (QS: Al-Hujurat: 12)

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan makna ghibah (menggunjing) ini. Beliau bersabda, yang artinya: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?” Mereka menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui” Beliau bersabda, yang artinya: “Engkau mengabarkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang aku katakan itu memang terdapat pada saudaraku?” Beliau menjawab, “Jika apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta atasnya.” (HR: Muslim)

Yang terdapat pada diri seorang muslim, baik tentang agama, kekayaan, akhlak, atau bentuk lahiriyahnya, sedang ia tidak suka jika hal itu disebutkan, dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok. Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Alloh Subhanahu wa Ta’ala ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya.” (As-Silsilah As-Shahihah, 1871)

Wajib bagi orang yang hadir dalam majelis yang sedang menggunjing orang lain, untuk mencegah kemunkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan hal itu, sebagaimana dalam sabdanya, yang artinya: “Barangsiapa membela (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Alloh akan menghindarkan api Neraka dari wajahnya.” (HR: Ahmad)

Demikian pula halnya dalam mengadu domba (namimah). Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara keduanya adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan, serta menyulut api kebencian dan permusuhan antar manusia. Alloh mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firmanNya, yang artinya: “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kesana kemari menghambur fitnah.” (QS: Al-Qalam: 10-11).

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba).” (HR: Bukhari).

Ibnu Atsir menjelaskan, “Al-Qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.” (An-Nihayah 4/11)

Oleh karena itu ada beberapa hal penting perlu kita perhatikan dalam menjaga lisan. Pertama, hendaknya pembicaraan kita selalu diarahkan ke dalam kebaikan. Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (QS: An-Nisa: 114)

Kedua, tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi diri kita maupun orang lain yang akan mendengarkan. Rosululloh shollallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” (HR: Ahmad dan Ibnu Majah)

Ketiga, tidak membicarakan semua yang kita dengar. Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar.” (HR: Muslim)

Keempat, menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kita berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda.” (HR: Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani)

Kelima, Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah rodhiallohu ‘anha berkata, “Sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu hal, dan ada orang yang mau menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya” (HR: Bukhari-Muslim).

Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga diri kita, sehingga diri kita senantiasa berada dalam kebaikan. Wallohu’alam. Selengkapnya...

Mewabahnya Virus di Tengah Umat

Mewabahnya Virus di Tengah Umat

Sungguh aneh bin ajaib kalau ada seseorang yang mengatakan bahwa pada saat ini dakwah yang menyerukan kepada tauhid dan mengingatkan pada syirik adalah sudah tidak relevan. Sebab di zaman yang modern seperti ini sudah banyak orang yang mempercayai adanya Tuhan dan sangat jarang ditemui ada orang yang menyembah patung, bintang, matahari, berhala dan sebagainya. Mereka juga mengatakan bahwa sekarang ini kita harus memfokuskan dan memperhatikan bagaimana kita harus melawan orang-orang kafir dan merebut kekuasaan.

Pandangan seperti ini muncul karena memang dangkalnya ilmu dan pemahaman yang ada pada orang tersebut, tidak faham apa itu pengertian tauhid dan syirik dengan benar, serta tidak faham dengan inti dakwah setiap rosul. Bukan berarti bahwa melawan orang kafir itu tidak penting. Tidak, sekali-kali tidak! Dengan tulisan ini semoga dapat mendudukkan masalah ini secara benar dan dapat menyadarkan kaum muslimin dari keterlenaannya.


Tauhid Bukan Sekedar Percaya Adanya Tuhan

Sebagian kaum muslimin yang beranggapan bahwa apabila seorang itu telah mengakui adanya Tuhan, maka dia sudah dikatakan bertauhid. Mereka lupa bahwa ini hanyalah bagian dari tauhid, bahkan hanya bagian kecil darinya. Dan belumlah seseorang itu dianggap bertauhid hanya dengan bagian yang ini saja. Sedangkan bagian tauhid yang lain bahkan yang paling pokok di antaranya justru tidak faham. Setiap orang wajib mengesakan Alloh dalam rububiyah, uluhiyah dan asma wa shifat-Nya. Jika ketinggalan satu saja dari ketiga tauhid tersebut belumlah dia dikatakan sebagai seorang yang bertauhid.

