يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ﴾ [الحشر:18

Jumat, 01 Mei 2009

بسم الله الرحمن الرحيم

Abu Usamah al Atsari

Ahlus Sunnah wal Jamaah yaitu mereka yang berpegang teguh pada Sunnah dan Jamaah di mana sejarah mulai disebarluaskannya nama tersebut ketika timbulnya berbagai macam perpecahan dan perselisihan. Sedangkan dakwah hizbiyah adalah dakwah yang mengajak pada kelompok atau golongan tertentu yang menyimpang dari Sunnah dan manhaj yang shahih yang ditinggalkan oleh Salaful Shalih.

Para da’i yang mengajak untuk mengikuti manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah para da’i yang mengajak umat untuk kembali kepada Al Quran dan Sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih bukan mengajak kepada kelompok atau golongan tertentu yang menyimpang dari Sunnah dan manhaj yang shahih. Digunakannya nama Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah dalam rangka membedakan dari berbagai kelompok dan golongan sesat yang menyimpang dari Sunnah. Nama ini bukan nama yang dibuat untuk suatu kelompok atau aliran tertentu yang telah menyempal dari Sunnah.

Oleh karena itu perlu kiranya diterangkan tentang bagaimana sebenarnya hakekat dakwah hizbiyah agar jelas mana dakwah hizbiyah dan mana yang tidak hizbiyah di antara sekian banyak dakwah yang ada sekarang ini.

Akan tetapi banyak dari orang-orang jahil yang menuduh dakwah Ahlus Sunnah adalah dakwah hizbiyah. Mereka menuduh para da’i Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mengajak kepada Sunnah, mencintai Ahlus Sunnah, dan menjauhi bid’ah serta membenci ahlul bid’ah adalah para da’i yang mengajak kepada hizbiyah. Menurut orang-orang jahil tersebut, Ahlus Sunnah hanya menganjurkan kaum Muslimin untuk mengikuti dakwahnya saja dengan meninggalkan dakwah lainnya yang masih merupakan dakwah Islamiyah. Di samping itu --menurut mereka-- para da’i tersebut mengikat pengikutnya untuk belajar hanya kepadanya saja dan tidak boleh belajar kepada para da’i lain yang berbeda manhaj dengan mereka.
Alhamdulillah kami telah menyajikan artikel ilmiah pada edisi ini yang insya Allohu ta'ala bermanfaat bagi kita... dimana kami mengambil dri kitab kitab para ulama salah satunya :

Ath-Thariiq ila Jama’atil ‘umm

Penulis : Asy-Syaikh ‘Utsman ‘Abdussalam Nuh


Wahai saudaraku kaum Muslimin, --semoga Allah merahmati dan menunjuki kita semua kepada jalan yang lurus-- ketahuilah! Jalan yang selamat itu adalah dengan mengikuti Al Quran dan As Sunnah. Hal ini adalah suatu perkara yang sudah maklum di kalangan kaum Muslimin kecuali orang-orang yang Allah palingkan hatinya, baik mereka yang masih mengaku sebagai Muslim atau tidak.

bumi bekasi... 7 jumadil awal
-Abu Usamah Suffyan Al Atsari-
(semoga Alloh mengampuniya,kedua orang tuanya,para guru gurunya) Selengkapnya...

Awas … ! Paham Khawarij Menjangkiti Harakah Islamiyah

بسم الله الرحمن الرحيم

Awas … ! Paham Khawarij Menjangkiti Harakah Islamiyah

Muhammad Ali Ishmah Al Medani

[Al Manhaj IV/1419 H/1998 M]



Khawarij, tahukah Anda apa pemahaman Khawarij itu? Pemahaman Khawarij adalah pemahaman yang sesat! Pemahamannya telah memakan banyak korban. Yang menjadi korbannya adalah orang-orang jahil, tidak berilmu, dan berlagak punya ilmu atau berilmu tapi masih sedikit pemahamannya tentang Dien ini.

Para pemuda banyak menjadi korban. Dengan hanya bermodal semangat semu mereka mengkafirkan kaum Muslimin. Mereka kafirkan ayah, ibu, dan saudara-saudara mereka yang tidak sealiran atau tidak sepengajian dengan mereka. Sebaliknya, mereka menganggap hanya diri-diri mereka saja yang sempurna Islamnya, yang lainnya kafir. Ringan sekali lidah mereka menuduh kaum Muslimin sebagai orang yang kafir atau telah murtad dari agamanya. Mereka tidak mengetahui patokan-patokan syar'i untuk menghukumi seseorang itu menjadi kafir, fasiq, sesat, atau yang lainnya. Kasihan mereka.

Mereka memberontak kepada pemerintahan Muslimin yang sah. Hingga akibat pahit pemberontakan yang mereka lakukan ditelan oleh semua kaum Muslimin. Sejarah Islam mencatat bahwa gerakan yang mereka lakukan selalu menyengsarakan kaum Muslimin. Cara seperti ini tidak dibenarkan oleh Islam sama sekali.

Oleh karena itu, para pemuda harus tahu patokan-patokan dalam beramar ma'ruf dan nahi mungkar. Apakah perbuatan yang dia lakukan itu bermanfaat atau tidak, apakah tindakannya itu akan membuahkan hasil yang baik atau bahkan menjerumuskan dirinya ke dalam kesesatan.

Harakah-harakah, yayasan-yayasan, organisasi-organisasi, dan kelompok-kelompok yang berpemahaman seperti pemahaman Khawarij ini tumbuh subur. Kita dapat melihat dengan kacamata ilmu bahwa beberapa kelompok yang ada sekarang ini seperti :

Harakah Hijrah wat Takfir-nya DR. Umar Abdurrahman, DI/TII/NII, Islam Jamaah atau Darul Hadits atau Lemkari atau LDII atau entah apa lagi nama yang akan mereka berikan kalau kebusukan gerakannya terungkap. Yang penting bagi kita untuk mengetahui sejauh mana pemahaman mereka itu.

Siapa Khawarij Itu?

Imam Al Barbahari berkata : "Setiap orang yang memberontak kepada imam (pemerintah) kaum Muslimin adalah Khawarij. Dan berarti dia telah memecah kesatuan kaum Muslimin dan menentang sunnah. Dan matinya seperti mati jahiliyah." (Syarhus Sunnah karya Imam Al Barbahari, tahqiq Abu Yasir Khalid Ar Raddadi halaman 78)

Asy Syahrastani berkata : "Setiap orang yang memberontak kepada imam yang disepakati kaum Muslimin disebut Khawarij. Sama saja, apakah dia memberontak di masa shahabat kepada imam yang rasyidin atau setelah mereka di masa para tabi'in dan para imam di setiap jaman." (Al Milal wan Nihal halaman 114)

Khawarij adalah juga orang-orang yang mengkafirkan kaum Muslimin hanya karena mereka melakukan dosa-dosa, sebagaimana yang akan kita paparkan nanti.

Imam Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya, Talbis Iblis : [ Khawarij yang pertama dan yang paling jelek adalah Dzul Khuwaishirah. Abu Sa'id berkata : Ali pernah mengirim dari Yaman kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sepotong emas dalam kantung kulit yang telah disamak dan emas itu belum dibersihkan dari kotorannya. Maka Nabi membagikannya kepada empat orang : Zaid Al Kahil, Al Aqra' bin Habis, 'Uyainah bin Hishn, dan Alqamah Watshah atau 'Amir bin Ath Thufail. Maka sebagian para shahabatnya, kaum Anshar, serta selain mereka merasa kurang senang. Maka Nabi berkata :

"Apakah kalian tidak percaya kepadaku padahal wahyu turun kepadaku dari langit di waktu pagi dan sore?!"

Kemudian datanglah seorang laki-laki yang cekung kedua matanya, menonjol bagian atas kedua pipinya, menonjol dahinya, lebat jenggotnya, tergulung sarungnya, dan botak kepalanya. Orang itu berkata : "Takutlah kepada Allah, wahai Rasulullah!" Maka Nabi mengangkat kepalanya dan melihat orang itu kemudian berkata : "Celaka engkau, bukankah aku manusia yang paling takut kepada Allah?" Kemudian orang itu pergi. Maka Khalid berkata : "Wahai Rasulullah, bolehkah aku penggal lehernya?" Nabi berkata : "Mungkin dia masih shalat." Khalid berkata : "Berapa banyak orang yang shalat dan berucap dengan lisannya (syahadat) ternyata bertentangan dengan isi hatinya?" Nabi berkata : "Aku tidak disuruh untuk meneliti isi hati manusia dan membelah dada mereka." Kemudian Nabi melihat kepada orang itu dalam keadaan berdiri karena takut sambil berkata :

"Sesungguhnya akan keluar dari orang ini satu kaum yang membaca Al Qur'an yang tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari buruannya." (HR. Bukhari nomor 4351 dan Muslim nomor 1064) ]

Dalam riwayat lain bahwa orang ini berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Berbuat adillah!" Maka Nabi berkata : "Celaka engkau, siapa lagi yang dapat berbuat adil kalau aku tidak adil?!" (HR. Bukhari nomor 3610 dan Muslim nomor 1064)

Imam Ibnul Jauzi berkata : [ Orang itu dikenal dengan nama Dzul Khuwaishirah At Tamimi. Dia adalah yang Khawarij yang pertama dalam Islam. Penyebab kebinasaannya adalah karena dia merasa puas dengan pendapatnya sendiri. Kalau dia berilmu, tentu ia akan tahu bahwa tidak ada pendapat yang lebih tinggi dari pendapat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Para pengikut orang ini termasuk orang-orang yang memerangi Ali bin Abi Thalib. Itu terjadi ketika peperangan antara Ali dengan Muawiyah telah berlarut-larut. Pasukan Muawiyah mengangkat mushaf-mushaf dan memanggil pasukan Ali untuk bertahkim (mengadakan perundingan). Maka mereka berkata : "Kalian memilih satu orang dan kami juga memilih satu orang. Kemudian kita minta keduanya untuk memutuskan perkara berdasarkan Kitabullah." Maka manusia (yang terlibat dalam peperangan itu) berkata : "Kami setuju." Maka pasukan Muawiyah mengirim 'Amr bin Al 'Ash. Dan pasukan Ali berkata kepadanya : "Kirimlah Abu Musa Al Asy'ari." Ali berkata : "Aku tidak setuju kalau Abu Musa, ini Ibnu Abbas, dia saja." Mereka berkata : "Kami tidak mau dengan orang yang masih ada hubungan kekeluargaan denganmu." Maka akhirnya dia mengirim Abu Musa dan keputusan diundur sampai Ramadlan. Maka Urwah bin Udzainah berkata : "Kalian telah berhukum kepada manusia pada perintah Allah. Tidak ada hukum kecuali milik Allah." (Slogan ini yang selalu didengungkan oleh Khawarij sampai sekarang. Ucapan ini benar, tetapi makna yang dimaukan tidak benar, pent.) ]

Ali kemudian pulang dari Shiffin dan masuk ke Kufah, tapi orang-orang Khawarij tidak mau masuk bersamanya. Mereka pergi ke suatu tempat yang bernama Harura' sebanyak dua belas ribu orang kemudian berdomisili di situ. Mereka meneriakkan slogan : "Tidak ada hukum kecuali hukum Allah!!"

Itulah awal tumbuhnya mereka. Dan mereka memproklamirkan bahwa komandan perang adalah Syabats bin Rib'i At Tamimi dan imam shalat adalah Abdullah bin Al Kawwa' Al Yasykuri. Khawarij adalah orang yang sangat kuat beribadah, tapi mereka meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari Ali bin Abi Thalib. Dan ini adalah penyakit yang berbahaya.

Ibnu Abbas berkata : Ketika Khawarij memisahkan diri, mereka masuk ke suatu daerah. Ketika itu jumlah mereka enam ribu orang. Mereka semua sepakat untuk memberontak kepada Ali bin Abi Thalib. Dan selalu ada beberapa orang datang kepada Ali sambil berkata : "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kaum ini ingin memberontak kepadamu." Maka Ali berkata : "Biarkan mereka, karena aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka dulu yang memerangiku dan mereka akan tahu nanti." Maka suatu hari aku datangi dia (Ali) di waktu shalat Zhuhur dan kukatakan kepadanya : "Wahai Amirul Mukminin, segerakanlah shalat, aku ingin mendatangi mereka dan berdialog dengan mereka." Maka Ali berkata : "Aku mengkhawatirkan keselamatan dirimu." Aku katakan : "Jangan takut, aku seorang yang baik akhlak dan tidak menyakiti seseorang pun." Maka dia akhirnya mengijinkanku. Kemudian aku memakai kain yang bagus buatan Yaman dan bersisir. Kemudian aku datangi mereka di tengah hari. Maka aku memasuki suatu kaum yang belum pernah aku lihat hebatnya mereka dalam beribadah. Jidat mereka menghitam karena sujud. Tangan-tangan mereka kasar seperti lutut unta. Mereka memakai gamis yang murah dan dalam keadaan tersingsing. Wajah mereka pucat karena banyak bergadang di waktu malam. Kemudian aku ucapkan salam kepada mereka. Maka mereka berkata : "Selamat datang Ibnu Abbas, ada apakah?" Maka aku katakan kepada mereka : "Aku datang dari sisi kaum Muhajirin dan Anshar serta dari sisi menantu Nabi. Kepada mereka Al Qur'an turun dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya daripada kalian." Maka sebagian mereka berkata : Jangan kalian berdebat dengan orang Quraisy karena Allah telah berfirman :

"Tapi mereka adalah kaum yang suka berdebat." (Az Zukhruf : 58)

Maka ada tiga orang yang berkata : "Kami akan tetap berbicara dengannya." Maka kukatakan kepada mereka : "Keluarkan apa yang membuat kalian benci kepada menantu Rasulullah, Muhajirin, dan Anshar! Kepada mereka Al Qur'an turun. Dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ikut bersama kelompok kalian. Mereka adalah orang yang lebih tahu tentang tafsir Al Qur'an."

