يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ﴾ [الحشر:18

Kamis, 07 Agustus 2008

ADA APA DENGAN GAMBAR....

Hukum Boneka Dan Gambar Untuk Tujuan Pengajaran Atau Pendidikan
Rabu, 27 Februari 2008 11:08:25 WIB

HUKUM GAMBAR YANG DIGUNAKAN UNTUK TUJUAN PENGAJARAN/PENDIDIKAN


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Banyak sekali permainan berupa gambar makhluk bernyawa yang dilukis dengan tangan yang lebih condong digunakan untuk tujuan pengajaran seperti yang terdapat dalam buku-buku cerita anak, apakah hal itu diperbolehkan?

Jawaban
Jika hal itu ditujukan untuk meghibur anak-anak, maka mereka yang memperbolehkan permainan untuk anak-anak, juga membolehkan gambar-gambar yang seperti itu dengan catatan bahwa gambar-gambar tersebut tidak benar-benar menyerupai makhluk ciptaan Allah seperti yang jelas keberadaannya di hadapan saya. Ini adalah perkara yang mudah.

[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 683]

HUKUM BONEKA YANG DIANTARANYA DAPAT BERBICARA DAN MENANGIS

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ada berbagai macam bentuk boneka, diantaranya boneka yang terbuat dari kapas, yang bentuknya seperti karung yang memiliki kepala, tangan dan kaki, ada pula yang bentuknya sangat mirip dengan manusia, dapat berbicara, menangis atau berjalan layaknya manusia. Apa hukum membuat atau membelikan boneka-boneka semacam itu untuk anak-anak perempuan untuk tujuan pengajaran dan sebagai hiburan?

Jawaban
Boneka yang bentuk dan wujudnya tidak sempurna dan memiliki beberapa anggota tubuh dann kepala tetapi tidak jelas bentuknya, maka hal itu jelas diperbolehkan dan boneka-boneka seperti itulah yang dimainkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

Sedangkan bila boneka tersebut memiliki bentuk yang sempurna seolah-olah engkau menyaksikan manusia, apalagi boneka itu dapat bergerak atau dapat mengeluarkan suara, aku tidak berani mengatakan bahwa hal itu dibolehkan, karena boneka-boneka itu secara langsung telah menyerupai bentuk makhluk ciptaan Allah. Secara dzahir bahwa boneka yang digunakan oleh Aisyah untuk bermain bukanlah boneka yang memiliki bentuk dan sifat yang demikian, maka menjauhi hal–hal itu adalah lebih utama, akan tetapi aku tidak mengatakan secara langsung bahwa hal itu adalah haram, karena dalam masalah tersebut ada pengecualiaan bagi seorang anak kecil yang tidak memiliki oleh orang-orang dewasa.

Anak kecil cenderung memiliki watak suka bermain dan bersenang-senang, dan mereka tidak dibebani oleh berbagai macam ibadah hingga kita sering berkata bahwa waktu mereka lebih banyak digunakan untuk bermain dan bersenda gurau. Jika seseorang hendak memiliki benda seperti ini, maka hendaklah ia melepas kepala boneka itu atau memanggangnya di atas api hingga boneka itu menjadi lunak kemudian menghimpitnya sehingga tidak terlihat lagi ciri-cirinya.

[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 684-685]

HUKUM MEMBUAT BONEKA YANG DILAKUKAN OLEH SEORANG ANAK ATAU ORANG DEWASA

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah ada perbedaan antara seorang anak kecil yang membuat sebuah boneka untuk bermain dengan kita yang membuatkan atau membelikan mereka boneka?

Jawaban
Saya berpendapat bahwa pembuatan boneka yang menyerupai makhluk Allah adalah haram, karena pebuatan itu termasuk dalam perbuatan membuat gambar yang tidak diragukan keharamannya. Akan tetapi bila boneka tersebut dibuat oleh golongan yang bukan muslim, maka hukum manfaatnya sebagaimana yang telah saya sebutkan.

Tetapi daripada kita membeli benda-benda seperti itu, sebaiknya kita membelikan mereka barang seperti sepeda, mobil-mobilan, ayunan atau barang-barang lainnya yang tidak berwujud makhluk bernyawa.

Adapun boneka yang terbuat dari kapas dan boneka-boneka yang bentuknya jelas-jelas memiliki anggota tubuh, kepala dan kaki tetapi tidak memiliki mata dan hidung, maka hal itu tidak dilarang, karena boneka itu tidak memiliki kesurupaan dengan makhluk ciptaan Allah.

[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 675 ]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq] Selengkapnya...

Jumat, 01 Agustus 2008

SHALAT SESEORANG BATAL DIKARENAKAN ADA WANITA YANG MELINTAS DI HADAPANNYA?

Shalat Seseorang Batal Dikarenakan Ada Wanita Yang Melintas Di Hadapannya
Selasa, 11 Maret 2008 15:22:48 WIB

SHALAT SESEORANG BATAL DIKARENAKAN ADA WANITA YANG MELINTAS DI HADAPANNYA?


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin




Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah shalat seseorang di Masjidil Haram bisa batal ketika ia ikut berjama’ah dengan imam atau shalat sendirian karena da wanita yang melintas di hadapannya?

Jawaban
Tentang wanita yang dapat membatalkan shalat seseorang, hal ini telah ditetapkan dalam kitab Shahih Muslim dari hadits Abu Dzar, ia mengatakan : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Perempuan, keledai dan anjing hitam dapat memutuskan (membatalkan) shalat seorang muslim jika dihadapannya tidak ada pembatas (penghalang), seperti jok bagian belakang kendaraan”.

Dengan demikian jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatas shalatnya, jika pelaku shalat itu memiliki pembatas shalat, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan tempat sujudnya, jika orang yang shalat itu tidak memiliki pembatas, maka shalat orang itu menjadi batal, dan wajib baginya untuk mengulangi shalat walaupun ia telah mencapai di rakaat terakhir. Hal ini pun berlaku jika shalat itu dilakukan di masjid-masjid lainnya menurut pendapat yang paling kuat, karena dalil yang menyebutkan hal ini bersifat umum dan tidak ada pengkhususan pada suatu tempat.

Berdasarkan ini Imam Al-Bukhari mengkategorikan hadits ini dalam “Bab Pembatas Shalat Di Mekkah Dan Tempat Lainnya”, dengan demikian hadits ini bersifat umum, sehingga jika seseorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan tempat sujudnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, atau jika seorang wanita berjalan di antara orang yang sedang shalat dengan pembatasnya, maka wajib bagi orang yang melakukan shalat itu untuk mengulangi shalat tersebut, kecuali jika yang sedang shalat ini adalah seorang makmum yang shalat di belakang imam, karena pembatas pada imam adalah juga merupakan pembatas bagi orang yang shalat di belakangnya. Dengan demikian dibolehkan bagi seseorang untuk berjalan dihadapan orag yang shalat di belakang imam dan tidak berdosa. Namun jika orang itu berjalan di hadapan orang yang sedang shalat sendirian (tidak berjama’ah mengikuti imam) maka itu hukumnya haram, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Seandainya orang yang berjalan di hadapan orang yang sedang melaksanakan shalat itu tahu akan dosa perbuatan itu yang akan ditimpakan kepadanya, maka berdiri selama empat puluh lebih baik baginya daripada ia berjalan di hadapannya itu”.

“Al-Bazzar meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan empat puluh di sini adalah empat puluh tahun”

[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 2/233]

Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin] Selengkapnya...