Lihatlah kaum musyrik quroisy, bukankah mereka juga mengakui adanya Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, bahkan bukankah mereka juga menyembah Alloh? Kenapa mereka masih diperangi oleh Rosululloh? Alloh Subhanallohu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: ”Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak betakwa (kepada-Nya)?” (QS: Yunus: 31)

Syirik Bukan Sekedar Sujud Kepada Patung

Syirik adalah menyamakan selain Alloh Subhanallohu wa Ta’ala dengan Alloh dalam perkara yang menjadi kekhususan atau hak bagi Alloh Subhanallohu wa Ta’ala. Dari definisi ini, maka jelaslah bagi kita syirik itu tidak hanya sebatas menyembah dan sujud kepada berhala, patung, matahari dan lain-lain, namun lebih luas daripada ini.

Kita lihat juga kaum musyrik yang diperangi oleh Rosululloh shollallohu ’alaihi wassalam dulu, apakah mereka murni benar-benar menyembah atau sujud kepada berhala dan yang lainnya hanya karena mereka batu dan pohon? Ternyata tidak, Alloh Subhanallohu wa Ta’ala menceritakan ucapan mereka, yang artinya: “Tidaklah kami menyembah mereka melainkan agar mereka dapat mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya.” (QS: Az-Zumar: 3). Mereka menyembah berbagai sesembahan tersebut dengan harapan akan memerantarai pada Alloh.

Syirik juga tidak terhenti di sini, ada juga syirik dalam ketaatan. Tatkala Rosululloh shollallohu ’alaihi wassalam membacakan ayat, yang artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tandingan (tuhan) selain Alloh.” (QS: At-Taubah: 31). Sahabat Adi bin Abi Hatim yang pada waktu itu baru masuk Islam menyanggah: “Tidaklah kami itu menyembah mereka”. Maka Rosululloh menjawab, yang artinya: “Bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut mengharamkan, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut menghalalkan?” Maka Adi bin Abi Hatim pun menjawab: “Benar”. Rosululloh berkata: ”Itulah peribadahan kepada mereka”. Lalu sekarang, betapa banyak kaum muslimin yang mereka ikut menghalalkan yang semestinya harom dengan landasan hawa nafsu? Na’udzu billah.

Syirik tidak hanya terbatas pada amalan badan, namun juga amalan hati dan lisan. Alloh berfirman, yang artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh.” (QS: Al Baqoroh: 165)

Realita Yang Ada di Masyarakat Sekarang Ini

Sungguh aneh masyarakat kita sekarang ini, mereka akan begitu sangat marah apabila ada orang non islam yang mempropagandakan agama mereka dan mengajak orang lain kepada agama mereka. Namun pada saat yang sama, dia telah membiarkan dirinya, anak-anaknya dan keluarganya untuk diseret dan dipengaruhi oleh kesyirikan dan dijauhkan dari aqidah yang lurus, yakni dengan membiarkan di rumahnya sebuah televisi yang tiap harinya selalu dijejali dengan acara-cara kesyirikan. Seolah-olah mereka mengatakan: “Mari silakan masuk, ajari dan pengaruhi keluarga kami dengan acara-acara syirik, bid’ah dan maksiat kalian”. Na’udzu billah!! Bukankah ini terjadi karena tidak fahamnya mereka terhadap apa itu syirik, ancaman dan bahayanya? Ataukah merasa juga telah merasa aman dan jauh akan terjatuh di dalamnya?

Anak-anak kita sudah terbiasa disuguhi dengan film tentang peri, hantu, dukun, sihir, jimat-jimat dan film misteri yang penuh kesyirikan. Sementara anak mudanya tenggelam dalam ramalan bintang/zodiak. Sadarlah wahai saudaraku! itu semua adalah termasuk amalan-amalan kesyirikan.

Dengan Dalih Budaya dan Adat Istiadat

Lebih ironi lagi, ternyata kita juga hidup disuatu masyarakat yang diantara adat istiadat dan budaya mereka merupakan amalan-amalan kesyirikan. Ketika kita mengingatkan mereka ternyata mereka malah balik menuduh bahwa kita adalah orang yang kaku dan tidak faham terhadap esensi dan transformasi nilai. Namun sayang ketika mereka berusaha untuk dijelaskan dan diajak untuk “sedikit” berpikir, hati mereka sudah diliputi oleh dua penyakit yaitu taqlid (ikut-ikutan) dan ta’ashshub (fanatik). Kalau begitu, bagaimana kebenaran ini akan sampai?