Mereka berkata : "Ada tiga hal." Aku berkata : "Sebutkan!" Mereka berkata : "Pertama, dia (Ali) berhukum kepada manusia dalam perintah Allah, sedangkan Allah telah berfirman :

'Sesungguhnya hukum hanya milik Allah.' (QS. Al An'am : 57)

Maka apa gunanya orang-orang itu kalau Allah sendiri telah memutuskan hukum?!" Aku berkata : "Ini yang pertama, apa lagi?" Mereka berkata : "Kedua, dia (Ali) telah berperang dan membunuh tapi mengapa dia tidak mau mengambil wanita sebagai tawanan perang dan harta rampasan musuhnya? Jika mereka (orang-orang yang diperangi Ali, pent.) memang kaum Muslimin, mengapa dia (Ali) membolehkan kita untuk memerangi dan membunuh mereka tapi dia melarang kita untuk mengambil tawanan?" Aku berkata : "Apa yang ketiga?" Mereka berkata : "Dia (Ali) telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin (pemimpin kaum Mukminin) maka kalau dia bukan Amirul Mukminin berarti dia adalah Amirul Kafirin (pemimpin orang kafir)." Aku berkata : "Apakah ada selain ini lagi?" Mereka berkata : "Cukup ini saja."

Aku katakan kepada mereka : "Adapun ucapan kalian tadi, dia berhukum kepada manusia dalam memutuskan hukum Allah, akan aku bacakan kepada kalian ayat yang membantah argumen kalian. Jika argumen kalian telah gugur apakah kalian akan ruju'?" Mereka berkata : "Tentu." Aku berkata : "Sesungguhnya Allah sendiri telah menyerahkan hukum-Nya kepada beberapa orang tentang seperempat dirham harga kelinci dan ayatnya :

'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian membunuh binatang buruan ketika kalian sedang ihram. Barangsiapa yang di antara kalian membunuhnya dengan sengaja maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian.' (QS. Al Maidah : 59)

Dan juga tentang seorang istri dengan suaminya :

'Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.' (QS. An Nisa' : 35)

Maka aku sumpah kalian dengan nama Allah, manakah yang lebih baik kalau mereka berhukum dengan manusia untuk memperbaiki hubungan antara mereka dan untuk menahan darah mereka agar tidak tertumpah atau yang lebih utama hukum yang mereka putuskan dalam harga seekor kelinci dan seorang wanita? Manakah antara keduanya yang lebih utama?" Mereka berkata : "Tentu yang pertama." Aku berkata : "Apakah kalian keluar dari kesalahan ini." Mereka berkata : "Baiklah."

Aku berkata : "Adapun ucapan kalian, dia (Ali) tidak mau mengambil tawanan dan ghanimah (rampasan perang). Apakah kalian akan menawan ibu kalian, Aisyah? Demi Allah, kalau kalian berkata, dia bukan ibu kami, berarti kalian telah keluar dari Islam. Dan demi Allah, kalau kalian berkata, kami tetap akan menawannya dan menghalalkan (kemaluan)nya untuk digauli seperti wanita lain (karena dengan demikian ibu kita, Aisyah berstatus budak dan budak hukumnya boleh digauli oleh pemiliknya, pent.), berarti kalian telah keluar dari Islam. Maka kalian berada di antara dua kesesatan, karena Allah telah berfirman :

'Nabi itu lebih utama bagi orang-orang Mukmin dari diri-diri mereka sendiri. Dan istri-istri Nabi adalah ibu-ibu mereka.' (QS. Al Ahzab : 6)

Maka apakah kalian keluar dari kesalahan ini?" Mereka berkata : "Baiklah."

Aku berkata : "Adapun ucapan kalian, dia telah menghapus dari dirinya gelar Amirul Mukminin. Aku akan membuat contoh dengan orang yang kalian ridlai, yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Pada perjanjian Hudaibiyah, beliau berdamai dengan kaum musyrikin. Abu Sufyan bin Harb dan Suhail bin 'Amr. Beliau berkata kepada Ali : 'Tulis untuk mereka sebuah tulisan yang berbunyi : Ini apa yang telah disepakati oleh Muhammad Rasulullah. Maka kaum musyrikin berkata : 'Demi Allah, kami tidak mengakuimu sebagai Rasulullah. Kalau kami mengakuimu sebagai Rasulullah, untuk apa kami memerangimu?!' Maka beliau berkata : 'Ya Allah, Engkau yang tahu aku adalah Rasul-Mu. Hapuslah kata itu, hai Ali!' (HR. Bukhari nomor 2699 dan Muslim nomor 1783). Dan tulislah : 'Ini apa yang disepakati oleh Muhammad bin Abdullah.'

Maka demi Allah, tentu Rasulullah lebih baik dari Ali, tapi beliau sendiri menghapus gelar itu dari dirinya hari itu."

Ibnu Abbas berkata : "Maka bertaubatlah 2000 (dua ribu) orang dari mereka dan selainnya tetap memberontak, maka mereka pun akhirnya dibunuh." (Talbis Iblis halaman 116-119)

Dari kisah di atas tadi kita bisa mengambil beberapa point yang menerangkan bahwa di antara sifat orang Khawarij adalah :

1. Jahil Terhadap Fiqih dan Syari'at Islam

Ini tampak dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Mereka membaca Al Qur'an tapi tidak melewati kerongkongan mereka." (HR. Bukhari nomor 3610 dan Muslim nomor 4351)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan bahwa mereka banyak membaca Al Qur'an tetapi beliau sendiri mencela mereka, mengapa demikian? Karena mereka tidak paham tentang Al Qur'an. Mereka mencoba memahami sendiri Al Qur'an dengan akal-akal mereka. Mereka enggan belajar kepada para shahabat. Maka dari itu Ibnu Abbas berkata : "Aku datang dari sisi kaum Muhajirin dan Anshar serta menantu Nabi. Al Qur'an turun kepada mereka. Dan mereka lebih tahu tentang tafsirnya dari kalian." Dan : "Al Qur'an turun kepada mereka, tapi tidak ada seorang pun dari mereka yang ikut bersama kelompok kalian, sedangkan mereka adalah orang yang paling tahu tentang tafsirnya."

Maka hendaknya seseorang itu merasa takut kepada Allah kalau dia menafsirkan ayat seenak perutnya tanpa di dasari keterangan dari para ulama Ahli Tafsir yang berpemahaman Salaf.

Dan penangkal penyakit ini adalah dengan belajar. Bukan dengan berlagak pintar. Maka belajarlah, karena para Shalafush Shalih adalah orang-orang yang rajin belajar. Alangkah celakanya orang yang baru belajar beberapa saat kemudian menyatakan dirinya sebagai ulama, ahli hadits, faqih, mujtahid, … dan seterusnya.

Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : Imam An Nawawi berkata : "Yang dimaksud adalah mereka tidak mendapat bagian kecuali hanya melewati lidah mereka saja dan tidak sampai kepada kerongkongan mereka, terlebih lagi hati-hati mereka. Padahal yang dimaukan adalah mentadabburinya (memperhatikan dan merenungkan dengan teliti) agar sampai ke hati." (Fathul Bari : 12/293)

2. Mereka Adalah Orang-Orang Yang Melampaui Batas Dalam Beribadah

Ini tampak dari keterangan Ibnu Abbas tentang mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang hitam jidatnya, pucat wajahnya karena seringnya begadang di waktu malam, … dan seterusnya.

Dan juga diterangkan oleh hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Akan datang suatu kaum pada kalian yang kalian akan merendah bila shalat kalian dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian dibandingkan dengan puasa mereka, amal-amal kalian dibanding dengan amal-amal mereka. Mereka membaca Al Qur'an (tapi) tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama ini seperti lepasnya anak panah dari buruan." (HR. Bukhari nomor 5058 dan Muslim nomor 147/1064)

Mereka melampaui batas dalam beribadah hingga terjerumus ke dalam bid'ah. Mereka tidak tahu bahwa : "Sederhana dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid'ah."

"Ini adalah ucapan emas. Telah shahih dari beberapa shahabat di antaranya : Abu Darda' dan Ibnu Mas'ud.

Ubay bin Ka'ab berkata : 'Sesungguhnya sederhana di jalan ini dan (di atas) sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh tapi menentang jalan ini dan sunnah. Maka lihatlah amalan kalian jika dalam keadaan bersungguh-sungguh atau sederhana hendaknya di atas manhaj (cara pemahaman dan pengamalan) para Nabi dan sunnah mereka.'

Ini adalah ucapan yang memberikan keagungan bagi seorang Muslim yang ittiba' (mengikuti) secara benar dalam amalan-amalan dan ucapan-ucapannya sehari-hari.

Ucapan ini diambil dari beberapa hadits di antaranya :

'Janganlah kalian melampaui batas dalam agama ini.'

'Amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu (terus-menerus) walau sedikit'." (HR. Bukhari 1/109 dan Muslim nomor 782) [Ilmu Ushulil Bida', Syaikh Ali Hasan halaman 55-56]

Seorang Alim Ahli Al Qur'an, Muhammad Amin Asy Syinqithi berkata dalam Adlwa'ul Bayan 1/494 : "Para ulama telah menyatakan bahwa kebenaran itu berada di antara sikap melampaui batas dan sikap meremehkan. Dan itu adalah makna ucapan Mutharrif bin Abdullah :

'Sebaik-baik urusan adalah yang tengah-tengah. Kebaikan itu terletak antara dua kejelekan.'

Dan dengan itu, kamu tahu bahwa orang yang berhasil menjauhi kedua sifat itu telah mendapat hidayah." Ucap Syaikh Ali Hasan dalam buku Dhawabith Al Amr bil Ma'ruf wan Nahyi 'Anil Munkar 'inda Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah halaman 9.

3. Menghalalkan Darah Kaum Muslimin dan Menuduh Mereka Sebagai Orang Yang Telah Kafir

Sifat ini sudah melekat kental pada mereka. Tapi yang mengherankan, mereka malah bersikap adil terhadap orang-orang kafir. Imam Ibnul Jauzi berkata :

Di perjalanan, orang-orang Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabbab maka mereka berkata : "Apakah engkau pernah mendengar dari ayahmu sebuah hadits yang dia dengar dari Rasulullah?" Dia menjawab : "Ya, aku mendengar ayahku berkata : 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berbicara tentang firnah. Yang duduk lebih baik daripada yang berdiri. Dan yang berjalan lebih baik daripada yang berlari. Maka jika engkau mendapati masa seperti itu, jadilah engkau seorang hamba Allah yang terbunuh'." (HR. Ahmad 5/110, Ath Thabrani nomor 3630, dan hadits ini memiliki beberapa syawahid)

Mereka berkata : "Apakah engkau mendengar ini dari ayahmu yang dia sampaikan dari Rasulullah?" Dia menjawab : "Ya." Maka mereka membawanya ke tepi sungai kemudian mereka penggal lehernya. Maka muncratlah darahnya seakan-akan dua tali sandal. Kemudian mereka membelah perut budak wanitanya yang sedang hamil.

Dan ketika mereka melewati sebuah kebun kurma di Nahrawan, jatuhlah sebuah. Maka salah seorang mereka mengambilnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Maka temannya berkata : "Engkau telah mengambilnya dengan cara yang tidak benar dan tanpa membayar." Kemudian dia memuntahkannya. Dan salah seorang mereka ada yang menghunuskan pedangnya dan mengibaskannya, kemudian lewatlah seekor babi milik ahli dzimmah (kafir yang membayar jizyah) dan dia membunuhnya. Mereka berkata : "Ini adalah perbuatan merusak di muka bumi." Kemudian dia menemui pemiliknya dan membayar harga babi itu. (Talbis Iblis halaman 120-121)

Pelaku Dosa Besar Tidak Menjadi Kafir

Ini adalah i'tiqad (keyakinan) Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan Khawarij dalam hal ini menyelisihi Ahlus Sunnah. Mereka menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar seperti berzina, mencuri, minum khamr, dan sejenisnya telah kafir. Ini bertentangan dengan ayat :

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan Allah. Dan Dia mengampuni yang selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki." (QS. An Nisa' : 48)

"Dan Allah mengabarkan bahwa Dia tidak mengampuni dosa itu (syirik) bagi orang yang belum bertaubat darinya." (Kitabut Tauhid, Syaikh Shalih Fauzan halaman 9)

"Dalam ayat ini ada bantahan kepada orang-orang Khawarij yang menganggap kafir karena melakukan dosa-dosa. Dan juga bantahan bagi Mu'tazilah yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu kekal di dalam neraka. Dan mereka (para pelaku dosa besar) menurut mereka (Mu'tazilah) bukan Mukmin dan bukan kafir." (Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman halaman 78)

4. Mereka Adalah Orang Yang Muda dan Buruk Pemahamannya

Ini diambil dari hadits :

"Akan keluar di akhir jaman suatu kaum yang muda-muda umurnya. Pendek akalnya. Mereka mengatakan ucapan sebaik-baik manusia. Mereka membaca Al Qur'an tapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama seperti lepasnya anak panah dari buruannya." (HR. Bukhari nomor 3611 dan Muslim nomor 1066)

Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : "Ahdatsu Asnan artinya bahwa mereka itu para pemuda. Dan Sufaha'ul Ahlam artinya akal mereka jelek." Imam An Nawawi berkata : "Kemantapan dan bashirah yang kuat akan muncul ketika usia mencapai kesempurnaan." (Fathul Bari 12/287)

Dibunuhnya Ibnu Muljam (Tokoh Khawarij Yang Membunuh Ali)

Imam Ibnul Jauzi berkata : "Ketika Ali telah wafat dikeluarkanlah Ibnu Muljam untuk dibunuh. Maka Abdullah bin Ja'far memotong kedua tangannya dan kakinya, tapi dia tidak berteriak dan tidak berbicara, kemudian matanya dipaku dengan paku panas, dia juga tetap tidak berteriak bahkan dia membaca surat Al 'Alaq sampai habis dalam keadaan darah mengalir dari dua matanya. Dan ketika lidahnya akan dipotong barulah dia berteriak, maka ditanyakan kepadanya : 'Mengapa engkau berteriak?' Dia berkata : 'Aku tidak suka kalau aku mati di dunia dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah.' Dan dia adalah orang yang keningnya berwarna kecoklatan karena bekas sujud. Semoga Allah melaknatnya." (Talbis Iblis halaman 122)

Beliau berkata lagi : "Mereka memiliki kisah-kisah yang panjang dan madzhab-madzhab yang aneh. Aku tidak ingin memperpanjangnya karena yang dimaukan di sini adalah untuk melihat bagaimana iblis menipu orang-orang yang dungu itu. Yang mereka beramal dengan keadaan mereka dan mereka meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pihak yang salah dan orang-orang yang bersama dengannya dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Dan hanya mereka saja yang berada di atas kebenaran.