Alloh berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Alloh,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS: Al-Baqoroh: 170)

Kita lihat di sana ada acara nyadran, sekaten, ngelarung, sedekah bumi/laut, suronan dan lain-lain, yang mana acara-acara itu di masyarakat kita sudah mendarah daging, bahkan sudah menjadi komoditi bisnis dan mata pencaharian. Sungguh ironi, mereka beralasan bahwa ini adalah budaya nenek moyang yang harus dilestarikan. Allohu akbar!! Inilah alasan yang menjadi jurus pamungkas kaum musyrikin zaman Rosululloh shollallohu ’alaihi wassalam tatkala mulut mereka tidak mampu lagi menjawab hujjah Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, Na’udzu billah.

Mengingat akan parahnya keadaan ini, maka sudah menjadi tugas kita semua untuk saling mengingatkan dan terus untuk mengingatkan. “Dan tetaplah beri peringatan, karena peringatan itu memberikan manfaat terhadap orang-orang yang beriman.” (QS: Adz-Dzariyat: 55)

(Sumber Rujukan: Kitab Tauhid dan berbagai sumber) Selengkapnya...

Renungan kematian

Renungan kematian

Oleh: Ustadz Abu Unais Ali Subana



1.Mati suatu yang pasti datangnya.

Ikhwan dan akhwat sekalian yang berbahagia simaklah dengan sungguh-sungguh ayat-ayat dibawah ini,semoga Allah merahmati kita sekalian .

Firman Allah ta`ala :



كل نفس ذآئقة الموت وإنما توفون أجوركم يوم القيامة فمن زحزح عن النار وأدخل الجنة فقد فاز



وما الحيوة الدنيا إلا متاع الغرور (آل عمران :185)



185. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (ali-imran :185)

Firman Allah Ta`ala :

كل من عليها فان ويبقي وجه ربك ذو الجلال والاكرام (الرحمن : 26-27)

26. Semua yang ada di bumi itu akan binasa.27. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.(arrahman :26-27)



Firman Allah Ta`ala:

كل شيئ هالك إلا وجهه له الحكم وإليه ترجعون(القصص :88)

88. . Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (al-qoshosh :88)



Firman Allah Ta`ala : إنك مية وإنهم ميتون (الزمر :30)



30. Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). (azzumar:30)



Firman Allah Ta`ala : وما جعلنا لبشر من قبلك الخلد أفإين مت فهم الخالدون كل نفس ذآئقة الموت و نبلوكم بالشر والخير فتنة وإلينا ترجعون (الأنبيا ء :34-35)

34. Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? 35. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (Al-anbiya :34-35)



2.Anjuran untuk banyak mengingat kematian.

Berikut ini saya kemukakan beberapa hadits dan atsar shahabat yang menjadi perintah untuk kita agar selalu mengingat kematian,renungkanlah jika anda termasuk orang-orang yang berfikir.

Dari abu hurairoh RA,ia berkata: telah bersabda rosululloh SAW:”Perbanyaklah mengingat penghancur segala kelezatan , ya`ni Al-maut” (HR:Tirmidzi (2307),Ibnu majah (4258),Ibnu hibban (2992),Alqudho`i (669) dan lain-lain).

Derajat hadits ini adalah shohih,imam hakim berkata :shohih menurut syarat muslim,dan hal ini disetujui Az-zahabi.Syekh Al-albani berkomentar bahwa hadits ini hasan di kitab Al-Irwa.



Dari abu hurairoh RA,ia berkata: Rosululloh selalu berkata :”Perbanyaklah mengingat penghancur segala kelezatan” (HR.Ibnu hibban /2995).

Derajat hadits inipun shohih.



Al-Imam thabrani di jami`ul awshat, Abu nu`aim di Al-hilyah dan Al-Hakim di mustadroknya meriwayatkan dari ali RA,ia berkata :telah bersabda Rosululloh SAW : “Jibril mendatangiku dan berkata : Ya Muhammad hiduplah sesukamu karena engkau akan mati,cintailah siapa yang kamu mau karena engkau akan meninggalkannya, beramallah sesukamu karena engkau akan dibalas dan ketahuilah bahwa kemulyaan seorang mu`min pada qiyamul-lail dan Izzahnya pada kemandiriannya “

Hadits ini dapat dilihat di silsilah shohihah No.831 oleh Al-albani.



Berkata ali bin abi thalib RA : “dunia ini berjalan membelakangimu dan akherat itu berjalan mendekatimu dan bagi keduanya mempunyai hanba-hamba.maka jadilah kalian hamba-hamba akherat dan jangan kalian jadi hamba-hamba dunia ,sesungguhnya hari ini kita beramal tanpa ada perhitungan dan besok kita akan dihitung dan tidak bisa beramal”.

Lihat misykatul-mashobih No.5215.(Shohih)

Berkata abu darda RA :ada 3 hal yang membuat aku geli memikirkannya ,dan 3 hal pula yang membuat aku menangis.3 hal pertama yaitu1.pencari dunia sedang maut selalu mencarinya,2.orang yang lalai sedangkan maut selalu mengintainya 3.dan orang yang tertawa terbahak-bahak sedang dia tidaktahu apakah Allah ridho atau murka padanya, dan

3 hal kedua yaitu 1.perpisahanku denga rosul dan para shahabatnya,2.kengerian ketika datatang sakarotul-maut dan 3.ketika wukuf di hadapan Allah ( padang mahsyar),hari yang disingkap segala yang nampak dan rahasia,lalu seseorang tidak tahu ke jannah atau ke neraka (At-tazkiroh Hal.87 )

Marilah kita perhatikan diri kita ini, kita adalah orang yang banyak lalai untuk memikirkan kematian yang mungkin sudah ada didepan kita semoga Allah merahmati kita dan menjadikan kita orang-orang yang selalu ingat dengan kematian,kematian dan kematian.



3.Faidah mengingat kematian.



Perhatikanlah bab berikut ini semoga Allah meridhoi kita semua……………….



Insya Allah akan saya sambung lagi ………



Maraji`

1.Al-qur`an dan tafsir ubnu katsir.

2.At-tadzkiroh (imam qurtubi)

3.Kiyamat Sughro(Dr.Sulaiman Asqar)

4.dan lain-lain. Selengkapnya...

Beberapa Perkara Pembatal Amal

Beberapa Perkara Pembatal Amal
Penulis: Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali

Alhamdulillah shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi-Nya dan hamba-Nya yang tidak ada nabi setelahnya, juga kepada keluarga dan sahabatnya. amma ba'du

Sesungguhnya kebahagiaan abadi adalah di surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang tidak akan didapatkan oleh seorang hamba kecuali dengan menjauhi perangi yang dianggap baik oleh sebuah jiwa akan tetapi akan menggugurkan pahala dan amalannya, Akan tetapi wahai hamba Allah, engkau berada di atas suatu ilmu yang terkumpul untuk mu di lembaran ini yang dilengkapi dengan dalil-dalil dari Al Kitab dan As-Sunnah sahihah :

1. Kufur dan syirik
Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala "Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan perjumpaan di hari akhirat, maka gugurlah amalan-amalan mereka, dan tidaklah mereka diberi balasan kecuali dengan apa yang telah mereka perbuat (al a'raf:174) dan juga firman-Nya " dan telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, jika kamu berbuat syirik, niscaya gugurlah amalan-amalanmu dan tentulah kamu menjadi orang yang merugi " (az zumar: 65)

2. Murtad
Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala : " Barangsiapa yang murtad diantara kalian dari agamanya kemudian mati dakan keadaan kafir, mereka itulah yang gugur amalan-amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka adalah penghuni neraka serta kekal di dalamnya." (Al Baqarah : 217)

3. Nifaq dan Riya'
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam" sesungguhnya dari yang saya takutkan terhadapmu adalah syirik kecil, yaitu riya" . Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman (dalam sebuah hadits qudsi) pada hari kiamat, "Jika Allah memberi balasan kepada manusia dari amalan- amalan. Maka pergilah kalian kepada amalan yang kamu berbuat ria di dunia, maka lihatlah apakah kalian mendapatkan padanya pahala" (dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan al Baghawi dari hadits Mahmud bin Labid dengan sanad shahih menurut syarat muslim)

5. Mengungkit-ngungkit pemberian
Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala " Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian gugurkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebut (pemberian) dan menyakiti (hati penerima) (Al Baqarah : 264). Dan dari Abu Umamah Radiyallahu 'anhu berkata Nabi shalallahu 'alahi wasallam bersabda: " Tiga perkara yang Allah tidak akan terima penolakan dan penebusan yaitu orng yang durhaka kepada orang tua, pengungkit-ngungkit pemberian dan orang yang mendustakan takdir (dikeluarkan oleh Ibnu Abi Ashim dan Thabrany dengan sanad hasan)

6. Mendustakan Takdir
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam "Kalau seandainya Allah mengadzab penduduk langit dan bumi niscaya dia akan mengadzabnya sedang Dia tidak sedikitpun berbuat dzalim terhadap mereka, dan seandainya Dia merahmati mereka niscaya rahmat-Nya lebih baik dari amalan-amalan mereka. Seandainya seseorang menginfaqkan emas di jalan Allah sebesar Gunung Uhud, tidaklah Allah akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu tidak akan menyelisihimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tida akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaab mengimanai selalin ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan Ahmad, hadits ini shahih)