Mereka menghalalkan darah anak-anak tetapi menganggap tidak boleh memakan buah tanpa membayar harganya. Mereka bersusah-susah dalam ibadah dan begadang. Ibnu Muljam berteriak ketika akan dipotong lidahnya karena takut tidak berdzikir. Mereka menganggap halal untuk memerangi Ali.

Kemudian mereka menghunuskan pedang-pedang mereka kepada kaum Muslimin. Dan tidak ada yang mengherankan dari merasa cukupnya mereka dengan ilmu mereka dan meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari Ali.

Dzul Khuwaishirah telah berkata kepada Nabi : 'Berbuat adillah, karena engkau tidak adil.' Dan iblislah yang menunjuki mereka kepada kehinaan ini. Kita berlindung kepada Allah dari ketergelinciran." (Talbis Iblis halaman 123)

Firqah-Firqah Khawarij

Imam Ibnul Jauzi berkata : Haruriyah (nama lain dari Khawarij, pent.) terbagi menjadi dua belas kelompok.

Pertama, Al Azraqiyah, mereka berkata : "Kami tidak tahu seorang pun yang Mukmin." Dan mereka mengkafirkan kaum Muslimin (Ahli Qiblat) kecuali orang yang sepaham dengan mereka.

Kedua, Ibadhiyah, mereka berkata : "Siapa yang menerima pendapat kita adalah orang yang Mukmin dan siapa yang berpaling adalah orang munafik."

Ketiga, Ats Tsa'labiyah, mereka berkata : "Sesungguhnya Allah tidak ada menetapkan Qadha dan Qadar."

Keempat, Al Hazimiyah, mereka berkata : "Kami tidak tahu apa iman itu. Dan semua makhluk akan diberi udzur[1]."

Kelima, Khalafiyah, mereka berkata : "Pria atau wanita yang meninggalkan jihad berarti telah kafir[2]."

Keenam, Al Mujarramiyah, mereka berpendapat : "Seseorang tidak boleh menyentuh orang lain, karena dia tidak tahu yang suci dengan yang najis. Dan janganlah dia makan bersama orang itu hingga orang itu bertaubat dan mandi[3]."

Ketujuh, Al Kanziyah, mereka berpendapat : "Tidak pantas bagi seseorang untuk memberikan hartanya kepada orang lain karena mungkin dia bukan orang yang berhak menerimanya. Dan hendaklah dia menyimpan harta itu hingga muncul para pengikut kebenaran."

Kedelapan, Asy Syimrakhiyah, mereka berpendapat : "Tidak mengapa menyentuh wanita ajnabi (yang bukan mahram) karena mereka adalah rahmat[4]."

Kesembilan, Al Akhnashiyah, mereka berpendapat : "Orang yang mati tidak akan mendapat kebaikan dan kejelekan setelah matinya."

Kesepuluh, Al Muhakkimiyah, mereka berkata : "Siapa yang berhukum kepada makhluk adalah kafir."

Kesebelas, Mu'tazilah dari kalangan Khawarij, mereka berkata : "Samar bagi kami masalah Ali dan Mu'awiyah maka kami berlepas diri dari dua kelompok itu."

Kedua belas, Al Maimuniyah, mereka berpendapat : "Tidak ada iman, kecuali dengan restu orang-orang yang kami cintai." (Talbis Iblis halaman 32-33)

Harakah-harakah Islam dewasa ini juga banyak terkena fikrah (pemikiran) seperti ini. Mereka menganggap kaum Muslimin yang tidak sepaham dengan mereka sebagai orang-orang yang telah murtad dari agama Allah. Dan yang parahnya juga mereka membolehkan untuk mencuri barang milik selain kelompok mereka dengan alasan "ini harta orang kafir (fa'i)."

Tetapi ketika dakwah Salafiyah muncul dan kemudian menyerang dan meluluhlantakkan mereka, mereka pun sekarang berkata : "Kami juga salafi, ya akhi. Kami juga Ahlus Sunnah." Ini mirip dengan seperti yang dikatakan oleh penyair :

Semua mengaku memiliki hubungan dengan Laila

Tapi, Laila sendiri tidak mengakuinya

Maka hendaknya seseorang itu melihat kembali dan mengoreksi langkah dakwah yang dia tempuh selama ini. Dan hendaknya dia kembali kepada manhaj Salaf dalam Aqidah dan Manhaj. Dan itu akan didapat dengan belajar serta memohon bimbingan dari Allah. Atau kalau tidak, dia akan menjadi seperti yang dikatakan oleh Allah :

Katakanlah : "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. Al Kahfi : 103-104)

Dan amalannya hanya akan menjadi amalan yang meletihkan saja, sebagaimana firman Allah :

"Amalan yang meletihkan." (QS. Al Ghasyiyah : 3)

Maka hendaknya seseorang itu berhati-hati dalam bekerja. Hendaknya dia sadar kalau amalannya akan menjadi sia-sia dan tidak berguna. Dan jadilah dia orang yang merugi di akhirat. Mari kita ajak mereka dengan tegas : "Kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah dengan pemahaman para Salaf umat ini."

Bolehkah Seseorang Memerangi Khawarij

Imam Al Barbahari berkata : "Dihalalkan memerangi Khawarij bila mereka menyerang kaum Muslimin, membunuh mereka, merampas harta, dan mengganggu keluarga mereka." (Halaman 78)

Penutup

Sebagai penutup pembicaraan tentang Khawarij, saya akan membawakan sebuah kisah tentang taubatnya seorang Khawarij. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Al Lalika'i, setelah beliau membawakan sanadnya, beliau berkata : Muhammad bin Ya'qub Al Asham berkata : "Pernah ada dua orang Khawarij thawaf di Baitullah maka salah seorang berkata kepada temannya : 'Tidak ada yang masuk Surga dari semua yang ada ini kecuali hanya aku dan engkau saja.' Maka temannya berkata : 'Apakah Surga yang diciptakan Allah seluas langit dan bumi hanya akan ditempati oleh aku dan engkau?' Temannya berkata : 'Betul.' Maka temannya tadi berkata : 'Kalau begitu, ambillah Surga itu untukmu.' Maka orang itu pun meninggalkan paham Khawarijnya." (Syarah Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah 7/1234, tahqiq DR. Ahmad Sa'ad Hamdan nomor 2317)

Allahu A'lam Bish Shawwab.

[1] Yakni dimaafkan terhadap ketidaktahuannya itu.

[2] Ini seperti pendapat NII dan Jamaah Jihad lainnya semisal Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir.

[3] Ini seperti pendapat LDII.

[4] Ini seperti pendapat Hizbut Tahrir di jaman ini. Selengkapnya...

membongkar manhaj IKHWANUL MUSLIMIN (UTAMA)

KOREKSI TOTAL MANHAJ IKHWANUL MUSLIMIN
Silsilah Rudud (Bantahan) terhadap Dakwah Ikhwanul Muslimin

(Bagian 1)


Sumber : Ath-Thariiq ila Jama’atil ‘umm

Penulis : Asy-Syaikh ‘Utsman ‘Abdussalam Nuh

Penterjemah : Abu Maryam Bahalwan.

Editor : Abu Salma al-Atsari




Sekapur Sirih



Beberapa waktu yang lalu saya dapat sebuah buku yang sangat bagus, yang saya dapatkan dari seorang ikhwan pada saat saya masih bekerja di Purwodadi Pasuruan. Penterjemah buku ini adalah senior dan bos saya di perusahaan saya terdahulu, dan beliau memberikan manuskrip hasil terjemahannya ini kepada saya. Saya lantas meminta izin kepadanya untuk memuatnya di dalam website saya dengan sedikit tambahan dan koreksi, dan beliau mengizinkannya.

Buku ini menjelaskan tentang koreksi atas kesalahan-kesalahan dakwah Ikhwanul Muslimin dan juga menyinggung masalah jihad di Afghanistan dan Palestina. Penulisnya (i.e. Syaikh ‘Utsman ‘Abdus Salam Nuh) adalah salah seorang salafiyun yang turut turun di medan jihad di Afghanistan, beliau pernah berjihad di bawah komando tokoh-tokoh mujahidin hizbiyun semisal Hekmatiyar, Abdur Rabbi Rasul Sayyaf, Abdullah Azzam rahimahullahu dan selainnya. Namun akhirnya beliau lebih memilih untuk bergabung berjihad di bawah komando al-Mujahid al-‘Alim asy-Syaikh Jamilurrahman as-Salafy rahimahullahu wa qoddasallahu ruuhahu. Para pembaca akan melihat fakta-fakta yang ditunjukkan oleh penulis bagaimana intrik dan konspirasi yang terjadi di tengah-tengah barisan mujahidin.

Penulis memiliki ciri khas yang unik di dalam menulis, beliau membagi tulisannya dalam bab-bab pendek dan ringkas namun padat. Walaupun bahasannya sering melompat-lompat tidak sistematis, namun hal inilah yang menyebabkan kita tidak bosan untuk membaca dan mengambil faidah darinya.

Tulisan ini akan saya turunkan secara bertahap –insya Alloh- di blog saya (http://dear.to/abusalma) dan silakan bagi siapa saja yang ingin menyebarkan risalah ini selama tidak untuk komersial. Mudah-mudahan buku ini dapat membuka mata kita dan dapat memberikan manfaat bagi diri kita dan kaum muslimin lainnya, terutama saudara-saudara kita di barisan Ikhwanul Muslimin. Tidak ada daya dan upaya melainkan hanyalah atas kehendak Alloh dan semoga Alloh memberikan balasan yang baik bagi penulis, penterjemah dan penyebar risalah ini.

Bangil, 20 Mei 2006

Akhukum Abu Salma al-Atsari


DAFTAR ISI

1. Berpegang teguh pada al-Kitab dan as-Sunnah.

2. Berpegang teguh pada aqidah salafiyah.

3. Bergabung dalam jama’ah al’umm (jama’ah induk).

4. Takdir Alloh dan nubuwah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

5. Saudara kami justru membenci kami.

6. Kami bersepakat namun hakikatnya berselisih.

7. Poin-poin kesepakatan.

8. Poin-poin perselisihan.

9. Permulaan dakwah al-Ikhwan dan pengaruhnya terhadap pemikiran dan cara pandang mereka.

10. Jika kalian menta’ati mayoritas manusia di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan anda dari jalan Alloh.

11. Pembelaan al-Ikhwan.

12. Sesungguhnya hukum hanyalah milik Alloh.

13. Dakwah para Rasul ‘alaihi Salam.

14. Kemungkaran batal karena kemajuan zaman.

15. Beban kewajiban sesuai tingkat kemampuan.

16. Manhaj dakwah massa antara al-Ikhwan dan salafiyyin.

17. Pembelaan al-Ikhwan.

18. Jawaban kami.

19. Contoh-contoh pidato al-Banna.

20. Pidato kedua.

21. Pidato ketiga.

22. Pengaruh negatif tanpa Ilmu.

23. Wahai para da’I, berhati-hatilah dari cobaan Syaithan yang terkutuk.

24. Pembelaan al-Mursyid.

25. Pandangan dan pendapat kami.

26. Beginilah keadaan jama’ah al-Ikhwan.

27. Benturan dalam arena dakwah.

28. Makna syirik tasyri’ menurut al-Ikhwan dan salafiyyin.

29. Sikap Salafiyun terhadap syirik politik (al-hakimiyah).

30. Sikap al-Ikhwan terhadap syirik politik (al-hakimiyah).

31. Demokrasi.

32. Pemilu.

33. Sebab-sebab keruntuhan khilafah.

34. Hasil dakwah tauhid.

35. Nash-nash yang tidak dapat difahami kecuali oleh ulama’.

36. Berbagai pengaruh yang timbul dari dakwah tauhid.

37. Berbagai persekongkolan jahat untuk memukul dakwah tauhid dari dalam bentengnya.

38. Para pemuda, apa yang kalian inginkan selanjutnya?

39. Al-Ghozwul Fikri (Perang pemikiran) dan solusinya menurut al-Ikhwan dan Salafiyin.

40. Tuduhan-tuduhan ala ikhwan kepada da’i salafiyun.

41. Aliran ‘ekor keledai sultan’.

42. Pembelaan untuk orang-orang teraniaya.

43. Ucapan Syaikh al-Faqiy

44. Para pengikut dakwah salafiyah.

45. Metode empati dan ketergantungan pada tokoh-tokoh tertentu.

46. Pertanyaan-pertanyaan yang menjamin kesucian niat.

47. Keunikan dan keistimewaan dakwah salafiyah.

48. Jalan yang ditempuh jama’ah-jama’ah lain.

49. Cara mengembalikan khilafah menurut al-Ikhwan.

50. Fanatik golongan dan pengaruhnya terhadap aqidah

51. Alloh tidak menjadikan dua hati di dalam rongga dadanya.

52. Kritikan tajam dan jawaban kami.

53. Perbedaan antara aqidah dan hizbiyah.

54. Fanantisme aqidah antara salafiyah dulu dan kini.

55. Saudara-saudara kami mendukung kaum musyrikin yang melawan kami.

56. Aliran Asy’ariyah adalah salaf, tetapi…!!!

57. Kebingungan al-Ikhwan dalam mempersatukan dua seteru.

58. Mereka tidak peduli dengan aqidah ahlussunnah.

59. Dalil syar’i dan pemimpin haroki.

60. Al-Kitab dan as-Sunnah.

61. Bersatu di dalam perkara yang disepakati dan bertoleransi di dalam perkara yang diperselisihkan.

62. Al-Qodariyah.

63. Al-Jahmiyah dan orang-orang yang mengingkari al-‘Uluw.

64. Takutlah kalian kepada Alloh atas tuduhan kalian kepada kaum salaf.

65. Sebuah contoh yang disepakati kalangan awam.

66. Madzhab al-Kholaf: Ilhad terhadap sifat-sifat Alloh dan syirik di dalam tasyri’.

67. Aqidah al-Kholaf adalah aqidah al-Hulul (pantheisme) atau materialisme atheisme.

68. Harakah dan harakiyyin datang kepada kita.

69. Ya Islam, Ya Islam!!! Tidak aqidah yang benar dan tidak pula syariat yang benar!!!

70. Apakah Alloh menerima amalan tanpa landasan aqidah yang benar?

71. Revolusi Syi’ah menurut timbangan salafiy dan ikhwaniy.

72. Al-Ikhwan mengakui orisinalitas dakwah salafiyah.

73. Aqidah-aqidah sesat : jiwa orang-orang yang beriman akan meludahinya.

74. Mereka bukannya bodoh, namun mereka tidak punya pangkal pendirian.

75. Para pemimpin itu tetap keras kepala!!!

76. Fiqhul Waqi dan menasehati kaum muslimin atau… berbangga diri dan menjilat penguasa?

77. Apa yang mereka kehendaki dari para pemuda?!!

78. Inilah yang mereka inginkan untuk pada pemuda.

79. Al-Ikhwan menuduh kami telah kafir.

80. Apakah kalian melarang suatu perbuatan namun kalian sendiri mengerjakannya.

81. Memelihara keaslian antara al-Ikhwan dan salafiyah.

82. Apakah para ulama kami adalah antek-antek penguasa sementara ulama mereka adalah para nabi?

83. Al-Ikhwan dan partai-partai sekulair.

84. Perang Palestina.

85. Mengajak Yahudi untuk berperang melawan Yahudi.

86. Al-Ikhwan dan partai Wafd.

87. Al-Ikhwan dan Jamal Abdun Nashir.

88. Al-Wala’ (Loyalitas) dan al-Baro’ (disloyalitas).

89. Mereka megetahui kebenaran, tetapi…

90. Al-Ikhwan dan persatuan nasional.

91. Para penghafal teks dan foot-note.

92. Makna agama dan gerakan keagamaan.

93. Jihad Afghanistan.

94. Siapakah yang menggerakkan jihad Afghanistan?

95. Gerakan Jawanan Muslim.

96. Peranan Salafiyah dalam jihad Afghanistan.

97. Bersama Syaikh Salafiy di Afghanistan.

98. Bagaimana kita dapat mengetahui kebenaran.

99. Kesaksian dating dari kalangan mereka sendiri.

100. Peranan salafiyun arab dalam jihad Afghanistan.

101. Peranan Al-Ikhwan secara perorangan dalam jihad Afghanistan.

102. Fatwa konstitusional.

103. Peranan resmi Al-Ikhwan dalam jihad Afghanistan.

104. Siapakah yang menghalangi jihad?

105. Lempar batu sembunyi tangan.

106. Apakah ini adalah aqidah seorang ‘alim yang bertakwa ataukah seorang jahil penyembah berhala?

107. Mujaddidi berbaiat kepada raja Zhahir Syah.

108. Ia menganut Syirik Rububiyah.

109. Ia menganut Syirik Uluhiyah.

110. Ia beriman pada ilmu syariat dan ilmu ‘hakikat’.

111. Ia berwala’ kepada Syi’ah.

112. Pokok-pokok aqidahnya.

113. Apakah makna syirik menurut mereka?

114. Nukilan-nukilan tentang persoalan ini.

115. Apakah mereka ini orang-orang pilihan?

116. Mendahulukan politik dari syari’ah.

117. Percakapan bersama seorang pemimpin harokah.

118. Percakapan bersama seorang pemimpin salafiy.

119. Prinsip tidak tunduk kepada kepentingan.

120. Sikap-sikap mulia dalam al-Wala’ wal Baro’.

121. Tuduhan dusta berbahaya kepada salafiyah.

122. Aqidah al-‘Uluw bukan sekedar bait-bait syair.

123. Tauhid baru!!!

124. Mencampuradukkan antara azimah dan ushul.

125. Hak-hak tauhid.

126. apakah makna salafi dan salafiyah?

127. Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah dan ketaatan itu hanyalah semata-mata bagi Alloh.

128. Apakah yang diinginkan salafiyun dari salafiyin.

129. Bantahan terhadap orang yang mengucapkan tuduhan ini.

130. Suatu gambaran tentang fanatisme tercela.

131. Ya Syaikhuna, janganlah anda meniru al-Ghazali, sebab orang itu sudah cukup bagi kami!

132. Bukan sufiyah dan bukan pula Ghozaliyah.

133. Apa yang diinginkan syaikh?

134. Kebebasan mutlak.

135. Al-Ikhwan dan kebebasan mutlak.

136. menggunakan nash yang shahih dengan pemahaman keliru.



PENGANTAR PENULIS

(Asy-Syaikh ‘Utsman bin Abdus Salam Nuh)



Sebagian kaum muslimin menentang buku ini karena di dalamnya terdapat masalah-masalah kontroversial, terutama penyebutan nama tokoh-tokoh terkenal. Sebenarnya saya ingin menghindari sedapat mungkin penyebutan nama seperti itu. Namun, mengingat sekarang ini sulit sekali membuat orang percaya, apalagi para pembaca buku tidak gampang lagi membenarkan sesuatu kecuali dengan disebutkan siapa yang mengatakan, di sumber mana dikatakan, bahkan pada halaman berapa tertera. Juga dikarenakan saya melihat adanya ashobiyah (fanatisme golongan) yang mematikan dan loyalitas kelompok yang telah mengalahkan loyalitas aqidah Islam, dan saya melihat pula partai-partai serta jama’ah-jama’ah ini telah mengembangkan diri di atas landasan pemikiran tokoh-tokoh mereka itu, maka terpaksa saya harus menyebutkan hal ihwal (tingkah laku) para pemimpin tersebut berikut ucapan-ucapan mereka yang menyelisihi manhaj (salaf).

Semua ini kami lakukan –dan Allohlah yang menjadi saksi dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di balik maksud kami- semata-mata untuk mempersatukan kalimat kaum muslimin dan mengarahkan jiwa mereka kepada agama Alloh Azza wa Jalla, mengajak mereka untuk menolong aqidah pendahulu umat ini sebagai ganti membela produk pemikiran orang-orang tertentu, ikatan kelompok serta fanatisme golongan.

Tentu saja penyebutan tingkah laku dan ucapan para tokoh ini termasuk satu jenis ghibah. Namun, mengingat tidak adanya pemenuhan tujuan kecuali dengan cara ini, lebih-lebih untuk mentahdzir (memperingatkan) kaum muslimin dari aqidah dan pemikiran orang-orang ini yang sebagian amat mirip dengan pemikiran kaum kuffar seolah-olah bagaikan ‘pinang dibelah dua’, seperti pengakuan mereka terhadap “demokrasi”, “persatuan nasional”, “kebebasan mutlak”, “Sosialisme” dan sebagainya, dan juga mengingat para pengikut mereka sangat ghuluw (ekstrim) di dalam mengangkat kedudukan pemimpin-pemimpin mereka dan menempatkan mereka sejajar dengan ulama-ulama besar umat (seperti Ibnu Taimiyah dan lain-lain), sehingga otomatis akan menimbulkan fitnah besar dan membangkitkan sikap taqlid kepada aqidah sesat para pemimpin mereka, maka ghibah di dalam keadaan seperti ini dibolehkan oleh para ulama.

Mereka telah mengambil dalil-dalil syar’iyah tentang dibolehkannya hal ini. Bagi yang ingin menelitinya lebih lanjut, silahkan merujuk kitab Raf’ul Raibah ‘amma uyajuuzu minal ghiibah karya Imam asy-Syaukani dan Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi (di dalam bab ma Yajuuzu minal Ghibah, juga masih banyak kitab-kitab lainnya semisal a-Farqu bainan Nashihah wat Ta’yir, juga sebuah kitab yang bagus yang berjudul Ithaful ‘Abid yang merupakan kumpulan pelajaran al-Allamah Abdul Muhsin ‘Abbad, ed.).

Diantara dalil-dalil mereka adalah ijma’ (konsensus) ulama tentang bolehnya -atau bahkan wajibnya- mengatakan, “fulan kadzdzab (pendusta)”, “fulan lemah”, “fulan haditsnya munkar”, “fulan mudallis (suka mengkaburkan antara perawi yang kuat dengan yang lemah, ed)” dan seterusnya sebagai penjagaan terhadap hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari penodaan para pendusta. Sebagai dalil mereka adalag ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada seseorang yang mengetuk pintu : “Persilakan dia masuk! Dia adalah sejelek-jelek keluarga” (Muttafaq ‘alahi).

Para ulama mengatakan bahwa di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang bolehnya ghibah terhadap orang-orang munafiq, fasiq dan ahlil bid’ah dengan tujuan memperingatkan umat dari kejahatan mereka.

Kami di sini, membicarakan apa yang benar sehubungan dengan tokoh-tokoh ini, karena mereka memiliki manhaj yang mereka dakwahkan kepada manusia, mereka telah mengembangkan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari Islam, mempromosikannya dan mengejek orang yang menyelisihinya. Diantara penyimpangan mereka adalah memprioritaskan pendapat-pendapat dan berbagai produk pemikiran di atas nash-nash syari’ah, penentangan mereka terhadap upaya tashfiyah (pemurnian) aqidah umat dengan alasan demi memelihara persatuan dan membenci perpecahan, sikap penyerahan diri mereka di hadapan berbagai pemikiran dan ideology modern dan bahkan mengakui kebenarannya melalui media massa, dan juga cara mereka mengumpulkan harta kaum muslimin yang dikeluarkan untuk tujuan membela agama dan menolong aqidah serta meninggikan kalimat Alloh, tetapi kemudian dialihkan untuk memenangkan jama’ah dan partai mereka.

Penyimpangan yang terakhir ini (yakni mengumpulkan harta kaum muslimin dengan yayasan-yayasan mereka, ed.) amat tampak jelas di Afghanistan. Lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi ikhwaniyah seperti Lajnah al-Birr, Haiah al-Ighatsah al-Islamiyyah al-‘Alamiyyah dan Maktab al-Khidmat yang melakukan pengumpulan sedekah kaum muslimin untuk jihad dan meninggikan kalimat Alloh, lalu di Afghanistan dan juga Pakistan mereka tidaklah membantu kecuali partai-partai dan pemimpin-pemimpin yang berkecenderungan ikhwaniyah, bahkan kadang mereka menyaurkan bantuan tersebut untuk partai-partai penyebar khurafat dan kesyirikan (akan datang buktinya insya Alloh, ed.). tetapi, mustahil mereka mau membantu para pemimpin salafi dan penganut aqidah shahihah. Mereka melakukan semua penyimpangan ini tanpa dalil syar’i kecuali semata-mata hanyalah karena fanatisme golongan.

Jika seorang muslim yang memiliki ghirah (semangat/kecemburuan agama) menyampaikan kepada mereka yang haq, mereka berargumen bahwa para pemimpin salafiyah tersebut suka mengkafir-kafirkan manusia, memecah-mecah kekompakan barisan mujahidin dan menyempal keluar dari ‘aliansi’!! Padahal mereka tahu bahwa setiap organisasi (mujahidin) ini sebelumnya berasal dari satu organisasi, lalu mereka keluar dan masing-masing mendirikan organisasi sendiri-sendiri. Mengapa mereka tidak mencela perpecahan ini?!! Padahal perpecahan ini disebabkan oleh perkara-perkara non-fundamental (aqidah) sementara keluarnya para pemimpin salafiyin dari ‘aliansi’ hanya karena terdorong oleh aqidah dan dakwah.

Karena itulah, kami memandang pentingnya memberi nasehat dan penjelasan walau terpaksa harus menyebut kelakuan orang-orang yang telah dan terus menerima miliaran dana kaum muslimin padahal mereka bersikukuh pada bid’ah-bid’ah dan menyelisihi aqidah salafiyah.

Semua ini kami lakukan dengan bersandar pada dalil-dalil yang tersebut di depan dan dengan mengharap semoga Alloh Azza wa Jalla memperbaiki keadaan mereka. Sebab, suatu nasehat dan penyebutan aib atau cela seseorang walau mengandung faktor negatif dalam hal menjauhnya seseorang tokoh karena khawatir menuai kritikan, namun mengandung pula faktor positif yang besar di dalam memperingatkan kaum muslimin dari kesesatan tokoh tersebut. Seandainya ia tidak mau menerima kebenaran pada saat mendapatkan nasehat, namun setelah itu ia akan mengoreksi diri lalu menerima dan terselamatkan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah berkata kepada Abu Dzarr : “Engkau seorang lelaki yang memiliki sifat kejahiliyahan” (HR Bukhari) dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga pernah mengatakan kepada kaum muslimin yang masuk Islam pada saat Fathu Makkah : “Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh” (Shahih, HR Tirmidzi). Ini semua menunjukkan bolehnya menghadapi orang bodoh dengan mengungkapkan kesalahan-kesalahannya jika memang dibutuhkan. Yang penting, tujuannya semata karena ghirah terhada agama dan menampakkan kebenaran serta membongkar kebatilan.

Alloh menjadi saksi atas semua yang kami utarakan. Jika saya bersalah maka kesalahan itu murni berasal dari saya dan dari setan. Dan apabila saya benar maka kebenaran itu berasal dari Alloh Azza wa Jalla. Keutamaan dan anugerah hanyalah dari-Nya. Semoga sholawat dan salam serta keberkahan senantiasa terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Akhir seruan kami hanyalah segala puji milik Alloh Tuhan seru sekalian alam.





1. Berpegang teguh kepada al-Kitab dan as-Sunnah



Alloh Azza wa Jalla berfirman (yang artinya) : “Dan berpegangteguhlah kamu semuakepada tali (agama) Alloh dan janganlah kamu bercerai berai…” (QS Ali Imran : 103). Dan firman-Nya pula : “… dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Alloh, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS ar-Rum : 31-32).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “beriltizamlah (tetaplah) kalian dalam jama’ah.” (hadits shahih).[1] Seluruh kalangan ahlussunnah bersepakat bahwa nash-nash suci di atas dan nash lain yang semakna dengannya adalah dalil pentingnya persatuan kaum muslimin. Persatuan itu harus didasarkan pada kitabullah Azza wa Jalla dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan menapaki jalan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum serta orang-orang yang mengikuti jejaknya dalam masalah-masalah ushul (pokok) yang telah mereka sepakati. Inilah dalil tentang wajibnya berpegang teguh kepada aqidah as-Salaf ash-Shalih Radhiyallahu ‘anhum.