7. Meninggalkan shalat Ashr
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : "Orang yang meluputkan dari shalat ashar maka seolah-olah dia kehilangan keluarga dan hartanya (yakni tinggal sendirian tanpa harta dan keluarga), (Dari hadits Ibnu Umar, mutafaq 'alaihi), dan juga sabda beliau "Barangsiapa meninggalkan shalat ashr maka sungguh gugurlah amalannya (Bukhari dari hadits Buraidah)

8. At Ta'ly atas Allah Subhanah
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Sesungguhnya seseorang yang berkata, Allah tidak akan mengampuni terhadap si fulan, maka Allah berkata, Barangsiapa beranggapan atas-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan, maka sungguh Aku telah mengampuni si fulan, dan engkau telah menggugurkan amalanmu, atau sebagaimana beliau katakan (dikelurkan oleh Muslim dari hadtis Jundub bin Abdullah Radhiyallu anhu) At Ta'ly atas Allah yaitu : berkata tentang Allah tanpa ilmu, menyepelekan luasnya rahmat Allah dan bersumpah bahwa Allah tidak akan mengampuni terhadap seseorang.

9. Menyelisihi Rasul shalallahu 'alahihi wasallam -baik ucapan maupun amalan
Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala : " Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian angkat suara-suaramu diatas suara Nabi dan jangan kalian mengeraskan suara kepadanya layaknya seorang diantara kalian terhadap yang lainnya, sehingga akan gugurlah amalan-amalan kalian dalam keadaan kalian tidak menyadari" (Al Ahzab : 2). Dan firman-Nya : " Hai orang-orang beriman taatlah Allah dan Rasul-Nya dan jangan kalian gugurkan amalan- amalan kalian (Muhammad: 33)

10. Berbuat bid'ah dalam agama
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini, sesuatu yang tidak ada petunjuk agama padanya, maka itu tertolak (Mutafaq 'alaih dari hadtis Aisyah radhiyallahu 'anha) dalam riwayat Muslim disebutkan " Barangsiapa beramal dengan amalan yang bukan perintah kami maka itu tertolak "

11. Melanggar Ketentuan-ketentuan Allah di waktu sepi
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Sungguh aku mengetahui sebuah kaum dari umatku, mereka datang pada hari kiamat dengan kebaikan semisal gunung ................... putih, kemudian Allah jadikan seperti halnya debu yang berterbangan", berkata Tsauban, " Wahai Rasulullah, sifatkanlah tentang keadaan mereka kepada kami, dan supaya kami tidak termasuk dari mereka, dan sedang kami da;a, keadaan tidak memengetahui", Beliau bersabda "Adapun mereka itu dari saudara kalian seagama, dan dari bangsa kalian, mereka mengambil bagian dari waktu malam sebagaimana juga kalian mengambilnya, akan tetapi mereka itu adalah sebuah kaum yang jika melewati larangan Allah mereka melanggarnya (Dikeluarkan oleh ibnu MAjah dari hadits Tsauban Radhiyallahu 'anhu dan dishahihkan oleh al Mundziri dan Al Baushiri)

12. Gembira dan Bahagia dengan terbunuhnya seorang mukmin
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Barangsiapa membunuh seorang mukmin dan berharap akan terbunuhnya maka Allah tidak akan menerima darinya penolakan (adzab) ataupun penebusan. (dikelurkan oleh Abu Dawud dari hadits Ubadah bin shamit, hadits ini shahih).

13. Menetap di negeri-negeri kafir
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : " Allah Azza wajalla tidak akan menerima amalan dari seorang musyrik yang masuk islam sampai memisahkan musyrikin kepada muslimin" (Dikelurkan oleh Nasai dan Ahmad dari Hadits Mu'awiya bin Hayidah radhiyallahu 'anhu dengan sanad hasan)

14 Mendatangi dukun dan tukang ramal
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : " Barangsiapa mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari (dikeluarkan oleh Muslim) dan sabdanya " Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakan maka sungguh telah kafir kepada yang diturukan kepada Muhammad (Al Qur'an), (dikelurkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad, dari hadits Abu Hurairah, sahih)