2. Berpegang teguh pada aqidah as-salaf



Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin, maka kami biarkan ia leluasa dengan kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS an-Nisa’ : 115). Juga firman-Nya (yang artinya) : “Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah : 100)

Ayat pertama mengandung ancaman yang keras bagi orang yang membuat-buat atau mengikuti suatu jalan dalam Ushul ad-Dien yang bukan jalannya kaum mukminin. Saya katakan di dalam Ushul ad-Dien karena memang para sahabat tidak bersepakat di dalam masalah-masalah furu’.

Ayat kedua berkaitan dengan pujian dan sanjungan yang agung dan mulia bagi tiga golongan kaum mukminin :

Pertama : kaum Muhajirin, dan masa mereka telah berlalu.

Kedua : Kaum Anshor, dan masa mereka telah lewat pula.

Ketiga : setiap orang yang mengikuti mereka dengan baik, dan golongan ini tetap eksis hingga hari kiamat.

Ketiga golongan itu telah ridha kepada Alloh dan Alloh pun ridha kepada mereka. Dia telah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka akan tinggal abadi di dalamnya tidak ada putus-putusnya, sama sekali tidak ada kesuksesan yang dapat menandinginya.

Adapun hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah ini begitu banyak, cukuplah bagi kita salah satu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “sebaik-baik manusia adalah masaku, kemudian masa setelahnya kemudian masa setelahnya.” (Muttafaq ‘alaihi) dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 kelompok, semuanya masuk neraka kecuali satu, yakni mereka yang berada di atas (sunnah)ku dan (sunnah) para sahabatku.” (Shahih, riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).





3. Bergabung dalam Jama’ah al-‘Umm (jama’ah Induk)



Kaum muslimin!

Anda semua mencintai Kitabullah Azza wa Jalla, mencintai sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan mencintai jama’ah kaum muslimin yang anda berasal darinya. Maka janganlah anda membenci jama’ah itu dan jangan pula menyimpang dari sendi-sendi yang telah mereka sepakati. Barangsiapa berpegang teguh dengan sendi-sendi itu, maka ia telah bergabung bersama jama’ah kaum muslimin, walaupun hanya seorang diri, sebagaimana perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu : “Sesungguhnya al-jama’ah itu adalah apa yang sesuai dengan kebenaran walaupun engkau hanya seorang diri.”[2]





4. Takdir Alloh dan Nubuwat[3] Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam



Saudaraku kaum muslimin!

Sesungguhnya Alloh Azza wa Jalla telah menetapkan, memutuskan dan mentakdirkan bahwa umat ini akan ditimpa dengan sesuatu yang telah menimpa umat-umat sebelumnya, yakni iftiroq (perpecahan) dan ikhtilaf (perselisihan). Tidak ada seorangpun yang mampu menolak keputusan-Nya dan tak ada yang mampu mencegah perintah-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan takdir yang bakal terjadi ini. Beliau telah berdo’a untuk kita dengan tiga macam do’a, Alloh telah mengabulkan dua do’a dari kekasih-Nya ini dan menolak satu do’anya, yaitu : “Ya Alloh janganlah Engkau jadikan mereka berpecah belah…” (HR Ahmad). Penolakan ini mengandung hikmah yang hanya diketahui oleh-Nya, namun hal itu tidaklah menjadi halangan bagi kita untuk berupaya mempersatukan kaum muslimin, tepat seperti halnya keyakinan kita bahwa rezeki telah ditentukan di sisi Alloh sebelum kita lahir, namun tak menghalangi kita untuk berusaha mencari rezeki tersebut.

Demikian pula keyakinan bahwa umur manusia tak sesaat pun disegerakan atau ditunda tidak menghalangi kita berusaha untuk menjaga keselamatan diri. Yang terpenting, kita memahami melalui wahyu samawi bahwa al-Firqoh an-Najiyah (Golongan yang selamat) hanya ada satu. Maka wajib kiranya kita menyeru seluruh manusia untuk menuju kepada firqoh tersebut. Jika mereka menyambut seruan tersebut, maka kita berhak memperoleh pahala dari Alloh sesuai dengan derajat keikhlasan kita ditambah dengan pahala orang yang mengikuti kita tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Sebaliknya jika mereka menolak seruan tersebut, maka kita telah selamat dari takdir Alloh dan nubuwah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kita memohon kepada Alloh untuk melimpahkan pahalanya atas niat kita, sebab hati manusia ada di genggaman jari-jemari-Nya. Ia membolak-balikkan hati itu menurut kehendak-Nya.





5. Saudara kamu justru membenci kami



Kaum muslimin!

Kami adalah kaum yang beriman kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya seperti keimanan kalian. Kami telah pula membaca peringatan keras dalam Al-Qur’an tentang orang-orang yang menyelisihi aqidah as-Salaf ash-Sholih. Demikian juga hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah memberitakan bahwa setiap keyakinan atau kepercayaan yang menyelisihi ‘aqidah Jama’ah al-‘Umm maka akan berakhir dalam neraka. Karenanya kami amat takut terhadap ancaman Alloh yang tertera di dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kami mendambakan keselamatan dari api neraka dan mengharapkan kesuksesan agung dalam surga. Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita –demikian pula sunnah yang suci- bahwa seorang manusia tidak boleh meyakini suatu aqidah lalu berdiam diri (berpangku tangan).

Ia harus mendakwahkan ‘aqidah itu kepada orang lain, karena itu kami berpendapat bahwa dakwah kepada manusia menuju ‘aqidah salimah adalah wajib hukumnya.

Lalu, anehnya saudara kami merintangi dakwah kami, mencela daya upaya kami dan menjuluki kami dengan berbagai macam sifat, diantaranya : malas dan lalai berdakwah, bodoh terhadap fiqhul waqi’, dakwah kami adalah ucapan belaka tanpa amalan, kami adalah golongan fiqhul awraq (textbook thinking) atau tukang hapal teks-teks kitab dan catatan kaki, bahkan mereka sampai kepada tuduhan bahwa kami in adalah kaki tangan penguasa. Mereka menyebut manhaj, pemikiran dan ‘aqidah kami sebagai filsafat dusta, dan masih banyak lagi filsafat yang lain. Padahal kami bersepakat di atas dasar iman kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta bersatu pendapat dalam menapaki jejak as-salaf ash-Sholih.

Karena itu, patut kiranya kami membeberkan ke hadirat pembaca kaum muslimin letak perselisihan kami lalu berhukum tentangnya kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menurut pemahaman kaum salaf yang saleh. Lalu kami akan meminta anda –wahai para pembaca- jika telah terbukti siapa yang benar agar anda mendukung kebenaran dan para penegaknya hingga datangnya hari kiamat.

Untuk memudahkan anda menuju jalan penyampaian nasehat dan mempersatukan kalimat kaum muslimin, anda telah mengenal siapa kami, mereka adalah saudara kami dari kelompok al-Ikhwan al-Muslimun. Sekali lagi kami mengingatkan anda untuk tidak menghindari pemberian nasehat kepada orang yang bersalah, baik kepada kami maupun selain kami. Kita semua sering melakukan kesalahan, dan sebaik-baik yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat.

Perlu diingat, hendaknya ukuran kebenaran yang kita gunakan adalah apa yang difahami dan dipraktekkan oleh kaum muslimin terdahulu, yakni generasi para sahabat dan tabi’in serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka. Sebab semua kalangan –bahkan syi’ah, shufi dan khawarij sekalipun- mengaku berpegang teguh kepada al-Kitab dan as-Sunnah, namun mereka menafsirkannya sekehendak nafsu mereka.





6. Kami bersepakat, namun pada hakikatnya berselisih



Saudaraku kaum muslimin!

Mungkin anda akan merasa heran ketika membaca judul di atas. Tapi, sebentar lagi kami akan jelaskan arti judul itu dan memecahkan ‘teka-teki’ ini untuk anda. Kami secara teoritis berada di dalam kesepakatan karena setiap orang di antara kami mengaku berpijak pada al-Kitab dan as-Sunnah. Yang membedakan kami dari firqah-firqah lainnya adalah penyerahan total kami kepada aqidah as-Salaf as-Sholih dan ijma’ mereka. Hal ini terdapat di dalam kitab-kitab kedua belah fihak (antara kami dan mereka, ed.). Namun dalam tataran amaliah praktis maupun dalam pergerakan serta pemikiran terjadi banyak perselisihan yang semakin memperdalam jurang pemisah di antara kami dan mencerai beraikan barisan kami. Tahukah anda watak perselisihan ini? Apa saja dalil-dalil yang dikemukakan oleh kedua belah fihak? Apakah perselisihan-perselisihan itu termasuk ke dalam masalah yang lebih baik didiamkan, terutama di saat situasi yang paling kritis di dalam sejarah kaum muslimin ini? Atau, apakah perselisihan itu menyentuh masalah ushul kaum muslimin yang tidak boleh didiamkan saja bagaimanapun keadaan kita?

Saudaraku kaum muslimin!

Jawaban atas pertanyaan itu akan menjadi jelas bagi anda lewat buku ini. Kita memohon kepada Alloh bagi kita dan kaum muslimin agar ia berkenan memberi petunjuk kepada kita dalam hal-hal yang kita perselisihkan tentang kebenarannya, sesunggunnya Ia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya menuju jalan yang lurus.





7. Poin-poin kesepakatan



Sebagaimana yang telah disebutkan di muka, terdapat kesepakatan teoritis di antara kedua belah fihak, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta ijma’ kaum as-Salaf ash-Shalih yang mulia.

Kami tidak perlu mengungkapkan pendapat para ulama dakwah salafiyah dalam bab ini (karena sikap ulama salafiyun telah jelas, ed.), tetapi kami cukupkan degan sedikit mencuplik pendapat para pemimpin dan syaikh kelompok al-Ikhwan agar kami dapat membuktikan adanya kesepakatan teoritis ini.

Asy-Syakh Hasan al-Banna[4] rahimahullahu mengatakan, “saudara-saudara, kami menyeru anda sekalian sedangkan Kitabullah di tangan kanan kami dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di tangan kiri kami, amalan generasi salaf yang shalih dari umat ini adalah tauladan kami.” (Lihat : Majmu’ah ar-Rosail hal 46).

Al-Ustadz Umar Tilmisani[5] berkata, “Cukuplah kiranya bagi kami jika menengok kembali salah satu risalah yang disusun oleh Imam al-Banna, bahwa beliau telah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kepada mereka yang melemparkan tuduhan kepada kami: bahwa kami adalah salafiyin sejati.” (Majalah al-Mujtama’, no. 476, 15 April 1980).

Berkata pula DR. Abdullah Azzam[6], “Adapun aqidah as-Salaf ash-Shalih, ia adalah aqidah mereka yang berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Saya terbina dan terdidik dalam aqidah ini dan saya tetap menganutnya –bifadhlillah- serta berharap semoga Alloh senantiasa mengokohkan aqidah ini pada diri saya dan semoga saya mati dalam keadaan berpegang di atasnya. Barangsiapa memusuhi aqidah as-salaf ash-Sholih maka berarti ia memusuhi agama ini, bahkan ia bukan lagi muslim. Sesungguhnya tujuan kami adalah mendukung aqidah ini dengan izin Alloh.” (Majalah al-Mauqif, no. 68, 10 Jumadil Akhir 1410, diterbitkan oleh al-Hizb al-Islami di Afghanistan).





8. Poin-Poin Perselisihan



Saudaraku kaum muslimin!

Adapun poin-poin perselisihan di antara kami pada dasarnya adalah satu, namun kemudian bercabang-cabang hingga panjang sekali pembahasannya. Pada awalnya, sumber perselisihan itu dapat secara singkat terangkum dalam pertanyaan berikut, “apakah perkembangan situasi terkini harus tunduk pada hukum syara’ atau sebaliknya, hukum syara’ yang harus tunduk pada situasi dan perkembangan politik terkini???”

Jika anda menjawab bahwa pernyataan pertamalah yang benar, maka kami berada di atas kebenaran dan mereka berada di atas kebatilan sehingga harus kembali kepada kebenaran agar kaum muslimin dapat bersatu padu dan kokoh di dalam menghadapi musuh mereka. Jika pernyataan kedua yang benar, maka kami berada di atas kebatilan dan merekalah yang benar, maka kami wajib segera kembali kepada kebenaran. Jika tidak kami termasuk para penyeru perpecahan dan kesesatan.



HOME


(bersambung bagian 2)





[1] Kami tidak mendapati sumber hadits ini seperti tertera di atas, Allahu a’lam. Namun terdapat sumber lain, yaitu sebuah atsar dari ucapan Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : “Tetaplah kalian dalam jama’ah dan berhati-hatilah! Jangan sekali-kali kalian jatuh ke dalam perpecahan, sesungguhnya setan itu bersama satu orang, sedangkan dengan dua orang dia akan lebih jauh. Barangsiapa yang menghendaki bagian tengah surga, maka hendaklah ia beriltizam dengan jama’ah (muslimin).” Diriwayatkan oleh Ahmad I/18, Tirmidzi 2254 dan Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah hal. 88 dari berbagai jalur. Pent. & ed.

[2] Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam al-Madkhol, terdapat pula riwayat lain oleh al-Lalika’I dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah, juz I, hal. 109, cet. Darut Thayyibah, Riyadh tanpa tahun. Lihat pula al-Hawadits wal Bida’ oleh Abu Syamah hal. 22. pent. & ed.

[3] Banyak penterjemah ketika menterjemah kata nubuwah diartikan dengan kata ‘ramalan’. Padahal ini adalah suatu kesalahan fatal. Karena ramalan sangat jauh berbeda maknanya dengan nubuwah, karena ramalan dasar pijakannya adalah gejala fisika atau gejala metafisika alam, namun nubuwah dasar pijakannya adalah wahyu. ed.

[4] Pendiri dan pemimpin Ikhwanul Muslimin yang pertama. Beliau meninggal dibunuh penguasa Mesir pada 12 Februari 1949 dalam usia 43 tahun. Semoga Alloh merahmatinya dan mengampuni semua dosa-dosanya. pent. & ed.

[5] Beliau adalah Mursyid ‘Amm (Supreme Guide) tertinggi Ikhwanul Muslimin yang ketiga setelah periode kepemimpinan DR. Hasan Isma’il al-Hudhaibi rahimahullahu (1949-1954). Beliau memimpin Ikhwanul Muslimin setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1970 oleh rezim Anwar Sadat. Pemikiran beliau banyak diwarnai dengan kontroversi baik internal maupun eksternal organisasi. Semoga Alloh mengampuni kesalahan-kesalahan beliau. pent. & ed.

[6] Beliau adalah salah satu da’i al-Ikhwan yang paling dekat dengan salafiyun dari segi aqidah. Beliau pernah berguru kepada al-‘Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu dan senantiasa menisbatkan diri sebagai muridnya. Namun beliau berselisih dengan al-Allamah al-Albani setelah al-Albani mentahdzir jama’ah Ikhwanul Muslimin. DR. Abdullah Azzam aktif mempropagandakan Jihad Afghanistan ke seluruh dunia. Beliau gugur dalam serangan bom yang dipasang di mobilnya setelah mengisi khutbah jum’at beserta putera-puteranya. Semoga Alloh menerima amalnya dan menjadikannya sebagai salah satu syuhada’ dan mengampuni semua kesalahan-kesalahan beliau. ed. Selengkapnya...

membongkar manhaj IKHWANUL MUSLIMIN(1)

KOREKSI TOTAL MANHAJ IKHWANUL MUSLIMIN
Silsilah Rudud (Bantahan) terhadap Dakwah Ikhwanul Muslimin

(Bagian 2)



Baca Bagian 1
Sumber : Ath-Thariiq ila Jama’atil ‘umm

Penulis : Asy-Syaikh ‘Utsman ‘Abdussalam Nuh

Penterjemah : Abu Ikrimah Bahalwan

Editor : Abu Salma al-Atsari





9. Permulaan dakwah al-Ikhwan dan Pengaruhnya terhadap Pemikiran dan Cara Pandang Mereka



Al-Ikhwan didirikan pada tahun 1928, yakni kurang lebih 4 tahun setelah runtuhnya khilafah Utsmaniyah[1]. Keruntuhan itu berpengaruh besar terhadap pemikiran jama’ah Al-Ikhwan. Sebenarnya, tanpa berpretensi apapun, jama’ah ini tidak ditegakkan di atas landasan teguh yang dengannya jama’ah ini berkiprah. Landasan jama’ah ini hanya bersifat teoritis, dan tidak menyentuh amaliyah. Padahal, upaya mendirikan kembali khilafah, adalah hal yang sangat tidak mungkin terlaksana kecuali dengan melewati jalan dasar-dasar yang kokoh. Rupanya para pemimpin mereka telah melalaikan perkara yang krusial ini. Pergaulan mereka dengan partai-partai politik sekuler berpengaruh besar terhadap pemikiran jama’ah. Anda akan mendapati pemikiran partai-partai sekuler telah meracuni cara pandang para pemimpin jama’ah, terutama yang terpenting adalah metode perekrutan massa ke dalam barisan jama’ah mereka.

Sesungguhnya jama’ah ini melihat bahwa partai-partai politik itu dapat mencaai kekuasaan dan posisi strategis melalui cara penghimpunan massa yang memungkinkannya berkuasa di dalam gedung parlemen. Lalu mereka yakin inilah satu-satunya jalan terdekat untuk mengembalikan khilafah yang telah lenyap. Mereka lalu mencurahkan segala kemampuan untuk menggalang massa, padahal jam’ah ini mengetahui bahwa kebanyakan massa tersebut memiliki aqidah yang sesat yang layak bagi Alloh menguasakan orang-orang kafir atas mereka dan mencabut dari mereka kemuliaan yang pernah dimiliki oleh generasi terdahulu.

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ar-Ra’du : 11)

Namun, kesibukan jama’ah ini dalam menghadapi lawan-lawan politiknya –yaitu partai sekuler modern- membuatnya lalai dan tidak perduli terhadap prinsip-prinsip syari’ah. Mereka tidak menjadikan syari’ah sebagai ukuran kebenaran ketika terjadi benturan dengan pandangan-pandangan politis. Bahkan opini publik yang terletak pada dukungan massa itulah kebenaran yang dicari oleh para pencarinya. Hal itu pula yang membuat ucapan-ucapan Al-Ikhwan yang tertulis di buku-buku mereka bertentangan dengan perilaku pergerakan mereka, diantaranya slogan “dakwah kami terikat pada al-Kitab, as-Sunnah dan aqidah salafiyah.”





10. Jika kalian menta’ati mayoritas manusia di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan anda dari jalan Alloh



Ya, itulah rahasia perselisihan antara jama’ah Al-Ikhwan dan para da’i manhaj salafi. Itulah fitnah massa, yakni massa (kaum muslimin, ed.) yang kita ingin menegakkan daulah Islamiyyah di tengan-tengah mereka. Namun, mereka lalai dalam masalah prinsip laa ilaaha illallahu yang merupakan kunci kejayaan dan kekuasaan di bumi, dan telah mengubah para penggembala kambing menjadi penggembala bangsa-bangsa. Maka sebagian mereka ada yang menyembah batu, sebagian lain menyembah pohon dan kuburan. Para ulama mereka sebagian berasal dari kalangan sufiyah yang justru berjuang keras mempertahankan kesyirikan, sebagian yang lain berasal dari kalangan Asy’ariyah dan Jahmiyah yang tidak mengetahui apakah Rabb mereka berada di atas Arsy ataukah di bawah kaki mereka?!! Maha suci Alloh dari semua hal ini.

Secara alami keyakinan ini bersarang di dalam jiwa mereka, lalu menjadi agama yang disucikan, bahkan mungkin mereka siap mati membelanya. Maka siapa saja yang ingin menghimpun massa, ia harus menghindari konfrontasi dalam masalah-masalah ini. Jika tidak, pengaruh politik mereka akan merosot.

Di dalam masalah inilah kami berselisih di dalam dakwah. Jama’ah al-Ikhwan menganggap bahwa aqidah salafiyah hanya merupakan teks-teks mati yang tertulis di dalam kitab-kitab aqidah yang tidak wajib diungkapkan dan dijelaskan kepada massa jika pengungkapan itu dapat membuat mereka lari dan membenci kita. Dan apabila massa telah membenci kita, lalu bagaimana kita bisa memperoleh kekuasaan politik untuk mengembalikan khilafah? Sedangkan kalangan salafiyun mengatakan bahwa sesungguhnya Islam tidak memandang dari jumlah banyak atau sedikit, bahkan tidak ada dalil yang membolehkan berdiam diri dari syirik kepada Alloh dan pengingkaran sifat-sifatnya (ilhad).

Adapun kekuasaan dan pertolongan untuk mengalahkan musuh-musuh Islam, hal itu merupakan pemberian Alloh yang dianugerahkan-Nya kepada hamba-hamba yang bertakwa sebagai balasan atas komitmen mereka kepada agama-Nya. Alloh Ta’ala berfirman :

“Bahwasanya bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh” (QS Al-Anbiya’ : 105)

dan firman-Nya yang lain :

“Musa Berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-A’raaf : 128)

Alloh berfirman kepada para pengikut Rasul-Nya :

“Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu, Dan kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku”. (QS Ibrahim 13-14)

Alloh Azza wa Jalla telah memperingatkan kita melalui pribadi Rasul-Nya yang mulia agar tidak tertipu oleh jumlah yang banyak. Alloh Ta’ala berfirman :

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS al-An’am : 116)

Para pembaca!!!

Jika anda telah memahami hal ini, berarti anda telah mengetahui asal dan sumber perselisihan kami. Pandangan Al-Ikhwan terpengaruh oleh situasi dan kondisi tempat berkembangnya jama’ah tersebut. Mereka bergerak tanpa memperhatikan prinsip-prinsip dakwah menurut syara’ dan jalan salaf, yakni metode yang diambil dari dakwah semua rasul yang dengannya kaum muslimin pernah berkuasa di atas bumi dan dengan lenyapnya hal itu kaum kuffar mampu menjajah negeri-negeri muslim. Tentu saja Al-Ikhwan harus membantah dakwaan ini dan mempertahankan cara dakwah mereka selama ini. Dan kami tidak pernah mengharamkan adanya pembelaan. Kita semua berdaya upaya mencari kebenaran. Namun, kami memiliki dalil-dalil kuat yang –menurut kami- sulit bagi mereka untuk menangkisnya.





11. Pembelaan al-Ikhwan.



Pembelaan al-Ikhwan al-Muslimun beranjak dari ucapan yang dikemukakan oleh asy-Syaikh Hasan al-Banna rahimahullahu, “Marilah kita beramal dalam hal-hal yang kita sepakati dan kita bertoleransi satu sama lain dalam hal-hal yang kita perselisihkan.” Juga ucapan beliau rahimahullahu tentang kompromi antara aqidah as-Salaf dengan aqidah al-kholaf[2] dan meredakan perselisihan tajam antar keduanya. Beliau berkata, “Hal terpenting yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin sekarang ini adalah keharusan adanya penyatuan shaff (barisan) dan penyatuan persepsi semampu kita.” (Majmu’ah ar-Rasa’il hal. 452).

Demikian pula apa yang dikatakan oleh ash-Shobuni, “Sekarang ini bukan waktunya lagi menghujat para pengikut berbagai madzhab, tidak kepada Asy’ariyah tidak pula kepada al-Ikhwan, bahka tidak pula kepada kaum shufi.[3]

Berkata pula Hasan at-Turabi[4] yang ditujukan kepada Jama’ah Anshorus Sunnah al-Muhammadiyah Sudan, “Mereka menganggap penting masalah-masalah aqidah dan syirik penyembahan kubur, tetapi mereka mengabaikan syirik politik. Marilah kita sementara membiarkan para quburiyun itu thowaf di sekeliling kubur mereka, hingga kita bisa duduk dalam gedung parlemen. (Majalah al-Istiqomah, Rabi’ul Awwal 1408 H, hal, 26).





12. Sesungguhnya hukum hanyalah milik Alloh



Sebenarnya, persoalan hakimiyah dalam pengertian komprehensifnya harus meliputi setiap masalah keagamaan dan keduniaan, serta meliputi pula dakwah kepada Alloh Azza wa Jalla. Sebagai amalan yang bersifat ta’abbudi, hal-hal di atas harus memiliki persyaratan-persyaratan yang tanpanya ibadah seseorang akan tertolak. Syarat tersebut meliputi : ikhlas dan ashwab (benar) menurut tuntunan. Jika suatu amalan dimaksudkan untuk memperoleh ridha Alloh namun tidak mengikuti jalan para nabi dan rasul, maka amalan itu batil. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barangsiapa melakukan suatu amaan yang bukan termasuk perkara kami, maka amalan tersebut tertolak.” Jika sesuatu amalan sesuai dengan jalan para rasul namun tidak ikhlas karena Alloh semata, amalan tersebut juga batil

Maka kami menghendaki hukum syara’ dalam masalah hakimiyah ini dan dalam masalah lainnya. Sebab, kami adalah yang pertama kali –sebelum lainnya- yang akan bertahkim kepada syari’ah. Tidak boleh kita mengajak manusia untuk berhukum kepada syari’ah lalu kita sendiri berhukum kepada konsep-konsep pemikiran dan pandangan-pandangan politik. Jika demikian, maka amalan kita adalah batil bagaimanapun tingginya nilai keikhlasan kita.

Demikian pula al-Ikwan, mereka telah bersepakat dengan kami bahwa dakwah mereka terikat kepada al-Kitab dan as-Sunnah serta jalan as-Salaf ash-Shalih. Kalau begitu, marilah kita merealisasikan ucapan-ucapan kita ke dalam tataran amalan praktis dengan menengok kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta sejarah ­as-Salaf ash-Shalih. Dengan demikian, sempurnalah kesempatan syar’i di antara ara aktivis dakwah Islam. Jika tidak, maka tanggung jawab perpecahan dan pertikaian terletak di pundak mereka yang menyelisihi syara’. Hukum bukanlah milik penguasa, bukan pula milik fiqhul waqi’ dan bukan milik produk pemikiran manusia, juga bukan milik gerakan politik!!! Sesungguhnya hukum hanyalah milik Alloh!!!





13. Dakwah Para Rasul ‘alaihim as-Salam



Saudaraku kaum muslimin!

Jika kita membuang segala pemikiran politik produk manusia, lalu berhukum kepada wahyu samawi, maka kita memiliki Kitabullah Azza wa Jalla yang melalui sejarah panjang kemanusiaan, membawa kepada kita metode dakwah yang shahih, yakni metode dakwah manusia-manusia terbaik pilihan Allah Azza wa Jalla yang oleh-Nya telah dipersiapkan untuk masalah agung dan amat mulia ini. Al-Qur’an penuh dengan kisah orang-orang pilihan itu serta metode dakwah mereka. Inilah Nuh ‘alaihis Salam yang menempuh tugas mulia ini selama 950 tahun, seluruhnya dihabiskan untuk mencela aqidah kaumnya tentang lima orang yang shalih, yaitu : Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, Wadd dan Nasr. Ia tidak berbasa-basi dengan kaumnya dan tidak pula bermanis muka. Tetapi ia mengatakan kebenaran kepada mereka, kebenaran yang diperintahkan Alloh untuk menyampaikannya. Lalu kaumnya membenci dan menjauhi dirinya. beliau ‘alaihi as-Salam amat mementingkan perkara ii sehingga harus berdakwah siang dan malam, terang-terangan maupun secara rahasia. Alloh Ta’ala berfirman :

“Nuh berkata: "Ya Tuhanku Sesungguhnya Aku Telah menyeru kaumku malam dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan Sesungguhnya setiap kali Aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian Sesungguhnya Aku Telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian Sesungguhnya Aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam” (QS Nuh : 5-9)

Maka lihatlah wahai saudaraku kaum muslimin, semoga anda dimuliakan Alloh! 950 tahun!!! Dan tidak pernah berbicara kepada kaumnya sekalipun tentang syirk al-Hakimiyah, aga anda mengerti dari kisah ini berapa berat kedudukan syirk watsani khurofi (syirik keberhalaan dan penuh dengan khurofat, pent.). mengapa tidak tanya kepada Nuh, “mengapa kaummu membencimu?” “mengapa mereka tidak menerima seruanmu?” karena yang Maha Suci lagi Maha Tinggi mengetahui bahwa al-Hidayah bukanlah urusan para penyeru, ia adalah urusan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada kewajiban bagi para da’i melainkan hanyalah berdakwah, menerangkan dan menyampaikan ajaran-Nya.