15. Durhaka kepada kedua orang tua
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Tiga golongan yang Allah tidak akan terima dari mereka penolakan atau penebusan yaitu orang yang durhaka kepada kedua orang tua, pengungkit pemberian, dan pendusta takdir" (telah berlalu takhrijnya dipoint no.5)

16. Pecandu Khamar
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Barangsiapa meminum khamar Allah tidak akan terima darinya shalat empat puluh hari, apabila dia taubat, maka Allah terima taubatnya, apabila dia kembali berbuat maka Allah tidak akan terima lagi shalatnya selama 40 hari, dan apabila dia taubat maka Allah tidak akan terima taubatnya, dan Allah akan memberinya minum dari sungai Khibal", dikatakan kepadanya "wahai Abu Abdiraman , apa sungai khibal tersebut, dia berkata : yaitu sungai dari nanah penduduk neraka (dikeluarkan oleh Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Umar, dan dia shahih), dan sabda Beliau Shalallahu Alaihi Wa Sallam "Pecandu khamr, jika mati maka akan menemui Allah seperti penyembah berhala (dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dari hadits Ibnu Abbas, dan baginya ada syahid (penguat) dari hadits Abu Hurairah dikeluarkan oleh Ibnu Majah, secara keseluruhannya derajatnya hasan)
Berkata Ibnu Hiban : Serupa makna khabar ini dengan " Barangsiapa bertemu Allah dari pecandu khamr dengan anggapan halal meminumnya, seperti penyembah berhala, karena kesamaan keduanya dalam kekufuran.

17. Berkata dusta dan beramal dengannya
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka tidak ada kepentingan bagi Allah seseorang meninggalkan makan dan minumnya " (dikeluarkan oleh Bukhari)

18 Memelihara anjing kecuali anjing yang dididik untuk pertanian atau berburu
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Barangsiapa memelihara anjing, maka akan berkurang amalannya setiap hari sebear satu qiroth (dalam riwayat lain dua qiroth), kecuali anjing untuk menjaga kebun atau anjing penjaga ternak (mutafaq alaihi, dan riwayat kedua dari muslim)

19. Budak yang lari dari Tuannya, tanpa karena takut atau keletihan dalam pekerjaan, sampai dia kembali kepada tuannya

20. Istri yang durhaka sampai kembali taat terhadap suaminya

Berkata Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Dua golongan yang sungguh sangat merugi yaitu seorang hamba yang lari dari tuannya sampai kembali kepada mereka dan seorang istri yang maksiat terhadap suaminya sampai dia kembali kepadanya (dikeluarkan oleh Hakim dan Thabrany dalam as shaghir, shahih)

21. Pemimpin Yang dibenci Kaumnya
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Tiga golongan yang sangat merugi yaitu seorang budak yang lari dari tuannya sampai dia kembali, seorang wanita yang bermalam dengan suaminya dalam keadaan (suami) murka padanya, dan seorang pemimpin yang dibenci kaumnya" (Dikeluarkan dan dihasankan oleh Tirmidzi) Berkata Tirmidzi : " Sekelompok orang dari ahli ilmu membenci seseorang untuk memimpin sebuah kaum, yang mereka benci padanya. Apabila imam itu tidak dzalim, maka sesungguhnya dosa itu atas yang membencinya. Dinukilkan dari Manshur: Kami bertanya tentang perkara imam, maka dikatakan kepada kami: Pemimpin- pemimpin yang dzalim itu sangat menyusahkan, dan adapun yang menegakkan sunnah maka sesungguhnya dosa bagi siapa yang membencinya."

22. Seorang muslim memboikot saudaranya muslim tanpa udzur syar'i.
Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam " Dibukakan pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis dan diampunkan bagi setiap hamba yang tidak mensekutukan Allah dengan sesuatupun kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya ada kebencian" Beliau berkata, " perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun, perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun, perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun." (Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Abu Hurairah)

Wakhai saudara seislam, ini adalah perbuatan-perbuatan yang dapat menggugurkan amalan- amalan, berada di depanmmu. Dan bahayanya terhadap agamamu sangat jelas, maka jauhilah perkara tersebut dan berhati-hatilah darinya, dan hendaklah hatimu tetap berharap kepada sesuatu yang memberi manfaat kepadamu di dunia dan akhirat, karena setaip hati butuh kepada tarbiyah supaya suci dan terus bertambah suci hingga sampai usia lanjut sempurnalah dan baiklah ia.

Ya Allah yang membolak-balikan hati tetapkanlah hati-hati kami atas agama-Mu, dan janganlah Engkau palingkan kami meskipun hanya sekejap saja. Selengkapnya...