Jika kita mengikuti dengan seksama sejarah para nabi, sulit rasanya kita mengabaikan semua hal di atas. Bahkan, kebenaran yang tidak diliputi keraguan sedikitpun membuktikan bahwa perhatian terhadap syirk khurofi, terutama dalam masalah do’a kepada selain Alloh, anda akan menemukannya sebagai poros dan inti permusuhan mereka dengan kaumnya. Simaklah kisah Ibrahim, Hud, Musa dan masih banyak yang lain. Yang paling akhir adalah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau datang kepada ummat manusia yang berada di bawah cengkeraman dua super power Persia dan Romawi Timur. Yang terakhir ini menguasai dunia dengan undang-undang Yunani dan Romawi. Demikian pula halnya kaum Quraisy, mereka berhukum kepada thaghut-thaghut kabilah mereka. Namun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada awal dakwahnya sama sekali tidak mementingkan masalah ini. Beliau memulai dakwahnya itu di antara kaumnya, membangun perbantahan dan memusatkan perhatian dalam masalah syirk khurofy, misalnya penyembahan al-Latta, al-‘Uzza, penyembahan malaikat dan orang-orang salih dan sebagainya. Sebab beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengetahui dengan yakin bahwa pembersihan hati manusia dari kedustaan-kedustaan ini adalah kunci kekuasaan, dan beliau berhasil mencetak manusia-manusia yang kelak akan mengobrak-abrik singgasana Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi Timur). Sebenarnya beliau telah menubuwatkan kejadian itu dengan mengatakan, “Kalian akan menguasai Singgasana Kisra dan Kaisar.” Dikatakannya hal ini kepada ‘Adi bin Hatim, Suraqah bin Malik dan kepada para sahabat lainnya tatkala mereka sedang menggali khondaq (parit), bahkan dikatakannya pula kepada kaum musyrikin Quraisy, “Katakanlah Laa ilaaha illa Allahu, sebuah kalimat yang kalian dengannya akan menguasai orang ‘ajam dan dengannya pula kalian akan memerintah bangsa Arab.” Lebih jauh lagi, sekelompok musyrikin berolok-olok ketika mereka melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya yang tertindas di Makkah dengan mengatakan, “Ini dia datang kepada kalian raja-raja dunia.” Mereka mengatakan demikian dengan maksud mengejek dan menghina. Hal ini akan menjadi semakin lebih jelas jika anda melihat dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada kaum Nasrani. Mereka semuanya –atau sebagian besarnya- berada di bawah kekuasaan imperium Romawi Timur yang memiliki sistem perundang-undangan sendiri yang bahkan masih digunakan sebagai salah satu sumber sistem hukum dunia modern. Walau demikian, sebagian besar isi perdebatan al-Qur’an yang ditujukan kepada mereka justru berkenaan dengan ‘aqidah mereka tentang ketuhanan Isa atau ketundukan mereka yang membabi buta kepada fatwa-fatwa para pendeta dan rahib mereka tanpa disertai dalil. Al-Qur’an sejak awal tidak pernah berbicara tentang syirik kekuasaan politik padahal semboyan mereka adalah, “Serahkan bagi Alloh apa yang menjadi bagian-Nya dan serahkan kepada Kaisar apa yang menjadi bagiannya[5]”, yang merupakan dikotomi antara urusan agama dan politik. Adapun sejarah para ulama salaf, mereka berbicara panjang lebar tentang sikap mereka dalam menghadapi golongan-golongan yang menyelisihi al-Asma’ wash-Shifat dan hal-hal lain dalam masalah ‘aqidah. Maka siapa lagi yang masih bersikeras mengatakan bahwa penghimpunan massa tanpa landasan ‘aqidah adalah amal islami? Demi Alloh, mereka tidak memiliki sumber rujukan melainkan kepada partai-partai sekuler! Siapa yang mengatakan selain itu, hendaknya ia mengajukan dalil, jika tidak maka takutlah kepada Alloh tentang umat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, jangan memalingkan mereka dari agama ini, jangan menghalangi mereka dari jalan Alloh hanya sekedar untuk kepentingan politik produk manusia.





14. Kemungkaran Batal karena Kemajuan Zaman



Saudaraku kaum muslimin!!!

Telah kami paparkan kepada anda beberapa contoh dari kisah para nabi ‘alaihimus salam dan penentangan mereka yang keras dan gigih terhadap syirik al-khurofi al-watsani, yang bagi mereka telah mengharuskan dakwah sungguh-sungguh siang dan malam walau harus bermusuhan yang memakan waktu 1000 tahun. Telah timbul banyak peperangan antara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kaumnya karena masalah syirik jenis ini, sehingga seorang anak membunuh ayahnya, seorang ayah membunuh anaknya, mereka saling berlepas diri dan berpecah, tak ada kesibukan lain yang dapat memalingkan mereka dari masalah ini; tidak masalah jihad, tidak karena takut musuh dan yang lain dari itu.

Inilah Musa ‘alaihis salam yang dikejar-kejar oleh Fir’aun dan bala tentaranya. Ketika ia telah menyeberangi laut, beberapa orang bodoh dari kaumnya melihat sebagian kaum musyrikin sedang menyembah berhala dengan cara beri’tikaf di sekitarnya. Maka mereka meminta kepada Musa ‘alaihi salam untuk membuatkan berhala seperti itu[6], padahal tidak diragukan lagi bahwa mereka telah bersyahadat dan mengakui kenabian Musa, beriman kepada Taurat, hari kiamat dan para malaikat. Lalu apa yang dikatakan Musa kepada mereka? Apakah ia berkata, “Ini bukan waktunya bertengkar dengan sahabat-sahabatku, sedang kita masih terusir dan belum lagi menetap! Lebih baik dan lebih utama kita menunda masalah ini hingga kita telah mendirikan sebuah negara”, atau dengan ucapan-ucapan sejenis ini dari pemikiran-pemikiran politis! Jawabnya, tidak! Bahkan beliau menghardik, mencerca dan membodohkan perbuatan khurofat yang busuk ini. Demikian pula ketika mereka menyembah sapi, beliau begitu marah kepada mereka sehingga dibantingnya al-Alwah[7] yang berisi kalam Alloh, dan beliau mencengkeram kepada dan jenggot saudaranya (Harun, ed.) lalu mencelanya dengan amat keras karena telah mengabaikan pesannya dan membiarkan mereka.

Juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah menganggap remeh perkara syirik baik syirik akbar maupun syirik asghar, baik sebelum tegaknya daulah Islamiyyah maupun sesudahnya. Beliau adalah manusia yang paling bersemangat mempersatukan hati umatnya sehingga beliau pernah memberi harta kepada muslimat al-fath[8], yang hampir menyebabkan fitnah di kalangan kaum Anshor[9], namun lihatlah kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika mereka menuju medan peperangan Hunain dan melalui sebuah pohon yang dinamakan Dzatu Anwaath, mereka melihat kaum musyrikin menggantungkan senjata-senjata padanya untuk mendapatkan kekuatan magis dalam pertempuran. Kalangan muslimat al-Fath berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan bagi kami Dzatu Anwath sebagaimana milik mereka.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menukas, “Allahu Akbar!!! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telah mengatakan seperti perkataan Bani Isra’il kepada Musa, Buatkan bagi kami tuhan seperti tuhan-tuhan mereka.” (Shahih, Riwayat Tirmidzi). Padahal pada waktu itu sebagian besar dunia berada di bawah kekuasaan Romawi Timur dan Persia, sementara kaum Muslimin sedang bersiap-siap memasuki medan peperangan, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak mengatakan, “Mereka itu orang-orang yang baru masuk Islam dan masih belum mengerti, sementara diantara mereka banyak orang-orang baik. Buktinya, mereka ikut bersama kita untuk memerangi kaum musyrikin sedangkan bumi penuh dengan musuh-musuh yang berupaya menghancurkan kita, menunggu kesempatan menyerang kita, berkonspirasi menghalangi dakwah kita. Mereka itu kaum musyrikin, Yahudi, Nasrani, atheis dan sekuleris imperialis.” Tidak!!! Beliau tidak mengatakan ini, bahkan sebaliknya, beliau segera mencela perbuatan syirik khurofi itu dan seketika itu menjelaskan hukumnya kepada mereka.

Inilah metode para nabi dan rasul serta orang-orang yang menapaki jejak mereka: memerangi syirik dan khurofat dalam setiap waktu dan kesempatan walaupun dakwah itu membutuhkan waktu yang lama. Namun, kini muncul di depan kita dakwah baru dengan konsep-konsep baru dan menginginkan segala sesuatu yang baru!!! Maka syirk at-tasyri’ mereka namakan dengan nama modern syirk as-siyasi. Kami menganggap hal itu tidak menjadi soal, yang penting kita sama berupaya menghapuskannya. Adapun tentang syirk watasni, mereka mengatakan: “Tidak wajib mencurahkan perhatian atasnya, dan tidak perlu bermusuhan dengan manusia untuk memberantasnya.” Kami bertanya, mengapa? Bukankah berdo’a kepada selain Alloh adalah bentuk syirik yang memenuhi mushhaf al-Qur’an yang mulia dan celaan atas perbuatan ini?!! Bukankah penyembelihan dan nadzar untuk selain Alloh adalah syirik yang banyak disebutkan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi?!!

Bukankah keyakinan bahwa para imam Syi’ah yang ma’shum (bebas dari dosa) wajib diikuti perintahnya tanpa perlu reserve, tanpa membantah dan tapa dalil adalah syirik sebagaimana halnya kaum Nasrani dalam permasalahan tasyri’? bukankah pengakuan Syi’ah bahwa mereka memiliki al-Qur’an yang turun kepada Fathimah setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam adalah kufur tanpa perlu diperdebatkan lagi? Bukankah pengakuan bahwa Alloh ada di segala tempat, mungkin berada di telapak kaki kita, di atas kepala kita, di dalam perut kita, di dalam WC dan tempat-tempat najis, bukankah itu kufur? Bukankah berpegang kepada postulat-postulat Yunani di dalam masalah ‘aqidah yang diambil dari buku-buku filsafat karangan kaum kafir Yunani Kuno seperti Aristoteles, Socrates dan selainnya, bukankah ini syirik di dalam tasyri’? saudara-saudara kami tersebut menjawab, “Ya tidak ragu lagi bahwa semua itu syirik dan kufur, tapi sudah usang!”. Kami menjawab, “Apakah terdapat dalil dari wahyu samawi, yang dakwah kita tegak untuk berhukum padanya, dan kita juga mengatakan kepada manusia bahwa dakwah kita terikat kuat dengannya?”. Mereka menjawab, “Sesungguhnya kemungkaran itu akan gugur hukumnya dengan berlalunya waktu, dan pelaku yang mengimaninya berubah menjadi saudara kita walaupun mereka masih tetap melakukan kemungkaran itu, mengajak manusia melakukannya, banyak perpustakaan sekarang ini dipenuhi oleh buku-buku yang membelanya dan menghiasi kemungkaran itu sehingga tampak indah di hadapan manusia, bahkan mayoritas manusia tertipu oleh para propagandis kemungkaran itu.” Apakah ada dalil yang menyuruh kita meninggalkan para pelaku syirik ‘kuno’ lalu beralih untuk memerangi pelaku syirik modern yang baru?!!

Kami coba menjawab mewakili saudara-saudara kami, “Adapun dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya atau dalam ‘aqidah generasi umat pilihan, omongan macam begitu tidak akan pernah ditemukan walau hanya dalil seberat biji sawipun.” Namun demikian, marilah kita mengingat bahwa para pemimpin jama’ah ini mayoritasnya adalah lulusan fakultas-fakultas hukum[10] yang mempelajari undang-undang jahiliyah produk manusia.

Ternyata terdapat sebuah pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidna Mesir -plagiat KUHP Perancis- yang menyatakan bahwa suatu tindak pidana jika tergolong jenis pelanggaran akan dianggap kadaluwarsa setelah lewat masa tiga tahun, jika tergolong jenis kriminalitas akan dianggap kadaluarsa setelah lewat lima tahun. Maka kami menduga mungkin mereka menggunakan pasal ini sebagai dalil.

Semoga dalil itu juga sampai ke tangan saudara kami, DR. Muhammad Gharib, pengarang buku berjudul Wa ja’a Daur al-Majusi (Telah tiba masa berkiprahnya orang Majusi) yang membahas berbagai macam kekufuran orang-orang Majusi Syi’ah Rafidhah. Hatinya penuh kebencian terhadap mereka sebagai wujud ghirah (kecemburuan) terhadap agama Alloh, karena Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya tidak membolehkan berdiam diri dari kekufuran Majusi ini. Lalu beliau berkata, “Ketika saya memberitahukan tentang perasaan sakit dan pedih dalam hati saya (tentang kekufuran ini) kepada saudara-saudara saya para juru dakwah, mereka menganggap aneh ucapan saya walaupun diantara mereka terdapat para pemimpin sebagian jama’ah. Saya bahkan mendengar mereka menentang sikap saya dengan mengatakan, “dengan ketertarikan anda pada masalah-masalah seperti ini berarti anda telah mempersembahkan bantuan agung kepada kaum nasionalis. Kami berada dalam posisi yang berbeda dengan posisi anda. Kami mengeluhkan tentang bahwa komunisme, salibisme, kapitalisme, nasionalisme dan sekulerisme. Sedangkan anda berbicara tentang gerakan-gerakan dan madzhab-madzhab yang telah usang dimakan zaman!!![11]”.”

Saya (penulis) katakan, wahai saudara Muhammad Gharib, segala sesuatu telah berubah menjadi modern. Hendaklah anda tertarik dengan kekufuran modern –komunisme, sekulerisme, kapitalisme- dan tinggalkanlah kekufuran kuno sebab kekufuran itu telah kadaluwarsa dengan kemajuan zaman! Tidakkah anda baca KUHP Perancis di atas?!! Benar, jika hukum buatan manusia itu bukan dalil mereka, maka saya tidak tahu dalil lain apakah yang mendasari pendapat mereka!

(bersambung ke bagian III)





Baca Bagian I


Home


Baca Bagian III



[1] Tepatnya didirikan pada bulan Dzulhijjah 1347 H yang bertepatan dengan bulan Maret 1928 di kota Ismailiyiah oleh tujuh orang perintis: Hasan al-Banna, Hafizh Abdul Hamid, Ahmad al-Hashary, Fu’ad Ibrahim, Abdurrahman Hazbullah, Ismail ‘Izz dan Zaki al-Maghribi. pent.

[2] Manhaj al-Kholaf adalah manhaj generasi pasca salaf yang tidak menggunakan manhaj pendahulu mereka, yakni as-Salaf ash-Sholih di dalam memahami agama. Namun mereka di dalam memahami aqidah Islamiyyah cenderung menggunakan manhaj falsafi aqlani yang bid’ah, yakni manhajnya kaum filsuf dan ahli kalam. Diantara golongan al-Kholaf adalah Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah dan selainnya. ed.

[3] Muhammad ‘Ali ash-Shobuni adalah salah satu tokoh Ikhwani, mengajar mata kuliah sirah nabawiyah di Fakultas Syari’ah dan Dirasah Islamiyyah, Makkah Mukarromah. Beliau memiliki beberapa tulisan, yang paling terkenal adalah Shofwatut Tafasir. Aqidahnya adalah Asy’ariyah tulen sebagaimana tampak dalam pembahasan di dalam buku-bukunya tentang ayat sifat. Beberapa ulama ahlus sunnah telah membantah kesalahan-kesalahan aqidah dan manhaj yang ada pada dirinya. Beliau juga menjadi staf konsultan Rabithah al-‘Alam al-Islamiy tentang I’jaz al-Qur’an (Mukjizat Al-Qur’an). ed.

[4] DR. Hasan bin Abdullah at-Turabi adalah pakar hukum dan politisi Sudan. Ia merupakan pemimpin al-Ikhwan Sudan yang pernah belajar di Sorbonne. Ia menguasai banyak bahasa Eropa dan pernah menjadi dekan fakultas hukum Universitas Khortoum dan jaksa agung pada masa rezim Ja’far Muhammad Nimeri. Namun, pada masa-masa akhir rezimnya, Nimeri menahan at-Tirabi bersama 200 pemimpin al-Ikhwan lainnya dengan tuduhan kudeta. Ia dibebaskan kembali setelah kudeta 5 April 1985 yang menghantarkan Shadiq al-mahdi ke jenjang kursi Perdana Menteri. Hasan at-Turabi kembali ditahan pada tahun 1989 ketika terjadi kudeta militer yang dipimpin oleh Jendaral Umar al-Bashir. Namun melalui National Islamic Front (NIF), ia mampu mempengaruhi pemerintahan yang baru secara ideologis dan organisatoris. ed. At-Turabi memiliki pemikiran-pemikiran yang agak liberal apabila dibandingkan dengan pimpinan al-Ikwan lainnya. Ia pernah mengeluarkan ucapan-ucapan controversial yang merusak sendi-sendi syariat Islamiyyah, terutama yang berkaitan dengan masalah kewanitaan dan gender. Banyak para ulama yang telah membantah akan penyimpangan-penyimpangannya. pent.

[5] Sebagaimana di dalam The Gospel of Barnabas pasal 31. pent.

[6] Lihat QS Al-A’raaf : 138. pent.

[7] Jamak dari luh, yakni kepingan batu atau kayu yang tertulis padanya Taurat yang diterima oleh Nabi Musa ‘alaihi salam sesudah bermunajat 40 malam di gunung Thursina, sebagaimana firman Alloh Ta’ala yang artinya : “Dan Telah kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; Maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya…” (QS Al-A’raaf : 145), dan juga dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang menceritakan percakapan Nabi Musa ‘alaihi salam dan Nabi Adam ‘alaihi salam di hadapan Alloh Azza wa Jalla yang mengatakan, “… dan Alloh telah menuliskan bagimu (Taurat) dengan tangan-Nya” (HR Bukhari no. 6614 dari Abu Hurairoh). ed.

[8] Orang-orang yang masuk Islam pada saat penaklukan kota Makkah. pent.

[9] Pada waktu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat berada di Ji’ranah, suatu daerah dekat Makkah, terjadi peristiwa sebagai berikut : Ghanimah (harta rampasan perang) dari perang Hunain (8 H) oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dibagi menjadi lima bagian, dan yang seperlima (sebagai hak Alloh dan Rasul-Nya) diberikan kepada mereka yang dulu paling sengit memusuhi Islam, yakni muslimat al-fath. Ini untuk melunakkan hati mereka. Maka seratus unta masing-masing diberikan kepada Abu Sufyan dan anaknya Mu’awiyah, lalu Harits bin al-Harits bin Qaladah, Harits bin Hasyim, Suhail bin Amr dan Huwaitib Abdul ‘Uzza. Kepada mereka yang kedudukannya kurang dari yang tadi, diberi 50 ekor unta. Jumlah muslimat al-fath yang dilunakkan hatinya ini mencapai puluhan orang. Inilah yang menyebabkan ketidakpuasan sebagian kalangan sahabat Anshar, namun akhirnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dapat meredakannya. pent.

[10] Mayoritas pimpinan al-Ikhwan adalah ahli hukum dan pengacara Mesir, misalnya DR. Sa’id Ramadhan al-Buthi, lalu Mursyid ‘Amm yang kedua DR. Hasan Isma’il al-Hudhaibi adalah seorang pengacara kondang. Demikian pula tokoh mereka yang digantung semisal Ibrahim ath-Thayyib, Ahmad Nushair, Hindawi Duwair, Abdul Qodir ‘Audah dan lain lain –rahimahumullahu jami’an wa ghofarallahu lahum-. pent.

[11] Sungguh ucapan ini sama dengan ucapan para muta’shshibin (fanatikus ) hizbiyah semisal syabab Hizbut Tahrir. Editor telah sering mendengarkan dan membaca ucapan-ucapan seperti ini pada majelis dan forum-forum mereka. Sehingga, para pembaca jangan heran apabila mereka rela bersekutu dengan firqoh-firqoh sesat semisal shufiyah, syi’ah dan semacamnya untuk membantah dan memerangi dakwah salafiyah ahlus sunnah. Sebagai bukti silakan baca tulisan-tulisan syabab mereka dalam forum-forum di website mereka. Semoga Alloh memberikan hidayah kepada kita semua dan mereka. ed. Selengkapnya...

membongkar manhaj IKHWANUL MUSLIMIN(2)

KOREKSI TOTAL MANHAJ IKHWANUL MUSLIMIN
Silsilah Rudud (Bantahan) terhadap Dakwah Ikhwanul Muslimin

(Bagian 3)



Baca Bagian 2
Sumber : Ath-Thariiq ila Jama’atil ‘umm

Penulis : Asy-Syaikh ‘Utsman ‘Abdussalam Nuh

Penterjemah : Abu Ikrimah Bahalwan

Editor : Abu Salma al-Atsari





15. Beban Kewajiban Sesuai Dengan Tingkat Kemampuan



Saudara pembaca!

Agar permasalahan ini semakin bertambah jelas, saya akan kemukakan sebuah misal, lalu saya akan bertanya kepada anda dengan sebuah pertanyaan yang syar’i, lalu meminta jawaban anda secara syar’i pula dan –maaf- jika anda seorang harakiy –sebagaimana sebutan mereka- maka hendaknya anda tidak mempergunakan logika berfikir harakiy dalam permasalahan ini. Sebab, pertanyaan saya nanti sifatnya syar’i, sehingga tidak menerima cara pandang politis atau sekedar logika manusiawi. Jawaban itu haruslah berlandaskan dalil-dalil yang dapat diterima oleh Rabb manusia.

Seandainya anda berada di suatu negeri atau masyarakat yang diperintah oleh penguasa sekuler, berjuta-juta penduduknya sebagian menyembah kuburan, sebagian lagi penganut syi’ah yang telah meyakini bahwa Al-Qur’an telah diitahrif (dirubah) dan Imam Ali mengetahui masalah ghaib serta mengimani Al-Qur’an yang berbeda dengan Al-Qur’an yang ada saat ini –yang konon diturunkan kepada Fathimah, sebagian lagi penganut faham Asy’ariyah yang tidak tahu apakah Alloh berada di telapak kaku mereka ataukah berada di atas Arsy-Nya dan mereka lebih mendahulukan postulkat-postulat Yunani daripada syariat Alloh. Ada sebagian lagi yang mengimani teori Darwin[1] tentang Al-Baqo’u lil Ashlah (The Survival of the fittest, ed.) atau teori-teori Freud[2] dan semacamnya. Sebagian mereka adalah para pelaku dosa besar seperti meninggalkan sholat, meminum khamr dan lain sebagainya. Sebagian yang lain mengikuti bid’ah dan lebih mengutamakannya di atas sunnah nabawiyah sehingga seakan-akan menganggap agama ini masih kurang lengkap sebagaimana ucapan Imam Malik, “Barangsiapa mengada-adakan bid’ah dan menganggapnya baik (hasanah), maka sungguh ia telah menuduh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam mengkhianati risalah”, dan yang semisal dengan hal ini masih banyak.[3]

Anda misalnya berada di dalam masyarakat seperti itu, sedangkan anda tahu dalil-dalil dan argumentasi yang shahih menunjukkan bahwa perbuatan penguasa sekuler adalah kesyirikan yang menyebabkan pelakunya menjadi murtad. Perbuatan itu jelas merupakan syirik, bahkan sebelum anda dan rekan-rekan anda mengenal kebenaran dan sebelum munculnya kelompok dari ikhwan anda –yakni para pemuda tanpa senjata-. Namun penguasa itu telah lama memegang kekuasaan dan telah menciptakan bagi dirinya dan para penyokongnya mesin perang yang tangguh untuk perlindungan dan kelanggengan rezimnya. Mereka menguasai semua lembaga-lembaga dan kantor pemerintahan, di tangan mereka terletak kendali pesawat-pesawat tempur dan kendaraan lapis baja, sehingga keinginan anda untuk mengungguli mereka adalah khayalan yang jauh. Sedangkan di sisi lain, jutaan manusia adalah para penganut berbagai jenis kemusyrikan, kekufuran, kemaksiatan dan bid’ah-bid’ah, sedangkan mereka berkumpul dengan anda sepanjang siang malam, anda hidup di tengah-tengah mereka, bahkan sebagian mereka menghadiri majelis-majelis anda di masjid-masjid dan tempat pengajian mendengarkan ceramah anda[4]. Padahal, jarang didapatkan diantara mereka orang-orang yang keras kepala dan fanatik, namun sebaliknya sebagian besar mereka bodoh dan menganggap syirik dan bid’ah sebagai pendekatan diri kepada Alloh yang paling utama. Bahkan para penganut aqidah Asy’ariyah dan Jahmiyah yang menganggap filsafat mereka sebagai tauhid dan tanzih (mensucikan Alloh dari sifat makhluk), padahal mereka berkeyakinan tuhan ada di mana-mana. Demikian pula golongan hululiyah (Pantheisme) yang menganggap bahwa tauhid adalah persatuan wujud yaitu dalam tauhid mereka tidak membedakan antara kholiq (pencipta) dan makhluq (yang diciptakan), bahkan mereka menganggap siapa saja yang memisahkan keduanya adalah musyrik!!! Andaikan anda pernah mencoba berdakwah bersama berbagai kelompok dan golongan ini, lalu Alloh memberikan hidayah-Nya kepada banyaka di antara mereka, lalu jika kemudian anda mengatakan, “kita tinggalkan mereka (untuk sementara) hingga dapat merebut kekuasaan”, maka saya bertanya kepada anda, “manakah dalilnya?”

Apakah anda dapat menunjukkan seorang saja dari para rasul atau para sahabat, atau ulama salaf yang melakukan seperti perkataan anda di atas tersebut? Terutama jika mengingat sesuai dengan sebab-sebab alamiah (sunnatullah, ed.) yang Alloh menjadikannya sebagai ukuran pembebanan kewajiban hukum masih terdapat waktu yang amat panjang sebelum rezim itu tumbang sehingga anda bersama dengan rekan-rekan pemuda anda dapat merebut kendali pemerintahan, bahkan kemungkinan cita-cita itu tidak bakal terealisasi pada masa kini. Sedangkan kita memiliki contoh pengalaman anda dari Jama’ah al-Ikhwan yang dakwah mereka tampil dalam situasi yang mirip dengan keadaan tersebut di atas, disamping terdapat pula dakwah lain yang dinamakan Anshorus Sunnah. Yang terakhir disebut ini (Anshorus Sunnah, ed.) berjuang keras di antara masyarakat awam mengajarkan kepada mereka tauhid dan aqidah yang lurus, mencegah mereka dari berbagai maksiat dan bid’ah, sedangkan al-Ikhwan bekerja keras menghimpun massa untuk melawan dan berkompetisi dengan partai-parti politik hingga menghabiskan waktu lebih dari 60 tahun dalam berbagai pemilu lalu disusul berbagai pemalsuan dan kecurangan, mengadakan konferensi-konferensi, menggelar berbagai unjuk rasa dan menggubah nasyid-nasyid perjuangan, lalu disusul dengan penjara, kemudian pergelaran pertunjukan sandiwara dan sebagainya.

Dalam selang masa itu, pendiri dakwah dan sebagian besar rekannya telah wafat, demikian pula telah mati satu atau mungkin lebih generasi yang seharusnya menjadi lawahn dakwah. Massa dalam jumlah besar memang telah menerima dan menyambut dakwah al-Ikhwan, tetapi selalu disertai dengan makar kaum sekuler hingga seolah-olah dakwah ini menjadi ‘pekerja sukarela’ yang menghimpunkan massa untuk kepentingan mereka. Berapa kali partai al-Wafd[5] yang sekuler itu mencapai jenjang kekuasaan lantaran ‘bantuan’ massa al-Ikhwan yang awam?! Berapa kali partai as-Sa’dy[6] mengambil keuntungan besar atas ‘bantuan’ massa al-Ikhwan?! Bahkan Jamal Abdul Nashir[7], musuh bebuyutan al-Ikhwan tak akan dapat meraih kekuasaan kecuali atas sokongan al-Ikhwan pula[8]. Lalu apa lagi?! Lalu massa yang itu-itu juga mulai bersorak menyambut keputusan-keputusan yang dibuat Nashir untuk melawan para pemimpin al-Ikhwan. Dan kini, sebagian besar mereka sedang menjumpai Rabb mereka dan amal-amal mereka yang lalu telah dibeberkan. Namun, sebagai bahan kontemplasi dan demi tergaknya dakwah di atas manhaj syar’i, kami akan membahas hal berikut : Selengkapnya...